Selama ini Singapura merupakan surga bagi para koruptor Indonesia. Mereka yang melarikan diri ke negara itu tak bisa disentuh oleh aparat penegak hukum. Itu sebabnya hingga kini belum ada perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Singapura.
Kenapa pemerintah tak mengupayakan perjanjian itu? Upaya pemerintah Indonesia untuk membuat perjanjian ekstradisi sebenarnya sudah lama dilakukan. Namun, syarat yang diajukan Pemerintah Singapura dipandang sangat berat. Negeri kepala singa tersebut meminta wilayah.
“Sebetulnya, dulu sudah pernah dirintis membuat perjanjian dengan Singapura. Tapi, kita tidak mau menandatangani karena Singapura meminta satu daerah di tempat kita untuk dijadikan tempat pelatihan militer. Waktu itu DPR tidak setuju. Waktu itu saya jadi anggota DPR, jadi sekarang tidak bisa ditindaklanjuti,” tutur Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Patrialis Akbar di Gedung Kemhuk dan HAM, Jakarta, Kamis (9/6/2011).
Menurutnya, permintaan Singapura ini tidak lazim. Sejumlah perjanjian esktradisi yang dibuat Pemerintah Indonesia dengan negara-negara lain di dunia tidak pernah ada yang mensyaratkan hal seperti itu.
“Sebetulnya ekstradisi enggak ada kaitannya dengan latihan militer dong. Di mana-mana, di seluruh dunia, enggak ada yang kayak begitu,” ujar Patrialis.
Kebutuhan akan perjanjian ekstradisi dengan Singapura kembali mencuat setelah sejumlah orang yang terkait dalam satu kasus di Indonesia “melarikan diri” ke negara tersebut. Sebelumnya, Gayus Tambunan yang terlibat dalam perkara mafia hukum dan pajak hengkang ke Singapura. Ia bersedia dibujuk pulang oleh Satgas Pemberantasan Mafia Hukum.
Nunun Nurbaeti, tersangka kasus dugaan suap cek perjalanan dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Idonesia yang dimenangi Miranda Goeltom pada tahun 2004, juga sempat diduga “bersembunyi” di sana. Belakangan, jejak Nunun terendus di Thailand dan Kamboja.
Saat ini mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin mengaku tengah menjalani perawatan di Singapura. Nama Nazar disebut-sebut dalam sejumlah kasus hukum di Indonesia.
Seperti diketahui, belakangan Indonesia terbilang sulit untuk memulangkan tersangka kasus dugaan suap pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia 2004, Nunun Nurbaeti. Ia dikabarkan berangkat ke Singapura sejak 2010 dan tak pernah kembali. Hingga saat ini Komisi Pemberantasan Korupsi belum bisa mendatangkan Nunun karena terganjal persoalan, salah satunya adalah tak adanya perjanjian ekstradisi dengan Singapura. (kompas.com, 9/6/2011)