HTI Press. Rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Kepulauan Bangka Belitung dipertanyakan sejumlah pihak sebab sarat dengan kepentingan kapitalis asing yang berkaloborasi dengan kapitalis lokal.
PWNU Babel bersama HTI Babel menggelar Fokus Group Discusion (FGD) tentang PLTN di Hotel Santika Bangka, Sabtu (26/03/2011). Sebagai narasumber KH. R. Agus Erwin Ketua PWNU Babel dan Ust Sofiyan Rudianto Ketua DPD I HTI Babel.
Dalam diskusi tersebut hadir sejumlah tokoh seperti Hudarni Rani mantan Gubernur Babel, Abdul Latif Somat Khatib Sur’iyah PWNU Babel, akademisi, tokoh pemuda, LSM dan OKP membahas polemik yang terjadi terkait PLTN.
Seperti yang diketahui rencana pembangunan PLTN di Bangka Belitung mendapat penolakan dari sebagain besar masyarakat karena dinilai sarat kepentingan asing dan tidak ada jaminan akan aman. Apalagi pasca meledaknya reactor PLTN di Fukhusima Jepang.
Ketua Pengurus Wilayah Nahdatul Ulama (PWNU) Bangka Belitung Agus Erwin mengatakan dari aspek hukum, teknis, sosial politik dan komersil PLTN tidak logis dibangun. Ia menampik bahwa nuklir adalah sumber energy yang murah.
“Dari sisi ekonomi, standar produksi dari PLTN 150 sen US $. Sementara standar beli PLN dimana PLN sebagai power provider hanya 5-6 sen US $,” katanya.
Disamping itu secara legal, jika berbicara energi, teknis pendirian PLTN semestinya bukan kewenangan Batan. “Yang memiliki kewenangan sebagai provider itu PLN. Memang PLN boleh membeli dari independent power producent, yakni pihak swasta,” katanya.
Agus Erwin merasa dalih sejumlah pihak akan ada transfer ilmu mengenai nuklir sangat tidak mungkin terjadi. Malah yang ada akan terjadi ketergantungan pada pihak asing yang menjadi penguasa teknologi nuklir.
“Apa yang didapat dari Jepang, sejauhmana investasinya kita hanya baru diberikan pengetahuan secuil. Padahal dahulu mereka berjanji akan transfer ilmu,” katanya.
Sementara itu Sumantri dari IPNU Babel menuturkan, fakta yang diketahui masyarakat adalah dampak dari PLTN yakni radiasi. Sebagian masyarakat yang ia temui menolak pembangunan PLTN di Bangka Belitung. “Masyarakat tidak mau menjadi korban, siapa yang akan beratnggung jawab,” tuturnya.
Ketua DPD I Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Bangka Belitung Sofyan Rudianto, Indonesia wajib mempelajari tehnologi nuklir, karena ini sangat penting.
“Memang PLTN harus dipelajari, karena teknologi ini merupakan teknologi masa depan. Wajib untuk Indonesia mempelajari dan mengusasi nuklir,” katanya.
Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Bangka Belitung menyatakan menolak pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Bangka Belitung. Pasalnya belum ada jaminan atau garansi dari pemerintah kalau PLTN lebih besar manfaatnya daripada mudharatnya.
Ketua DPD I HTI Bangka Belitung, Sofyan Rudianto mengatakan HTI memiliki alasan sendiri yang menjadi dasar. Rencana PLTN di Babel, Kata Sofiyan, justru akan membuat kedaulatan energi Indonesia tergantung pada asing. Ia mengutip pernyataan pernyataan Dr Sarwiyana Sataratenaya Kepala Pusat Pengembangan Energi Nuklir Batan (Metro Babel, Senin/03/2011) bahwa bahan baku reaktor PLTN yang direncanakan adalah hulu ledak nuklir yang sudah dilucuti dan akan dibeli dari dari eks Uni Soviet atau negara lainnya.
“Yang membangunnya pun adalah vendor asing. Yang jelas mereka ingin untung. Jadi PLTN ini bukan untuk pelayanan kepada rakyat tapi untuk kepentingan komersialisasi dan Indonesia akan tergantung pada asing,” paparnya.
Maka energi murah bahkan gratis untuk rakyat jauh panggang dari api. Belum lagi soal politik Internasional yang membonceng dalam pembangunan PLTN.
