24 Agustus , 2011 ·
Barat menawarkan pelajaran mengenai demockasi di Libia Baru ; bagaimana menhindari kekacauan yang kita sendiri timbulkan kepada rakyat Irak
Para penguasa Arab yang tersisa dan para tiran hanya menghabiskan waktunya sedetik saja untuk tidur. Berapa lama lagi waktu yang dibutuhkan sebelum para pembebas Tripoli bermertamorfosa menjadi para pembebas di Damascus dan Aleppo dan Homs? Atau di Amman? Atau Jerusalem? Atau Bahrain atau Riyadh? Waktunya tidak akan sama, tentu saja.
Arab Spring-Summer-Autumn telah membuktikan bahwa hal itu bukanlah hanya batas kolonial yang tetap tidak terusik – saya kira itu suatu penghargaan yang mengerikan atas imperialisme – tapi setiap revolusi memiliki karakteristiknya sendiri. Jika semua pemberontakan Arab telah menindas para pejuangnya sendiri, beberapa pemberontakan bahkan lebih keras daripada yang lain. Sebagaimana yang dikatakan oleh putra Ghaddafi, Saif al-Islam pada awal kejatuhannya sendiri , “Libya bukanlah Tunisia, bukan pula Mesir … Hal ini akan menjadi perang saudara. Akan ada pertumpahan darah di jalan-jalan “Dan memang hal itu terjadi.
Dan jadi kita melihat kepada bola kristal. Libya akan menjadi negara adidaya di Timur Tengah – kecuali jika kita memaksakan sebuah pendudukan ekonomi sebagai harga untuk “membebaskan” Libya dengan pengeboman yang dilakukan NATO – dan hilangnya obsesi Ghaddafi yang menginginkan semakin sedikit negara Afrika, dan lebih banyak negara Arab di wilayah tengah dan selatan Afrika. Hal ini mungkin menginfeksi Aljazair dan Maroko untuk memperoleh kebebasannya. Negara-negara Teluk akan senang – sampai titik tertentu – karena sebagian besar menganggap Gaddafi sebagai orang dengan mental labil dan nakal. Tapi melengserkan para penguasa Arab tiran adalah permainan yang berbahaya apabila para penguasa Arab yang tidak terpilih itu ikut bergabung. Siapa yang sekarang masing ingat perang yang terlupakan tahun 1977, dimana Anwar Sadat mengirim pasukan pembomnya untuk meluluhlantakan pangkalan udara milik Ghaddafi – yang merupakan pangkalan udara yang sama yang diserang NATO selama beberapa bulan terakhir ini – setelah Israel memperingatkan presiden Mesir itu bahwa Gaddafi sedang merencanakan pembunuhan atasnya? Tapi diktator Gaddafi hidup lebih lama daripada Sadat selama 30 tahun.
Namun seperti yang lainnya, Libya menderita kanker dunia Arab: keuangan – korupsi – dan moral. Akankah masa depannya berbeda? Kita telah menghabiskan waktu terlalu banyak untuk menghormati keberanian rakyat Libya sebagai “pejuang kebebasan” ketika mereka bergegas melintasi padang gurun, sehingga terlalu sedikit waktu mengamati sifat dari binatang itu dan pemimpin Transitional National Council , Mustafa Abdul Jalil, masih belum mampu menjelaskan jika sahabatnya sendiri berkomplot dalam pembunuhan komandan tentara mereka sendiri pada bulan lalu. Barat sudah menawarkan pelajaran demokrasi pada Libya Baru, yang dengan sabar mengatakan kepada kepemimpinan yang belum terpilih itu tentang bagaimana menghindari kekacauan yang kita sendiri lakukan pada rakyat Irak ketika kita “membebaskan” mereka delapan tahun lalu. Siapa yang akan mendapatkan mendapatkan posisi dalam rezim baru – demokratis ataukah tidak – setelah berkuasa?
Dan sama seperti semua rezim baru yang berisi sosok-sosok gelap dari masa lalu – Adenauer di Jerman adalah seperti Maliki di Irak – sehingga Libya harus mengakomodasi suku-suku Gaddafi. Adegan di Lapangan Hijau kemarin yang menyakitkan mirip dengan pemujaan gila yang ditunjukkan di lokasi yang sama oleh Gaddafi hanya beberapa minggu lalu. Kemudian, ingatlah hari ketika de Gaulle diminta oleh seorang ajudan tentang bagaimana kerumunan orang ingin memberinya ucapan selamat setelah pembebasan Perancis tahun 1944 dan itu adalah sebagaimana banyaknya orang yang bertepuk tangan bagi Pétain beberapa minggu sebelumnya. “ILS sont les meme,” De Gaulle dikatakan telah menjawab. “Mereka adalah sama”.
Tidak semuanya sama. Bagaimana dunia akan segera mengetuk pintu rumah Abdulbaset al-Megrahi, pembom Lockerbie, yang sedang sekarat – jika memang dia bersalah atas kejahatan itu – untuk bisa menemukan rahasia umur panjangnya dan kegiatan yang dilakukannya pada dinas rahasia Gaddafi? Bagaimana para pembebas Tripoli akan segera mendapatkan file-file tentang minyak Gaddafi dan kementerian luar negeri untuk mengetahui rahasia urusan cinta Blair-Sarkozy-Berlusconi dengan penulis Kitab Hijau? Atau apakah hantu-hantu Inggris dan Perancis akan mengalahkan mereka untuk hal itu?
