Oleh Adnan Khan
Kami telah menerima banyak pertanyaan mengenai krisis Libya, dimana pertanyaan-pertanyaan itu dikelompokkan dan dimuat di website ini oleh koresponden Internasional Khilafah.com Adnan Khan
Invasi atas Libya saat ini telah melewati bulan pertama dan bergerak cepat menuju jalan buntu. Mengapa koalisi Barat tidak bisa menjatuhkan Gaddafi?
Ada tiga alasan mengapa invasi atas Libya saat ini telah gagal untuk mengusir Gaddafi.
1. Amerika Serikat, Perancis dan Inggris memiliki perbedaan terhadap berbagai aspek operasional invasi yang dilakukan dalam mencapai tujuan mereka atas pergantian rezim. Sebelum invasi dilakukan, Perancis dan Inggris menginginkan Amerika Serikat memikul beban utama intervensi karena Eropa sedang melalui masa penghematan dan mengeluarkan biaya besar dalam anggaran pertahanan mereka. Sementara Amerika Serikat mengawali serangan udara, yang kemudian dialihkan ke NATO, yang mana membutuhkan baik Perancis dan Inggris untuk memberikan kontribusi lebih besar atas intervensi. Perancis, Inggris dan Amerika Serikat, yang seluruhnya memimpin intervensi militer, sekarang dihadapkan pada kenyataan bahwa pasukan yang mereka telah kirim ke Libya tidak sesuai dengan tujuan-tujuan politik yang ingin mereka capai.
2. Koalisi Barat masih tidak jelas pada skenario bagaimana era pasca-Gaddafi. Koalisi Barat telah jauh melampaui wewenang untuk mempertahankan zona larangan terbang dan secara aktif berusaha untuk menciptakan kondisi yang diperlukan untuk mengusir Gaddafi dan menciptakan pergantian rezim. Gaddafi telah memerintah Libya begitu lama, sehingga tidak ada kekuatan terorganisir lainnya yang dapat mengambil alih kekuasaan setelah dia. Pemberontak Benghazi, walaupun mereka pemberani, masih belum mampu merubah diri menjadi kelompok yang bersatu padu yang dapat memaksakan keinginannya kepada negara.
3. Orang-orang Eropa dan Amerika Serikat tidak membaca dari lembar kertas yang sama berkaitan dengan siapa yang akan bertanggung jawab pasca Gaddafi terguling. Akibatnya, Eropa dan Amerika telah bersaing untuk melakukan kontak dengan para pemberontak dari Benghazi untuk membentuk rezim pasca-Gaddafi. Eropa memerlukan Amerika untuk memikul sebagian besar beban pimpinan sehingga menyebabkan Amerika menunda awal intervensi karena para operator CIA sudah bekerja untuk menghubungi kaum revolusioner.
Koalisi Barat, yang secara fundamental terdiri dari Perancis, Inggris dan Amerika Serikat secara sendiri-sendiri memiliki kemampuan untuk mengakiri konflik ini, tapi mengapa mereka gagal mencapai hal ini?
Di bawah resolusi PBB, Amerika Serikat, Perancis dan Inggris mampu menerapkan zona larangan terbang di Libya yang mencakup sebagian besar negara itu, yang memungkinkan mereka untuk menembak jatuh setiap pesawat Libya yang mencoba lepas landas. Mereka juga memberlakukan blokade laut yang memotong pasukan Gaddafi dari dunia luar dan secara bersamaan mereka melakukan serangan terhadap pesawat-pesawat Gaddafi yang ada di darat maupun yang sedang mengudara, juga menyerang pertahanan udara dan pusat komando, kontrol dan sistem komunikasi Gaddafi. Perancis dan Amerika juga menyerang persenjataan dan pasukan darat Libya. Intervensi barat secara mendasar menyerang dari udara dengan sedikit komitmen, untuk saat ini, untuk melakukan invasi darat – hal ini telah diserahkan kepada para pemberontak Benghazi. Rencananya adalah dengan menggunakan senjata Amerika untuk menyerang angkatan udara Gaddafi, dan mempersanjai para pemberontak untuk menggulingkan Gaddafi. Dilakukannya suatu serangan udara terbatas adalah alasan mengapa intervensi telah berlangsung selama lebih dari sebulan.