“Pada hakikatnya sebuah ilmu pengetahuan itu adalah mubbah dan nuklir termasuk mubah. Namun untuk PLTN kita lihat masih banyak mudharatnya, daripada manfaatnya sehingga bisa mengarah menjadi haram,” kata Rudianto.
Alasannya, menurut Rudianto, belum ada jaminan dari pemerintah kalau PLTN akan aman. Seperti yang terjadi di Jepang tentunya menjadi perhatian serius.
“Pemerintah menangani lumpur Lapindo saja belum bisa. Apalagi teknologi nuklir yang sangat luar biasa. Selain itu Islam melarang adanya intervensi asing terhadap negeri kaum muslimin,” katanya.
“Maka dengan berbagai pertimbangan diatas HTI Babel dengan tegas menolak rencana pembangunan PLTN di Babel yang sekarang diwacanakan pemerintah,” katanya.
PLTN dan Kepentingan Thorium
Ketua Pengurus Wilayah Nahdatul Ulama (PWNU) Bangka Belitung Agus Erwin melihat ada kepentingan lain dari sekelumit rencana pembangunan PLTN. Kepentingan itu yakni atas dasar penguasaan bahan bakar masa depan yakni thorium atau yang lebih terkenal dengan Logam Tanah Jarang (LTJ).
“Bangka Belitung memiliki kandungan aset yang besar, limbah timah yang disebut tailing itu ternyata punya nilai yang luar biasa. Mineral ikutan dari timah ini diproses dengan teknologi (diperkaya) yang kemudian disebut thorium TH 323 merupakan komoditi masa depan,” katanya.
LTJ yang merupakan derivatif dari timah, selama ini tidak dikenal oleh masyarakat awam dan sering dilihat sebagai limbah. Padahal menurutnya limbah tersebut lebih berharga dari emas untuk teknologi masa depan.
Diungkapkannya, kalau LTJ atau thorium menjadi incaran negara-negara asing dimana itu sangat dibutuhkan. Tidak hanya untuk bahan bakar PLTN saja ke depannya dalam pengembangan teknologi PLTN tetapi juga sejumlah kepentingan lain.
“Seperti yang diketahui Cina sebagai negara pengekspor 90 persen LTJ thorium itu. Waktu Cina membatasinya, Amerika teriak-teriak. Karena dari LTJ thorium ini, adalah bahan untuk membuat sejumlah peralatan militer, harganya triliunan rupiah per ton,” jelasnya.
Menurut laki-laki yang mengaku sudah puluhan tahun bergelut di bidang pertambangan batubara ini tidak menampik, kalau PLTN ini bukan sekedar energi semata, tetapi komoditi yang ingin dikuasai oleh pihak asing.
“Sikap NU menurutnya tidak sebatas pro kontra PLTN semata, tetapi kepada ada apa di balik PLTN ini. Saya berpendapat kalau harus dicegah, usaha asing untuk mengambil keuntungan dengan dalih PLTN,” tukasnya.
Sementara Anugra Bagsawan, M.Si mahasiswa S3 Politik UI yang juga hadir dalam FGD mengatakan secara teoritis bisa saja ada relasi antara penguasa dengan kapitalis dibalik rencana PLTN.
“Maka kita patut bertanya, sebelumnya ada apa para penguasa Babel sering ke China. Ada apa?” paparnya.
Hal senada diungkapkan Sofiyan Rudianto Ketua DPD I HTI Babel. Ia menduga ada permainan tingkat tingga antara asing dengan kapitalis lokal. Tin Slag / “kerak” timah atau sisa peleburan timah yang mengandung salah satunya LTJ hingga kini tidak boleh diekspor mentah.
Sedangkan belum ada teknologi yang mampu mengolahnya kecuali di China. Sehingga beribu-ribu ton disimpan di sejumlah tempat penampungan baik milik BUMN maupun swasta.
Belakangan sejumlah pengusa mewacanakan agar dapat mengekspor tin slag namun selalau gagal. Ia menduga soal rencana PLTN ada kepentingan lain yang membonceng. Sebab, jika izin PLTN keluar otomatis izin ekspor LTJ juga keluar. Maka kapitalis lokal dan internasional akan memanfaatkan untuk mengekspor dan mengeruk sebanyak-banyaknya LTJ yang harganya triliunan rupih per ton nya.
“Maka hal ini harus dicegah. Sistem pertambangan kita harus ditata ulang sesuai dengan syariat Islam. Dan hal ini tidak mungkin kecuali oleh Khilafah,” katanya. (FH/Berbagai sumber)