Salah satu prestasi terbesar dari revolusi yang berkobar di negeri-negeri Islam, bahwa revolusi itu telah memecahkan penghalang rasa takut umat terhadap para penguasanya, serta para algojonya yang senantiasa merendahkan umat dengan penyiksaan yang kejam dan keji selama beberapa dekade yang lalu. Umat sekarang telah sampai pada keyakinan bahwa para penguasa mereka tidak lebih hanya seekor harimau dari kertas. Sehingga mereka sebenarnya tidak akan pernah memiliki kedudukan dan kekuasaan tanpa keinginan umat, atau setidaknya umat mendiamkannya. Dengan demikian, umat saat ini benar-benar telah menempatkan kakinya di awal jalan yang akan mengembalikan kekuasaannya untuk diberikannya kepada orang yang telah dipilih oleh umat, serta kepada orang yang dipandang oleh umat sebagai orang yang memang pantas dan layak untuk mendapatkannya.
Di sisi lain, para penguasa telah menyadari bahwa mereka bukan Tuhan dan bukan pula Fira’un; serta waktu pesta bagi mereka telah berakhir. Berikut adalah perkataan Raja Arab Saudi dalam sebuah pernyataan yang disampaikan hari Selasa lalu: “Saudara-saudaraku, ada dua kata selama para syaikh hadir, maka ia untuk seluruh rakyat … Dikatakan “raja hati” atau “raja kemanusiaan. Saya berharap kalian membuang panggilan ini dari saya. Sebab raja itu adalah Allah. Sementara kami adalah hamba Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Perkasa. Karena itu, saya sangat berharap kalian membuang kata itu dariku.” Semua ini dilakukan, di samping janji tentang perubahan dan penambahan alokasi anggaran keuangan yang dibuatnya, bahwa dengan cara ini mereka mengira para penuntut perubahan akan menjadi rela.
Raja Bahrain dan Yordania, serta penguasa Syria mulai menggigil ketakutan akibat banjir revolusi yang mungkin membuat kepala mereka tersungkur ke dalam lumpur. Bashar Assad mengumumkan kemungkinan pencabutan undang-undang keadaan darurat, dan reformasi politik di negara ini, yaitu setelah seminggu berlangsungnya aksi protes. Sebelumnya, Raja Yordania telah mengumumkan tentang reformasi pemerintah, politik dan keuangan; yang dengan itu berharap dapat menghilangkan ketakutan terhadap para pemberontak. Adapun Raja Bahrain, mendahului kedua penguasa di atas, telah mengumumkan tentang perubahan, pencairan dana dan janji-janji lainnya. Hanya saja, apa yang mereka lakukan ini tidak mampu memuaskan rakyat yang sudah terlanjur membencinya, dan juga membenci pemerintahannya yang berlumuran dosa.
Sedangkan Gaddafi dan Shaleh, maka keduanya sedang menghitung hari-hari mereka berdua yang masih tersisa. Sebab waktu mereka berdua untuk berpesta dan berfoya-foya benar-benar telah berakhir, dan tidak akan pernah kembali.
Meskipun kebanyakan para rezim diktator di dunia Islam didukung oleh Perancis, termasuk rezim-rezim Arab, selama beberapa dekade terakhir. Namun Perancis menyadari bahwa waktu rezim-rezim ini telah berakhir. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Menteri Luar Negeri Prancis, Alain Juppe dalam pertemuan dengan para wartawan pada hari Kamis, di mana ia mengatakan bahwa gerakan protes di dunia Arab, cepat atau lambat akan menggilas setiap tempat. Ia menambahkan: “Saya yakin bahwa gerakan ini tidak akan mungkin untuk ditekan. Dan tentu saja ada rezim yang bertindak represif sebagai upaya untuk mempertahankan diri. Namun ia tidak akan mampu melakukan itu dalam waktu yang lama. Dan dengan berjalannya waktu, gerakan ini pasti akan menggilasnya. Bahkan saya berharap hal itu terjadi secepat mungkin.”
Dengan demikian, para penguasa benar-benar telah menjadi ketakutan terhadap umat, setelah umat sebelumnya takut terhadap mereka. Dan hal ini merupakan suatu pertanda baik bahwa era penguasa dispotis (jabriyatan) akan segera berakhir, yang kemudian disusul dengan berdirinya kembali Khilafah Rasyidah dengan manhaj kenabian.
Rasulullah Saw bersabda: “…. Selanjutnya masa penguasa dispotis (jabriyatan) sampai Allah menghendakinya, kemudian Allah mengangkatnya jika Allah menghendakinya. Setelah itu masa Khilafah dengan manhaj kenabian.” (HR. Ahmad).
Sumber: pal-tahrir.info, 26/3/2011.