Koalisi ingin mencapai tujuannya dengan komitmen militer sekecil mungkin. Militer Eropa dan Amerika ingin agar pemberontak Benghazi melaksanakan sebagian besar operasi darat. (Lihat gambar di bawah untuk melihat penyebaran militer koalisi Barat)
Sementara militer Eropa yakni Prancis dan Inggris secara historis mempunyai pengaruh paling besar di Libya, mereka bisa menjatuhkan Gaddafi karena mereka memiliki kemampuan untuk melakukannya, tetapi hal ini akan memerlukan komitmen militer yang besar yang mereka tidak bersedia untuk lakukan. Hal ini karena akan membutuhkan sejumlah besar pasukan darat untuk bergerak cepat di seluruh wilayah Libya dan meluncurkan serangan balasan yang besar di Tripoli. Langkah tersebut penuh dengan komplikasi karena akan disusul oleh pemberontakan pasukan yang setia kepada Gaddafi. Walaupun jalur pasokan invasi darat akan lebih pendek jika dibandingkan dengan pasokan ke Irak dan Afghanistan, masalahnya adalah akan terjadi pertempuran di wilayah perkotaan terhadap pasukan Libya dan sulitnya membedakan mereka dari warga sipil. Koalisi Barat akan sangat mungkin memiliki perbedaan besar pada komposisi pasukan darat. Lebih penting lagi, strategi semacam ini sangat tidak populer di Barat karena pengalaman buruk dari konflik Irak dan Afghanistan tetap segar dalam pikiran banyak orang.
Siapakah para pemberontak di Benghazi? Mengapa mereka gagal untuk menjatuhkan Gaddafi dan bagaimana kemampuan militer mereka?
Pemberontakan Libya terdiri dari sejumlah suku dan individu, sebagian dari mereka berasal dari pemerintah Libya yang membelot, sebagian dari tentara dan elemen-elemen lain yang telah lama menjadi penentang rezim. Ketika revolusi berlangsung di Tunisia dan Mesir, Libya timur yang dikenal di era pra-kemerdekaan sebagai Cyrenaica, dan secara tradisional merupakan jantung gerakan anti-Gaddafi, bersatu dengan suku-suku lain dalam perlawanan mereka terhadap Gaddafi.
Pada pertengahan Februari, pemberontakan yang populer telah menyebar ke Tripoli dan pada akhir Februari 2011, sebagian besar Libya telah berada di luar kendali Gaddafi. Libya Timur, yang berada di wilayah pusat pelabuhan vital Benghazi, secara nyata berada di bawah kendali oposisi dan telah menjadi markas pasukan oposisi. Kaum Muslim Libya dengan gagah berani berjuang melawan pasukan yang setia kepada Gaddafi di Benghazi dan mampu mengusir mereka. Hal ini diikuti dengan demonstrasi kaum Muslim lainnya di kota-kota di Libya Utara dan berpuncak pada Hari Kemarahan pada tanggal 17 Februari 2011.
Dewan Nasional Transisi (NTC) yang didirikan pada tanggal 27 Februari 2011 berupaya untuk mengkonsolidasikan perubahan di Libya. NTC mengkoordinasikan upaya perlawanan dengan kota-kota yang berbeda yang dikuasai para pemberontak, dan memberikan wajah politik bagi pihak oposisi untuk disajikan kepada dunia. Mustafah Abdul Hafiz, mantan Menteri Hukum dalam rezim Gaddafi dan Abdul Hafiz Gogha, seorang pengacara Benghazi dianggap sebagai arsitek awal dari Dewan Transisi, yang sekarang terdiri dari banyak orang yang membelot dari rezim Gaddafi. Sejak itu, Dewan Nasional Transisi Libya yang mulai dilihat sebagai satu-satunya wakil pemberontak, dan sebagai satu-satunya wakil rakyat Libya oleh Perancis dan Qatar, mulai mengeluarkan pernyataan tajam tentang hubungan luar negeri masa depan Libya pasca-Gaddafi. Dewan itu telah mengatakan bahwa negara-negara yang membantu pemberontakan – yakni Prancis dan Inggris – akan menikmati hubungan istimewa dengan Libya.