Dan berapa lama, kita harus bertanya, sebelum orang-orang Eropa meminta untuk tahu mengapa, jika NATO telah begitu sukses di Libya – sebagaimana yang diklaim oleh Cameron dan teman-temannya – mengapa itu tidak dapat digunakan untuk melawan tentara Assad di Suriah, dengan menggunakan Siprus sebagai teritorial pembawa pesawat, dan menghancurkan rezim dengan kekuatan 8.000 tank dan kendaraan lapis baja pada saat pasukan Assad mengepung kota-kota di negara mereka sendiri. Atau haruskah kita mengindahkan negara tetangga; Israel yang masih diam-diam berharap (seperti harapannya yang memalukan dalam kasus Mesir) bahwa seorang diktator akan bertahan menjadi seorang teman dan membuat perjanjian perdamaian tertinggi atas Golan.
Israel, yang telah memandang dengan begitu curiga dalam tanggapannya terhadap kebangkitan Arab – kenapa para pemimpinnya tidak menyambut revolusi Mesir, membuka lebar tangan mereka bagi rakyat yang menunjukkan bahwa mereka menginginkan demokrasi yang Israel selalu banggakan, dan bukan malah menembak mati lima tentara Mesir di Gaza dalam baku tembak baru-baru ini? – Begitu banyak yang harus direnungkan.
Ben Ali telah lengser, Mubarak lengser, Saleh kurang lebih juga lengser, Gaddafi digulingkan, Assad dalam bahaya, Abdullah dari Yordania masih menghadapi oposisi, minoritas Suni yang mnguasai monarki di Bahrain masih berharap untuk memerintah selama-lamanya. Hal-hal itu adalah peristiwa sejarah besar dimana Israel telah meresponnya dengan terkejut, sikap apatis yang bermusuhan. Pada saat itu, ketika Israel mungkin mengklaim bahwa negara-negara tetangga Arabnya hanya mencari kebebasan yang telah dimiliki Israel – bahwa ada persaudaraan demokrasi yang mungkin melampaui batas – negara itu menjadi dongkol dan membangun lebih banyak koloni di tanah Arab dan terus mendelegitimasi diri sendiri sambil menuduh dunia mencoba untuk menghancurkannya.
Tapi Imperium Utsmani tidak bisa dilupakan begitu saja dalam satu jam. Pada puncak kejayaanya, Anda bisa bepergian dari Maroko ke Konstantinopel tanpa selembar kertas pun. Dengan kebebasan di Suriah dan Yordania, kita bisa bepergian dari Aljazair ke Turki dan seterusnya ke Eropa tanpa begitu banyak visa. Imperium Ottoman telah lahir kembali! Kecuali bagi orang Arab, tentu saja. Pastikan mereka masih akan membutuhkan visa.
Namun, kita belum sampai di sana. Seberapa lama lagi kaum Syiah Bahrain dan penduduk Saudi yang lesu, yang duduk di singgasana dengan begitu banyak harta yang melimpah, akan bertanya mengapa mereka tidak dapat mengendalikan negara mereka sendiri dan menekan untuk menggulingkan para penguasa tak berguna mereka? Bagaimana murungnya Maher al-Assad, saudara Bashar dan komandan Brigade ke-4 Suriah terkenal keji, ketika harus mendengar telepon terakhir dari al-Jazeera kepada Muhamad Gaddafi. “Kami tidak memiliki kebijaksanaan dan pandangan ke depan,” keluh Muhammad kepada dunia sebelum tembakan memecah suaranya. “Mereka ada di rumah!”. Kemudian: “Allahu Akbar.” Dan sambungan teleponpun terputus.
Setiap pemimpin Arab yang tidak dipilih – atau pemimpin Muslim “terpilih” melalui penipuan – akan merenungkan suara seperti itu. Kualitas kebijaksanaan seperti ini tentunya jauh berkurang di Timur Tengah, pandangan atas keterampilan yang diabaikan baik oleh orang-orang Arab maupun orang-orang Barat . Timur dan Barat – jika secara kasar bisa dibagi seperti itu – keduanya telah kehilangan kemampuan untuk memikirkan masa depan. 24 jam berikutnya adalah yang hal terpenting. Apakah akan ada protes di Hama besok? Apakah yang Obama akan akan pada prime time di televisi? Apa yang akan dikatakan Cameron kepada dunia? Teori domino adalah penipuan. Revolusi Arab (Arab Spring) akan berlangsung selama berlangsung selama bertahun-tahun. Lebih baik kita berpikir tentang hal itu. Tidak ada “akhir sejarah”. (rza)
Sumber :Independent
Catatan:
-“The End of History” (Akhir Sejarah) adalah sebuah buku tulisan Francis Fukuyama.
-Ghaddafi adalah penulis buku Green Boook (Kitab Hijau/Kitabul Akhdlar/Green Book) yang mengijinkan berkembangnya faham atheisme di Libya. Ghadaffi juga ingin menggantikan posisi As-Sunnah dengan bukunya itu.
-Arab Spring adalah istilah Barat untuk Revolusi Arab. Spring bisa juga berarti nama sebuah musim di negara-negara dengan empat musim.
-Transitional National Council merupakan pasukan oposisi yang menguasai Libya pada saat ini.