Bagi kebanyakan Muslim, pidato Obama tampak seperti retorika curang Amerika yang sama, yang tidak sesuai dengan realitas mereka yang membunuhi rakyat tidak berdosa, memberi dukungan bagi para diktator dan mengeksploitasi sumber daya alam.
Pidato Obama tentu saja ditujukan untuk audiens dalam negeri. Jajak pendapat terbaru yang dilakukan oleh Pew Public Opinion di Yordania, Turki, Mesir + Palestina – setelah terjadi gelombang pemberontakan di Timur Tengah – menunjukkan hanya 20% atau kurang rakyat yang memberi dukungan bagi Amerika Serikat. Obama mungkin tidak percaya bahwa dia akan mempengaruhi hasil jajak pendapat ini dengan pidato seperti ini.
Sebaliknya, ia berbicara kepada audiens dalam negerinya dengan menjelaskan mengapa Amerika perlu tetap terlibat di Timur Tengah, sambil membenarkan mengapa para pembayar pajak Amerika harus membayar pajaknya untuk memberikan bantuan ekonomi di wilayah tersebut.
Dia malu bahwa kebijakan Amerika yang pertama dan terutama untuk wilayah itu adalah bagi kepentingan Amerika – dan kepentingan-kepentingan itu adalah untuk mengamankan Israel, mengamankan pasokan Minyak dan mencegah kebangkitan Islam [dengan cara berbohong yakni untuk mencegah ‘terorisme’ ]
Dia mengatakan: Selama beberapa dekade, Amerika Serikat telah mencapai serangkaian kepentingan utama di wilayah ini: memerangi terorisme, dan menghentikan penyebaran senjata nuklir; mengamankan perdagangan bebas dan menjaga keamanan wilayah ini ; mendukung keamanan bagi Israel dan mencapai perdamaian Arab-Israel. Kami akan terus melakukan hal-hal ini … Kami percaya bahwa tidak seorangpun yang akan mengambil manfaat dari perlombaan senjata nuklir di wilayah tersebut, atau serangan-serangan brutal al Qaeda. Kami percaya bahwa orang di mana pun akan melihat ekonomi mereka lumpuh dengan terputusnya pasokan energi.
Dia menyoroti Mesir dan Tunisia dengan mengatakan:
Pertama, akan menjadi kebijakan Amerika Serikat untuk mempromosikan reformasi di seluruh wilayah, dan mendukung transisi menuju demokrasi. Upaya tersebut dimulai di Mesir dan Tunisia, di mana taruhannya tinggi – karena Tunisia berada di garda depan gelombang demokrasi ini, dan Mesir adalah merupakan mitra lama dan negara Arab terbesar di dunia.
Dia tampak menyiratkan bahwa Amerika, untuk kepentingannya sendiri, ingin mencoba mencuri Tunisia dari negara penakluk tradisional kolonialnya yakni Inggris dan Eropa.
Mengenai Mesir, dia menekankan betapa pentingnya untuk tetap terlibat dan membantu negara itu dengan dana. Namun, Stratfor, lembaga pengkajian kebijakan analitis mengkonformasikan pada hari yang sama mengenai sifat palsu perubahan itu: “Hal ini terus mengulangi kenyataan bahwa apa yang terjadi di Mesir pada bulan Januari dan Februari bukan merupakan revolusi. Tidak ada perubahan rezim; malahan yang ada adalah pelestarian rezim, melaluii kudeta militer yang dirancang secara hati-hati dengan menggunakan 19 hari demonstrasi populer menentang Mubarak sebagai tindakan untuk menglabui agar bisa mencapai tujuan …. Apa yang berubah adalah bahwa untuk pertama kalinya sejak tahun 1960-an, militer Mesir menemukan dirinya bukan hanya berkuasa, tetapi juga bisa memerintah, meskipun hanya merupakan pemerintahan sementara (yang ditunjuk sendiri oleh SCAF ). ”
Obama mengangkat isu ketakutan akan sektarianisme dan konflik keagamaan sementara mengabaikan kenyataan bahwa di bawah Khilafah orang-orang dari agama yang berbeda hidup berdampingan di wilayah itu dengan adil dan aman,
Obama berbicara tentang perubahan besar di wilayah itu tapi kemudian mengancam akan ‘mendukung’ wilayah itu dengan pinjaman dari IMF dan Bank Dunia – sesuatu yang telah menjadi bencana bagi wilayah-wilayah lain di dunia.