Para pemberontak Benghazi tidak dapat menyingkirkan Gaddafi karena mereka tidak memiliki kemampuan militer untuk melakukannya. Pada hari-hari awal kerusuhan, pasukan pemberontak masuk ke gudang senjata militer dan memperoleh sejumlah besar senjata ringan, amunisi dan senjata berat, termasuk kendaraan lapis baja dan artileri roket. Bagi Barat, pasukan pemberontak itu harus melakukan serangan darat dimana mereka akan memberikan dukungan udara tetapi kekuatan oposisi tidak mampu menjadi kekuatan militer yang kompeten dalam menghadapi serangan gencar pasukan Gaddafi.
Kaum Muslim di Benghazi bersatu dalam penentangan mereka terhadap Gaddafi tetapi mereka bukanlah kekuatan militer yang berpengalaman. Keuntungan cepat di awal pertempuran sebagian besar karena pembelotan dan akibatnya pasukan pemberontak tidak mampu menjaga keuntungan awal yang mereka peroleh. Para pemberontak Benghazi tidak terdiri dari tentara terlatih dan cukup memiliki kemampuan. Untuk saat ini, para pemberontak telah terbukti tidak mampu bertahan melawan pasukan Gaddafi. Masalah mereka bukanlah merupakan salah satu masalah yang bisa dipecahkan oleh dukungan serangan udara.. Stratfor menggaris bawahi bahwa “Ini adalah masalah kepaduan, organisasi, kemahiran militer, komunikasi medan perang dan kepemimpinan”. Sejauh ini, tampak bahwa inti masalah ini melebihi perkiraan apapun bahkan tim operasi pasukan khusus Barat yang terlatih sekalipun untuk memberikan hal-hal itu yang mungkin saja dicapai dalam waktu dekat. Inilah sebabnya mengapa para pemberontak mengeluarkan seruan untuk para pengemudi yang mampu mengoperasikan tank T-55, yakni tank kuno buatan Soviet dan merupakan salah satu arsenal tertua di Libya.
Apakah Libya membentuk bagian dari perjuangan global kekuatan-kekuatan dunia?
Libya telah menjadi medan pertempuran terbaru bagi kekuatan internasional dan inilah sebabnya mengapa Libya tidak berubah menjadi Tunisia atau Mesir, di mana para penguasanya dengan cepat digulingkan.
Hanya beberapa minggu yang lalu Gaddafi dan keluarganya digambarkan oleh Barat sebagai seorang reformis modern dengan kredensial demokrasi yang cemerlang. Memang, di Inggris Gaddafi dan keluarganya bisa berbaur dengan kaum bangsawan. Adalah mantan Perdana Menteri Tony Blair yang membantu pemulihan nama Libya pada apa yang dinamakan komunitas bangsa-bangsa. Sebagai bagian dari bantuan sembunyi-sembunyi yang diberikannya, Blair juga memiliki kebebasan besar pada Otoritas Investasi Libya, yang pada hitungan terakhir memiliki $ 70 milyar, uang yang dijarah dari rakyat Libya. Namun, tidak satupun dari kepentingan komersial yang terjalin antara Inggris dan Gaddafi, orang didikan mereka, yang bisa mencegah anak didiknya untuk berbalik melawan pelindungnya selama empat puluh tahun terakhir.
