Pemerintah Prancis berniat kembali menggulirkan kebijakan anti-Islam setelah sebelumnya, undang-undang kontroversial larangan pemakaian jilbab, mendapat protes hebat dari umat Islam. Dengan alasan karena warga Muslim menunaikan shalat di pinggir jalan, pemerintah Prancis berniat membatasi kebebasan warga Muslim dalam menunaikan kewajiban agama mereka.
Menteri Dalam Negeri Prancis, Claude Guéant, yang dikenal sebagai salah satu politisi think-tank politik anti-Islam di negara ini, menetapkan peraturan baru melarang pelaksanaan shalat jamaah di pinggir jalan.
IRNA melaporkan, koran Le Parisien dalam hal ini menulis, Guéant mengatakan, “Kami tengah mencari cara untuk melarang penunaian shalat berjamaah di pinggir jalan.”
Mendagri Prancis mengemukakan pernyataan itu di saat penunaian shalat berjamaah di pinggir jalan, sangat jarang terjadi, dan biasanya hanya dilakukan di wilayah-wilayah yang memiliki fasilitas sangat terbatas atau batasan yang dilakukan pemerintah. Selain itu, warga Muslim Prancis juga menunaikan shalat berjamaah itu tanpa mengganggu orang lain.
Menjawab pertanyaan soal sedikitnya jumlah masjid di Perancis, Guéant mengatakan, di Prancis dapat dibangun masjid yang lebih banyak. Namun Guéant tidak memberikan keterangan lebih rinci bagaimana masjid-masjid tersebut dapat dibangun.
Di kota Nice misalnya, hanya terdapat dua masjid, dan warga Muslim di kota itu harus menempuh jalan jauh untuk pergi ke masjid. Namun masalah yang paling penting adalah bahwa kedua masjid itu tidak mampu menampung seluruh warga Muslim yang hendak menunaikan shalat berjamaah.
Terkait implementasi larangan shalat berjamaah di tepi jalan itu, Guéant menjelaskan, “Harus ada cara untuk menghentikan shalat berjamaah di tepi jalan, dan saya secara pribadi memprioritaskan penggunaan “kekuatan” dalam menjalankan ketentuan tersebut.
Guéant hingga kini telah berulangkali menarget umat Islam, termasuk penilaiannya terhadap peningkatan jumlah warga Perancis yang memeluk agama Islam. Kondisi ini menurut Guéant sangat disayangkan dan akan menjadi kendala serius bagi Perancis.
Sejumlah politik anti-Islam dalam pemerintahan Perancis yang beberapa waktu lalu melarang penggunaan burka, telah memasuki tahap baru yang lebih serius. Kebijakan itu direaksi negatif oleh opini umum Barat.
Laurent Booth, saudara perempuan istri mantan perdana menteri Inggris, Tony Blair, dalam wawancaranya dengan IRNA, menepis klaim para pejabat Prancis bahwa kaum perempuan yang mengenakan burka merupakan ancaman teror dan keamanan.
Dikatakannya, “Kaum perempuan berjilbab sebetulnya memang merupakan ancaman bagi negara-negara Barat. Namun ancamannya tidak dalam bentuk kekerasan seperti yang diklaim oleh para politisi Barat, melainkan karena busana Muslimah pada hakikatnya telah menyoal kebebasan kaum perempuan di Eropa dan Amerika.” (republika.co.id, 18/4/2011)