Dalam kolom “al-Jaus bil Kalimat, penyidikan dengan kata-kata” surat kabar ash-Shahafah, edisi: 6460, tanggal 11 Juli 2011, mempublikasikan makalah yang ditulis oleh Muhammad Kamil, dengan judul: “Berdera Israel Berkibar di Juba”.
Bukan suatu kebetulan bahwa beberapa orang yang merayakan pesta keberhasilan pemisahan Sudan Selatan sengaja membawa bendera entitas Zionis, entitas perampas, serta mengibarkannya ke arah media massa dan kamera televisi satelit. Pemandangan ini dimaksudkan untuk mengirim pesan yang jelas dan tidak ditutup-tutupi kepada semua rakyat Sudan Utara, bahwa Sudan Selatan akan menjalin hubungan dengan negara Israel sebagai perang balasan atas Sudan Utara. Ya, pesan yang jelas. Namun, yang menyedihkan ternyata mereka yang dikirimi pesan tidak tahu bahwa Sudan Utara pada hari itu tampaknya lebih dekat dengan Israel daripada sebelumnya. Mengingat bahwa pengakuan negara ibu atas kelahiran Negara Selatan merupakan restu terhadap rencana Zionis untuk membagi Sudan secara praktis. Dan pemerintah kita sebenarnya telah merestui rencana itu ketika ia menandatangani perjanjian Naivasha selama lima atau enam tahun. Padahal pemerintah tahu siapa arsitek perjanjian ini. Namun mengapa pemimpin kedua pihak begitu semangat untuk menandatanganinya.
Sungguh hal ini merupakan kehinaan dan aib yang menghantui Sudan di saat dunia sedang menuju persatuan terlepas dari adanya berbagai perbedaan, sementara Sudan berlari menuju pembagian berdasarkan ras, warna kulit dan suku. Sungguh ini merupakan bentuk kemunduran yang terbaru. Oleh karena itu, para generasi Sudan yang muhlis merasak sesak dan sedih. Mereka terus mengikuti kejadian yang semakin menegaskan kebodohan para politisi Sudan.
Kekuatan yang masih menempel pada dinding rumah Presiden Abdullah Khalil, satu-satunya adalah Salwa, yang masih tersisa dari pemisahan Sudan Selatan atas tanah air Sudan. Sementara hari-hari kelam akan datang pada pihak-pihak yang merasa mendapat kehormatan dengan melaksanakan rencana asing, lebih besar dari kejahatan yang dilakukan terhadap hak tanah air yang dibangun leluhur, yang telah mengorbankan jiwa dan raganya demi persatuan, namun mereka sekarang membiarkan Sudan dirampas dan dijarah oleh keserakahan geng-geng penjahat dunia Barat.
Kami memiliki Salwa yang lain dalam pernyataan Hizbut Tahrir. Kami sampaikan pernyataan Hizbut Tahrir dengan judul: “Sudan Selatan Telah Hilang, Perasaan Mereka Yang Ikhlas Berlawanan Dengan Mereka Yang Jahat”.
Dengan dihadiri Presiden Pemerintah Sudan, para pemimpin partai politik dan wakil-wakil mereka, pada tanggal 9 Juli 2011 di kota Juba diproklamirkan lepasnya bagian yang berharga dari tanah kaum Muslim, didirikan entitas di atasnya, dengan warna Kristen yang mendapat arahan anak tiri perempuan kafir Barat, yaitu negara kecil Yahudi. Dan dengan proklamasi ini, kafir Barat “Amerika dan Eropa” telah berhasil meletakkan batu pondasi untuk rencana mereka dalam rangka merobek-robek Sudan yang dilakukan melalui tangan-tangan anak bangsa sendiri.
Mereka yang mukhlis di antara generasi umat Islam yang agung, hari ini sedang diselumuti kesedihan, karena sikap abai pemerintah dan para politisi di negeri ini. Mereka yang mukhlis menginginkan negara mereka tetap bersatu dan utuh, sementara pemerintah dan para politisi mengkhianati amanah, dan menyia-nyiakannya. Kami di Hizbut Tahrir – wilayah Sudan terkait proklamasi yang menjengkelkan ini, kami katakan:
Pertama, tanggal 9 Juli 2011 merupakan hari kesedihan atas penyia-nyiaan kami terhadap tanah Islam yang telah dibanjiri oleh darah suci generasi kaum Muslim. Dan kami akan menjadikan kesedihan ini sebagai pendorong untuk mendirikan Khilafah. Sebab, Khilafah satu-satunya yang akan menjaga tanah dan darah kaum Muslim. Rasululah Saw bersabda: “Pemimpin tidak lain adalah perisai.” (HR. Bukhari).
Kedua, kami akan membebankan dosa kejahatan pemisahan Sudan Selatan pada pemerintah yang telah memposisikan dirinya sebagai pelayanan Amerika, dan mengkhiati pernyataan pertama yang dibuatnya sendiri untuk terus menjaga dan mempertahankan kesatuan negara; dan akan membebankannya pada kekuatan politik yang terlibat dalam kejahatan ini, yang berkonspirasi dalam konferensi Asmara terhadap isu-isu penting dengan menandatangani hak menentukan nasib sendiri bagi Sudan Selatan. Kemudian mereka semua, bukannya kembali kepada al-hak (syariah Islam) yang mulia, justru mereka turut bersuka ria merayakan penghancuran negara kita. Mereka sama sekali mengabaikan perasaan umat. Benarlah Rasulullah Saw dengan sabdanya: “Jika kamu tidak punya malu, maka berbuatlah sesukamu.” (HR. Ahmad).
Ketiga, ketidakmampuan pemerintah dan pusat politik dari meleburkan rakyat dalam satu wadah, tidak lain karena mereka tidak memiliki wadah ini, yakni ideologi Islam yang agung, yang telah berhasil meleburkan masyarakat dan kelompok etnis selama berabad-abad dalam satu umat. Allah SWT berfirman: “Walaupun kamu membelanjakan semua yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha Gagah lagi Maha Bijaksana.” (TQS. Al-Anfal [8] : 63).
Wahai kaum Muslim: Sesungguhnya malam yang sangat gelap ini ada menjelang terbitnya fajar Khilafah Rasyidah. Dan kemudian, “Orang-orang yang zalim itu kelak akan mengetahui ke tempat mana mereka akan kembali.” (TQS. Asy-Syuara [26] : 227).
Sumber: hizb-ut-tahrir.info, 12/7/2011.