Targetnya Memuluskan RUU Intelejen dan Menjauhkan Ummat dari Islam
HTI Press. Isu-isu terorisme tampaknya masih menjadi isu menarik bagi ummat Islam di Banjarbaru. Buktinya, diskusi publik pra konferensi rajab 1432 H yang digelar DPD II Kota Hizbut Tahrir Indonesia Banjarbaru di Aula DPRD Kota Banjarbaru, Minggu (8/5) mampu menyedot ratusan massa dari beragam latar belakang.
Salah seorang narasumber, Ust Muhammad Taufik NT MSi dalam keterangannya mengatakan, kerap kalinya isu terorisme mencuat sejatinya merupakan buntut dari pengalihan perhatian masyarakat dari rencana pemerintah memuluskan keinginan yang bakal berdampak buruk bagi masyarakat.
“Negara kita ini kan sekarang sudah dikenal dengan sebutan Negara seribu satu berita, satu berita muncul ditutupi dengan seribu berita lainnya. Akhirnya banyak kasus seperti Bank Century dan kasus-kasus yang melibatkan campur tangan elit pemerintah lolos dan tidak pernah tuntas,” ujar Ketua Lajnah Tsaqofiyah DPDI Hizbut Tahrir Indonesia Kalimantan Selatan ini.
Kondisi serupa katanya juga terjadi seperti sekarang ini, ditengah keinginan memuluskan Rancangan Undang-Undangan Intelejen, berita gerakan NII pun dihembuskan. Padahal menurutnya, persoalan gerakan NII bukanlah hal baru. Gerakan ini sudah ada sejak beberapa puluh tahun lalu. Kasus hilangnya anggota keluarga juga sudah terjadi sejak lama, namun tak pernah ada tindakan dari aparat berwenang.
Senada dengan itu, Aktifis DPD II Hizbut Tahrir Indonesia Kota Banjarbaru, Ust Ali Imran SPd dalam paparannya juga menyatakan, mencuatnya kembali kasus NII di tengah berbagai persoalan yang tengah membelit bangsa ini dan pembiaran oleh aparat berwenang sangat boleh jadi dilakukan untuk memunculkan ketakutan di tengah masyarakat terhadap kegiatan dakwah (pengajian, training-training keislaman dan sebagainya) dan gagasan mengenai penegakan syariah.
Buktinya kata dia, sekarang ini ada usaha sistematis untuk misalnya, mengawasi kegiatan-kegiatan dakwah di sekolah-sekolah dan kampus. Juga munculnya ketakutan di berbagai tempat sehingga mencegah anggota keluarganya ikut dalam kegiatan pengajian.
“Dihembuskannya kembali gerakan NII dengan isu globalnya terorisme ini juga untuk makin mematangkan situasi dan kondisi serta psikologi masyarakat dalam rangka memuluskan pengesahan RUU Intelijen,” katanya.
Sementara katanya, RUU Intelijen yang tengah dibahas di DPR ini justru akan melahirkan kembali rezin represif. Sebab, salah satu dari lima point potensi tersebut tidak memberikan definisi yang jelas terhadap istilah-istilah seperti ancaman nasioal, keamanan nasional dan musuh dalam negeri.
“Akhirnya akan bersifat subyektif, maka penafsirannya pun akan tergantung selera pemegang kebijakan dan kendali terhadap operasional intelijen. Jika sudah begini, bukan tidak mungkin kegiatan keislaman yang tidak disukai intelejen yang sudah berkiblat pada asing akan dianggap ancaman, meskipun sebenarnya hanya kegiatan yasinan saja,” pungkasnya. [*]