Dr. Ahmad Al-Tayeb Syaikh al-Azhar mengumumkan kemarin tentang rencana mengadopsi inisiatif “Piagam al-Azhar” yang berisi pemikiran dasar tentang hubungan antara agama, masyarakat dan negara, serta penerapan sistem demokrasi yang didasarkan pada pemilihan umum yang bebas langsung, periodeisasi kekuasaan dan pembatasan wewenang.
Hal itu disampaikan selama pertemuan kedua yang diselenggarakan oleh Syaikh al-Azhar dengan para intelektual Mesir di kantor Syaikh al-Azhar. Sementara di antara para intelektuan yang turut berpartisipasi dalam penyusunan “piagam al-Azhar” adalah Dr. Jabir Ushfur, salah seorang tokoh terkemukan pengusung arus sekulerisme di Mesir.
Piagam tersebut berisi penegasan kembali terhadap komitmen perjanjian internasional, dan menjaga kekayaan peradaban dalam hubungan masyarakat dan hubungan internasional, hal itu karena kesesuaiannya dengan tradisi luhur budaya Islam dan budaya Kristen, serta kesesuaiannya dengan pengalaman budaya bangsa Mesir, dan kesungguhan dalam menjaga kehormatan.
Piagam ini menegaskan kesucian peran peribadahan Islam dan Kristen, serta perlindungannya; berusaha untuk mencapai tingkatan keadilan sosial yang tertinggi; mengedepankan pembangunan; memerangi kemiskinan dan pengangguran; membangkitkan Mesir di semua sektor ekonomi, sosial dan budaya, sebagai prioritas tertinggi dalam proses transformasi demokratis.
Para intelektual Mesir memutuskan bahwa al-Azhar dan Dar al-Ifta Mesir, keduanya adalah badan yang menentukan referensi Islam, dengan tidak mengebiri hak bagi semua untuk menyampaikan pendapat yang telah memenuhi syarat-syarat ijtihad, berpegang teguh dengan norma-norma dialog, dan tidak menyimpang dari apa yang telah disepakati bersama.
Pada akhir pertemuan, Syaikh al-Azhar memutuskan untuk mengadakan pertemuan berkala dengan para intelektual intelektual melihat efektifitasnya. Dikatakan bahwa ia merancang pertemuan yang akan diselenggarakan pekan depan untuk membahas konsep negara sipil dan mekanisme pengembangan pendidikan agama (islammemo.cc, 23/5/2011).
perlu beberapa pertimbangan
1. kita selidiki dahulu kebenaran berita ini.
2. jika terbukti bersalah, maka sudah semestinya kita membeberkan tingkah yang mengundang murka Allah ini.
3. inilah salah satu dampak ketika hukum Allah tidak direpakan. akan kita dapati banyak orang yang mendapat gelar dari manusia sebagai ulama, tetapi ia tidak takut kepada Allah. sungguh kecintaan pada dunia dan ketakutan yang begitu lebay-nya terhadap kematian telah membutakan mata, menulikan telinga, dan membodohi hatinya yang dahulu bersih.