Pidato itu sangat menekankan bahwa Amerika agar terlibat di negara-negara tersebut karena kesempatan ekonomi, liberalisasi pasar dan dengan demikian dapat mempertahankan eksploitasi mereka. Hal penting yang dia katakan
… Sangat penting untuk dapat fokus pada perdagangan, bukan hanya pada bantuan (aid); pada investasi, bukan hanya pada bantuan ekonomi (assistance). Tujuannya haruslah sebuah model di mana proteksionisme memberikan jalan bagi keterbukaan …. karena itu dukungan Amerika bagi demokrasi akan didasarkan untuk memastikan stabilitas keuangan, mempromosikan reformasi, dan mengintegrasikan pasar yang bisa bersaing satu sama lain dan ekonomi global. Dan kami akan mulai dari Tunisia dan Mesir.
Pertama, kami telah meminta Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional untuk mempresentasikan rencana mereka pada pertemuan puncak G8 pekan depan atas apa yang perlu dilakukan untuk menstabilkan dan memodernisasikan ekonomi Tunisia dan Mesir ….
Kedua …. kita akan meringankan beban ekonomi Mesir yang demokratis dengan pengurangan hutang hingga $ 1 miliar, dan bekerja dengan mitra Mesir kami untuk menginvestasikan sumber daya ini untuk mendorong pertumbuhan dan kewirausahaan. Kami akan membantu Mesir memperoleh kembali akses ke pasar dengan menjamin $ 1 milyar pinjaman yang diperlukan untuk membiayai infrastruktur dan penciptaan lapangan kerja. …
Ketiga, kami bekerja dengan Kongres untuk membuat Perusahaan Pendanaan untuk melakukan investasi di Tunisia dan Mesir. …
Banyak orang telah berbicara tentang Rencana Marshal (Marshal Plan) bagi Timur Tengah tanpa mengingat bahwa pasca perang dunia II rencana bagi Eropa dan Jepang adalah menjadikan negara-negara itu berhutang kepada Amerika selama setengah abad.
Obama bersikap munafik karena mengabaikan dukungan Amerika bagi Mubarak, Assad, al-Khalifa dan lain-lain selama beberapa dekade, sambil mengatakan bahwa dia berada di sisi rakyat!
Dia juga mengulangi proposal yang sama bagi wilayah pendudukan Palestina – sebuah solusi apa yang disebut ‘solusi dua-negara’ – dengan syarat bahwa Palestina mengakui Israel – juga menyebutkan bahwa Israel memiliki hak untuk menjaga keamanan sendiri tapi Palestina masa depan senjatanya harus dilucuti.
Kebohongan pidato Obama dapat terpapar dengan melihat kebijakan Amerika terhadap Pakistan – di mana Amerika masih membom, menenggelamkan pasukan keamanan, dan mempertahankan para politisi korup untuk tujuan sendiri. Hal ini dapat terpapar atas dukungan Amerika bagi pemerintah Fasis Hassina di Bangladesh.
Rakyat di dunia Muslim seharusnya melihat solusi Obama bagi wilayah itu sebagai ancaman – karena pasti hal itu menunjukan siapa mereka. Itu adalah Amerika Serikat yang senantiasa melakukan intervensi untuk mempertahankan kontrol dan eksploitasi bagi kepentingan-kepentingannya sendiri.
Kita tidak boleh membiarkan hal ini, melainkan kita harus mencari perubahan nyata di bawah negara Khilafah – yang akan menggantikan para tiran dan diktator, menghapus pendudukan di tanah Muslim, dan memerintah untuk kepentingan rakyat – berdasarkan Al Quran dan Sunnah. (khilafah.com, 20/5/2011)