MUI dan HTI: RUU Intelijen Jangan untuk Kedzaliman

Jakarta. Majelis Ulama Indonesia dan Hizbut Tahrir Indonesia sepakat bahwa intelijen negara memang harus ada dalam sebuah negara.  Akan tetapi,  melihat Rancangan Undang Undang Intelijen yang sedang digodok DPR sekarang  , kedua lembaga keislaman tersebut menilai ada beberapa pasal yang dapat disalahgunakan pihak tertentu untuk memberengus dakwah Islam. Seharusnya UU Inteligen lebih difokuskan untuk mendeteksi ancaman dari luar yaitu negara-negara imperialis. Bukan malah ditujukan kepada masyarakat.

“Bila melihat daftar intventaris masalah (DIM) yang diajukan pemerintah malah bisa menimbulkan madharat yang besar kepada umat khususnya terkait dengan dakwah,” ujar Jubir HTI Muhammad Ismail Yusanto saat diterima para ketua harian MUI Pusat, Selasa (24/5) siang di Kantor MUI Pusat, Jakarta.

Menurut Ismail, setidaknya sampai HTI dan ormas-ormas Islam lainnya audiensi ke Komisi I DPR RI pada Rabu (18/5) ada lima poin yang harus diwaspadai dari RUU tersebut. Salah satunya adalah adannya frase yang tidak didefinisikan dengan jelas, sehingga berpeluang menjadi pasal karet, seperti frase “ancaman nasional” dan “keamanan nasional” dan “musuh dalam negeri”, tidak jelas siapa dan apa kriterianya.

Sehingga orang yang kritis terhadap pemerintah bisa dituduh sebagai “musuh dalam negeri”. “Apalagi di RUU disebutkan intelijen negara sebagai lembaga pemerintah bukan lembaga negara,” ujarnya.

Sependapat dengan Ismail, Sekjen MUI Pusat KH Ichwan Syam menyatakan bahwa definisi itu penting sehingga jelas dan tidak multi tafsir. Di samping itu, ia pun menginginkan UU Intelijen yang disahkan nantinya untuk menginteli pihak asing.

“Intelijen ini harus diupayakan untuk membendung intelijen asing. Jadi jangan untuk menginteli ke dalam, karena itu sudah ranahnya polisi,” lontarnya.

Sedangkan Ketua MUI KH Makruf Amin menyatakan UU Intelijen memang diperlukan terutama menjaga keselamatan negara, untuk mencegah lebih dini ancaman terorisme, sparatisme dan lain-lain. “Tapi jangan sampai intelijen negara digunakan untuk melakukan kedzaliman,” tegasnya.

Untuk itu, ia pun menyatakan kritik HTI terkait RUU Intelijen tersebut akan ditampung dan dibahas oleh Komisi Hukum dan Perundang-undangan MUI Pusat.

Selain Ismail, di antara delegasi HTI tersebut nampak hadir pula para ketua DPP HTI yakni: Muhammad Rahmat Kurnia, Rokhmat S Labib, Farid Wadjdi, Abdullah Fanani dan Harits Abu Ulya.

Dalam kesempatan itu, HTI pun mengabarkan agenda Konferensi Rajab yang dilaksanakan sepanjang bulan Juni di 32 kota provinsi dan puncaknya diselenggarakan di Stadion Lebak Bulus, Jakarta, pada 29 Juni 2011.

“Bukan bermaksud untuk memperingati keruntuhan khilafah Islam, sehari setelah peringatan Isra Mi’raj pada 1924 lalu tetapi ini merupakan momentum untuk mengingatkan umat akan kewajiban menegakkan kembali syariah Islam dalam bingkai khilafah!” jelas Ismail.

“Semoga sukses dan memberikan pencerahan kepada umat,” ujar Ichwan Syam. Hal senada pun diungkapkan para ketua MUI lainnya yakni KH Muhyiddin Junaidi dan KH Slamet Effendi Yusuf.[] joko prasetyo/mediaumat.com

One comment

  1. Perubahan dunia dari kehinaan sekulerisme-demokrasi-kapitalisme menuju Al-Mabda’ Al Islamiyah: Syariah dan khilafah adalah aktifitas politik bukan aktifitas ‘ibadah mahdhoh dan majelis dzikir kerohanian,melainkan aktifitas dakwah politik,karena Khilafah pasti institusi politik…Nah aktifitas HTI dan MUI ini salah satu contohnya, Jadi fakta sudah bicara…Khilafah adalah janji Allah yang terwujud oleh aktifitas politik,Jadi bagi teman-teman yang ingin memilih aktifitas dakwah yang shohih harus pandai membaca fakta,kalau hanya dengan dalil-dalil naqly,semua kelompok dakwah pakai dalil..KOMENTAR INI UNTUK TEMAN-TEMAN YANG GAMANG MEMILIH KELOMPOK DAKWAH YANG SERING KETEMU SAYA.AL-FAQIR jAGA SUKMA

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*