Putin: Barat Kobarkan Perang Salib Abad Pertengahan di Libya

Perdana Menteri Rusia Vladimir Putin pada Senin mengutuk resolusi PBB, yang memungkinkan tindakan tentara di Libya sebagai “seruan perang salib pada abad pertengahan” dan mengecam Washington untuk kesiapannya memamerkan kekuatan. Dalam satu dari pernyataan paling kerasnya terhadap Barat dalam beberapa tahun belakangan, orang secara nyata nomor satu di Rusia itu mengatakan tidak ada nalar atau nurani pada tindakan tentara tersebut.

“Resolusi Dewan Keamanan itu, tentu saja, cacat dan tidak sah,” kata kantor berita Rusia mengutip keterangan Putin kepada pekerja pada kunjungan ke salah satu pabrik peluru kendali di negara tersebut. “Bagi saya, itu menyerupai seruan perang salib pada abad pertengahan ketika seseorang menarik orang lain untuk pergi ke tempat tertentu dan membebaskan yang lain.”

Tanggapan Putin itu menandai pengerasan tajam pernyataan Moskwa terhadap gerakan tentara Barat di Libya setelah Rusia abstain dari resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa pada pekan lalu, dengan menolak menggunakan hak vetonya, yang akan menghentikan kelolosannya.

Perdana menteri Rusia itu juga mengecam “kecenderungan berkelanjutan” campur tangan tentara Amerika Serikat di seluruh dunia, dengan menuduh Washington bertindak tanpa nurani. “Saya prihatin tentang kemudahan itu, yang menghasilkan keputusan menggunakan kekerasan,” kata Putin seperti dikutip mengacu pada gerakan antarbangsa saat ini di Libya.

Dengan mencatat bahwa Amerika Serikat telah melibatkan diri di bekas Yugoslavia, Afghanistan dan Irak, Putin menambahkan, “Sekarang giliran Libya. Semua itu dengan kedok melindungi warga damai. Di mana nalarnya? Di mana nuraninya? Tidak salah satu di antara keduanya,” kata Putin.

Putin juga mengatakan bahwa peristiwa di Libya menunjukkan bahwa Rusia mengambil keputusan tepat dalam memperkuat kemampuan tentaranya, dalam kemungkinan merujuk pada rencana besar persenjataan kembali senilai 650 triliun dolar Amerika Serikat (sekitar Rp 5.200 biliun).

“Peristiwa saat ini di Libya membuktikan bahwa kita melakukan segalanya dengan benar dalam rangka memperkuat kemampuan tentara Rusia,” katanya. Ia juga mengumumkan bahwa Rusia merencanakan menggandakan pembuatan tata peluru kendali strategis dan taktis sejak 2013.

Tanggapan keras Putin juga tampak dalam hubungan Amerika Serikat-Rusia, yang diperjuangkan penggantinya di Kremlin, Presiden Dmitry Medvedev, yang menghasilkan penghangatan cepat hubungan selama bulan belakangan. Pengamat sejak lama berduga-duga bahwa Amerika Serikat lebih menyukai Medvedev daripada Putin dalam memimpin Rusia.

Beberapa laporan bahkan menyatakan bahwa Wakil Presiden Amerika Serikat Joe Biden ingin memperingatkan Putin tidak mempertimbangkan kembali ke Kremlin dalam pemilihan umum pada 2012, saat berkunjung ke Rusia pada bulan ini.

Rusia semula mendukung langkah antarbangsa terhadap pemerintah Gaddafi, menandatangani hukuman Dewan Keamanan Perserikattan Bangsa-Bangsa, yang mengembargo senjata atas Libya dan hukuman lain terhadap keluarga Gaddafi.

Beberapa pejabat pertahanan Rusia semula menyatakan keprihatinan tentang hukuman itu, dengan menyatakan larangan ekspor senjata Perserikatan Bangsa-Bangsa itu dapat merugikan negara tersebut sekitar empat miliar dolar Amerika Serikat (lebih kurang 32 triliun rupiah) pada saat ini dan masa depan. (republika.co.id, 21/3/2011)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*