Tsunami Politik Menghantam Israel

Kami sedang menghadapi tsunami politik, dan sebagian besar warga tidak menyadari hal itu.” Demikian itulah bunyi peringatan yang disampaikan oleh Menteri Pertahanan Israel, Ehud Barak, ketika berpidato di Institut Kajian Keamanan Nasional di Tel Rabi’ (Tel Aviv), pada hari Ahad (13/3). Maksud dari pernyataan Barak ini adalah fenomena pergerakan internasional menuju pengakuan negara Palestina pada perbatasan tahun 1967. Ia menambahkan: “Sesungguhnya berbagai usaha pencabutan legitimasi Israel terlihat terang di cakrawala dan sedang dijalankan. Sehingga ini adalah masalah serius yang memerlukan tindakan. Dan kesalahan besar mengabaikan tsunami yang diperkirakan akan terjadi sebelum September mendatang.”

Sedangkan penyebab konsekuensi-konsekuensi ini, Barak mengakui bahwa Israel tidak berusaha untuk menempatkan semua isu-isu penting di atas meja dialog sepanjang periode terakhir, yaitu perkara yang memerlukan lontaran inisiatif politik yang dapat mengurangi berbagai reaksi kekerasan di masa depan. Ia menegaskan tentang pentingnya membahas masalah perbatasan, pengungsi dan al-Quds (Yerusalem), serta mempersiapkan kondisi untuk menghadapi kegagalan negosiasi di masa depan jika hal ini terjadi.

Dalam konteks yang sama, Deputi Perdana Menteri Israel untuk urusan Intelijen, Dan Meridor mengatakan: “Palestina sedang menempuh strategi baru, dan berhasil membuat prestasi di dunia. Sehingga Israel harus membuat rencana tandingan.”

Walaupun peringatan ketakutan ini dikemukakan menyertai rencana perdamaian yang diajukan oleh Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, namun sebuah jajak pendapat yang dilakukan baru-baru ini terhadap 113.643 orang di antara anggota partai Likud, menunjukkan bahwa 83% dari mereka menentang pemberian hak apapun kepada Palestina, sampai mereka mendapatkan negara yang khusus bagi mereka. Kenyataan ini oleh para pejabat dalam Dewan Masyarakat Yahudi di Tepi Barat dianggap sebagai “tamparan atas wajah Netanyahu”. Hal ini memperlihatkan perpecahan dalam internal entitas Yahudi yang semakin rumit.

Keluar dari kebuntuan dalam negeri ini, Barak mengulang seruannya pada Partai Kadima, yang dipimpin oleh Tzipi Livni, untuk bergabung dengan pemerintah. Ia memperingatkan bahwa pelaksanaan pemilihan di bawah iklim saat ini tidak akan menguntungkan Israel. Ia mengatakan: “Kami sekarang butuh inisiatif politik yang menjamin keamanan.”

Namun Barak mengakhiri pidatonya dengan nada yang membangkitkan emosi warga Israel. Ia mengatakan: “Israel akan menemukan dirinya sendiri, dan mereka yang tidak dapat membela diri mereka sendiri, jangan sampai seorang pun bersimpati dengan mereka.” Hal ini menegaskan bahwa Israel masih berpikir dengan mentalitas lama yang sama, yang membatalkan pengaruh revolusi Arab, dan berusaha memoles dirinya dengan dinding kekuatan. Dikatakan bahwa mereka belum siap untuk menghadapi dengan serius situasi internasional yang tidak nyaman, di bawah bayang-bayang rendahnya populeritas Netanyahu bagi para pemimpin Eropa, bahkan mungkin bagi para pejabat pemerintah Amerika dan rakyat Amerika Serikat (islamtoday.net, 14/3/2011).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*