Sebuah laporan mengatakan bahwa Badan Intelijen Pusat AS (CIA) memberikan bantuan kepada Kepolisian Distrik New York (NYPD) untuk memata-matai warga Amerika, khususnya Muslim.
Sejak serangan 11 September, dengan bantuan CIA, NYPD mengirim petugas yang menyamar ke lingkungan minoritas sebagai bagian dari program pemetaan manusia, kantor berita AP melaporkan Rabu (24/8).
Sebuah investigasi menunjukkan petugas yang menyamar itu telah mengumpulkan informasi terkait kehidupan sehari-hari warga di toko buku, bar, kafe dan klub malam.
Laporan itu menambahkan, NYPD telah mempekerjakan agen cerdas, yang dikenal sebagai “penjilat masjid,” untuk memata-matai Muslim dan memantau isi khutbah, bahkan ketika tidak ada bukti kesalahan.
Associated Press menjelaskan bahwa laporan ini ditulis berdasarkan dokumen dan wawancara dengan lebih dari 40 anggota aktif dan mantan Kepolisian Distrik New York serta pejabat federal.
“Sebagian besar pejabat terlibat langsung dalam perencanaan dan pelaksanaan operasi rahasia ini,” tulisnya.
Laporan itu juga mengatakan, NYPD beroperasi jauh di luar wilayahnya dan menarget kelompok-kelompok etnis, yang mana jika misi itu dilakukan oleh pemerintah federal berarti melanggar undang-undang kebebasan warga.
Operasi tersebut mendapat bantuan CIA, sehingga mengaburkan garis batas antara aktivitas intelijen di dalam negeri dan luar negeri.
Kebanyakan operasi itu dilakukan dengan bantuan CIA, yang sebenarnya dilarang memata-matai warga Amerika. CIA adalah agen intelijen untuk operasi di luar negeri dan FBI di dalam negeri. Namun peran CIA itu disisipkan sedemikian rupa ke dalam peran unit intelijen NYPD.
Kelompok kebebasan sipil mengecam praktek seperti itu dan menyerukan penyelidikan.
Menyusul permintaan investigasi oleh Dewan Hubungan Amerika-Islam (CAIR), seorang Muslim terkemuka organisasi hak-hak sipil menyatakan Departemen Kehakiman AS akan meluncurkan penyelidikan atas laporan tersebut.
“Apa yang mereka lakukan adalah operasi ilegal,” kata Gadeir Abbas, seorang staf pengacara staf CAIR. Namun, NYPD menolak laporan itu dan menilainya sebagai fiksi. (republika.co.id, 25/8/2011)