Ketika merasakan dahsyatnya aksi protes di Libya, Inggris dengan cepat meninggalkan Gaddafi dan menghapus segala unsur kerjasama antara kedua negara. William Hague, Menlu Inggris, segera mengumumkan bahwa Gaddafi kabur ke Venezuela dan bahwa Inggris sedang menunggu era pasca-Gaddafi. Meskipun demikian, Gaddhafi yang telah diasuh dan dilindungi Inggris memutuskan untuk melawan. Marah dengan pembangkangan Gaddafi, Inggris memobilisasi negara-negara Barat dan PBB untuk menggunakan kekuatan militer untuk menyingkirkannya dari kekuasaan – yang merupakan tujuan tidak resmi intervensi militer.
Libya, seperti halnya Afrika Utara dan Timur Tengah merupakan bagian dari upaya Eropa untuk mengurangi ketergantungan energi dari energi Rusia. Dalam sebuah Laporan Uni Eropa yang berjudul ‘Tantangan Keamanan Energi Uni Eropa,’ menyorot: “Upaya Uni Eropa untuk melakukan diversifikasi pasokan energi Eropa dan mengurangi ketergantungan pada Rusia dan telah meningkatkan seruan Eropa bagi keterlibatan politik dan ekonomi yang kuat di Timur Tengah dan Afrika Utara … . Potensi pertumbuhan dalam strategi diversifikasi energi Eropa yang terkait dengan Timur Tengah dan Afrika Utara adalah hal yang signifikan. Namun demikian, seperti halnya dengan wilayah Kaspia, jika Uni Eropa serius menurunkan ketergantungannya pada satu sumber energi, mereka harus lebih beralih ke Timur Tengah dan Afrika Utara. ”
Amerika Serikat telah melihat ketidakstabilan di Libya sebagai kesempatan untuk mendapatkan pengaruh di negara itu. Amerika telah memanfaatkan ketidakmampuan Eropa untuk menjatuhkan Gaddafi sendiri untuk mencuri Libya dari Eropa dan Inggris. Namun Amerika telah berperan secara lemah di Libya karena memiliki pengaruhnya yang kecil di Libya karena secara tradisional negara itu adalah wilayah Eropa. Strategi AS tampaknya untuk menunda hal-hal yang membuat Eropa semakin tergantung pada kekuatan militer Amerika, tindakan ini kemudian memungkinkan Amerika untuk mengadakan kontak dengan para pemberontak. Amerika telah bekerja untuk menghubungi para pemberontak seperti yang diumumkan oleh Clinton ketika sebelum kunjungannya ke Kairo. Amerika menunda dimulainya invasi awal dan dengan menyerahkan operasi militer kepada NATO, hal ini telah menunda-nunda masalah lebih lanjut. Seorang pejabat senior Eropa, yang tidak mau disebut namanya kepada Washington Post untuk menghindari kemarahan Amerika, mengatakan bahwa keinginan Obama untuk menyerahkan komando operasi udara Libya kepada NATO pada akhir Februari dan penarikan pesawat-pesawat tempur Amerika dari misi serangan darat, telah merusak kekuatan bersatu mereka dalam melawan Gaddafi. Semakin lama perang berlangsung, semakin lebih besar kemungkinan para pemberontak Benghazi untuk beralih kepada Amerika untuk menggulingkan Gaddafi daripada kepada Eropa.
Kemungkinan menuju kearah manakah kejadian-kejadian ini?
Situasi ideal bagi Barat adalah bahwa Gaddafi harus mengundurkan diri, mereka kemudian dapat bekerja untuk membangun sebuah rezim pasca-Gaddafi. Namun Gaddafi telah memutuskan untuk berperang untuk mempertahankan posisinya. Hal ini akan meningkatkan eskalasi militer besar bagi Gaddafi untuk percaya bahwa pengunduran dirinya adalah tindakan yang terbaik. Perbedaan antara koalisi Barat telah digunakan oleh Gaddafi untuk memperkuat dirinya sendiri hingga terjadi serangan besar di Tripoli sehingga sangat tidak mungkin bagi Gaddafi untuk mundur.
