Deputi Direktur Bidang Riset Reforminer Institute Komadi melihat kenaikan elpiji non subsidi yaitu tabung 12 dan 50 kg akan memiliki dampak signifikan di masyarakat. Ia memperkirakan kenaikan tersebut akan mengakibatkan migrasi dan inflasi.
“Berdasarkan kajian kami, dampaknya ada 2, yaitu migrasi dan inflasi,” kata Komaidi ketika dihubungi, Selasa (21/6).
Komaidi menuturkan, jika kenaikan harga elpiji non subsidi tersebut lebih dari 10%, maka sebagian besar konsumen akan berpindah menggunakan elpiji tabung 3 kg yang notabene harganya lebih murah karena disubsidi pemerintah.
Seperti diketahui elpiji tabung 3 kg dijual dengan harga sekitar Rp4.500 per kg. Sementara tabung 12 kg dijual sebesar Rp5.850 per kg dan tabung 50 kg dijual sebesar Rp7.500 kg. Sedangkan harga keekonomian elpiji seharusnya berada pada sekitar Rp9.000 per kg.
Selain terjadinya migrasi pengguna, kenaikan elpiji non subsidi akan berdampak pada peningkatan inflasi. Dalam hitungannya, Komaidi menyebutkan bahwa kenaikan harga elpiji non subsidi lebih dari 10%, maka inflasi akan meningkat sekitar 0,6%.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Mustafa Abubakar sebelumnya memberi sinyal positif bagi PT Pertamina untuk menaikkan harga elpiji 12 dan 50 kg. Namun ia belum menyatakan besaran dan waktu kenaikan harga tersebut. “Prinsipnya Menteri BUMN sependapat untuk mengurangi beban kerugian dari Pertamina,” kata Mustafa.
Menurutnya kenaikan harga LPG tersebut masih dibahas bersama dengan Menteri Keuangan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), dan Pertamina sehingga belum diketahui pasti besaran dan waktu kenaikan harganya. (mediaindonesia.com, 22/6/2011)