Kekuatan Barat dapat memotong kesepakatan dengan Gaddafi dan menawarkan insentif baginya untuk lengser. Hal Ini tidak akan memperluas lingkup militer Barat dan mengakibatkan berakhirnya peperangan dengan cepat. Transaksi apapun bisa saja dibuat sebelum dilakukan invasi. Sekarang masa ini telah berlalu dan aksi militer sedang berlangsung bahkan jika Gaddafi menawarkan persayaratan hal ini tidak mungkin bagi Barat untuk menerimanya, karena saat ini konflik telah berubah ke arah mengusahakan seorang agen untuk mengambil alih kekuasaan pasca Gaddafi. Semua kekuatan di Libya akan menggunakan segala kemampuan militer mereka untuk membentuk fakta-fakta di lapangan.
Koalisi Barat bisa memecah belah Libya menjadi dua bagian, yang merupakan kasus yang terjadi hingga tahun 1951 ketika Libya adalah dua negara – Cyrenaica di Timur dan Tripolitania di Barat. Solusi semacam itu hanya akan diterima jika terjadi jalan buntu berkepanjangan. karena jika tidak maka akan dipandang sebagai suatu kekalahan oleh kebanyakan orang di Barat. Solusi semacam itu juga akan memerlukan kerja sama dari gerakan oposisi dan Khadafi. Hal ini akan membuat Gaddafi menyerahkan sebagian besar sumber minyak dan infrastruktur Libya yang sebagian besar terletak di wilayah Timur – suatu hal yang tidak mungkin ia akan menerimanya.
Koalisi Barat bisa membuat tujuan untuk langsung membunuh Gaddafi. Hal ini akan memerlukan peningkatkan peperangan yang sangat besar untuk menargetkan Gaddafi, atau diperlukan rudal-rudal balistik untuk menargetkan wilayah yang luas di mana Gaddafi kemungkinan besar akan bersembunyi. Gaddafi telah menantang dengan mempertontonkan diri di jalan-jalan Tripoli, memberikan pasukan koalisi Barat kesempatan lebih dari cukup untuk menjatuhkannya, tetapi Barat tidak mengambil kesempatan tersebut. Pilihan ini belum diambil sebelum rezim pasca Gaddafi terbangun. Tindakan ini juga akan mengambil korban sipil dalam jumlah besar yang akan digunakan oleh kekuatan Barat untuk melemahkan yang lain.
Opsi terakhir, yang menjadi lebih dan lebih mungkin, adalah menempatkan pasukan tempur di Libya. Karena pemberontak telah gagal untuk mengambil keuntungan yang mereka buat, koalisi Barat bisa menempatkan pasukan mereka sendiri di darat bersama dengan para pemberontak dan bekerja untuk menjatuhkan Gaddafi. Hal ini sangat tidak populer di kebanyakan negara Barat karena memiliki kemungkinan menjadikan Libya seperti Afghanistan bagi Eropa. Pilihan ini terlihat lebih dan lebih mungkin dengan fakta-fakta di lapangan terlepas dari retorika yang datang dari London, Washington dan Paris. Pengumuman bahwa Perancis, Italia dan Inggris akan mengirimkan tim-tim kecil perwira militer untuk membantu melatih pasukan oposisi Libya berpotensi menjadi awal pembentukan pasukan darat asing. Pada tanggal 22 April 2011, Inggris mengkonfirmasi bahwa tiga kapal yang mengangkut 600 marinir berada dalam rute menuju Siprus. Misi mereka seharusnya tidak ada hubungannya dengan Libya, dan merupakan latihan yang direncanakan sebelumnya. Tapi lokasi dan waktu tidak dapat diabaikan dan posisi dan kemampuan mereka merupakan infanteri angkatan laut sehingga mereka bisa dipanggil dalam segala kemungkinan.