Mari Kita Lupakan 9 / 11

Jika kita memiliki rasa hormat terhadap sejarah atau kemanusiaan, kita harus menghapus 9 / 11 dari kesadaran kolektif kita.

Oleh Tom Engelhardt

Yang saya bicarakan adalah mengenai upacara ulang tahun kesepuluh  9/11, dan segala sesuatu yang berkaitan dengan hal itu: pembacaan dengan khidmat nama-nama para korban, dentang lonceng, perhormatan dari para responden utama, pertemuan-pertemuan dengan para presiden, peresmian gedung peringatan yang baru, saat-saat keheningan. Semua pekerjaan itu.
Mari kita lakukan selagi kita bisa. Tutup Ground Zero. Keluarkan para wisatawan dari sana. Tutup “Reflecting Absence”, tugu peringatan yang dibangun di bawah “jejak kaki” Menara WTC dengan pepohonan, kolam-kolam raksasa,  dengan banyak air terjun sebelum diresmikan pada hari Minggu ini. Hentikan pekerjaan di bawah tanah pada National September Museum yang akan dibuka pada tahun 2012. Runtuhkan Freedom Tower (yang dijuluki 1 World Trade Center setelah perang “kebebasan” menjadi kacau balau), yakni gedung 102 lantai yang merupakan “pencakar langit yang paling mahal yang pernah dibangun di Amerika Serikat”. (Harga Perkiraan berkisar: $ 3.3 milyar). Hilangkan gedung yang sedang dibangun, yakni bangunan dengan tinggi 1.776 kaki , yang direncanakan sejak zaman keemasan George W Bush dan menjulang tinggi ke langit Manhattan seperti undangan untuk para teroris masa depan. Bongkar tiga menara kantor lainnya yang sedang dibangun di sana sebagai bagian dari program yang disponsori pemerintah dengan biaya konstruksi $ 11 milyar. Mari kita singkirkan semua itu. Jika kita menginginkan suatu peringatan 9 / 11, akan lebih tepat jika meninggalkan salah satu pecahan raksasa menara rusak disana agar tidak tersentuh.

Tanyakan pada diri sendiri: sepuluh tahun pasca 9/11, sudah cukupkah itu bagi diri kita sendiri? Jika kita memiliki rasa hormat terhadap sejarah atau kemanusiaan atau, masih tersisa kesopanan, bukankah waktunya untuk merobek perban penutup luka untuk menghilangkan luka, untuk menghapus 9 / 11 dari kesadaran kolektif kita? Tidak ada lagi doa bagi serangan itu dan kebalikannya untuk menjelaskan perang yang terjadi di Irak dan Afghanistan dan perang global melawan teror yang kita lakukan. Tidak ada lagi doa untuk 9 / 11 agar Pentagon dan badan keamanan nasional kebanjiran uang. Tidak ada lagi doa untuk 9 / 11 untuk membenarkan setiap pelanggaran atas kebebasan, setiap langkah baru bentuk memata-matai warga Amerika, segala bentuk penggeledahan dari mulai atas hingga bawah yang membuat tingkat ketakutan menjadi tinggi dan keamanan dalam negeri menjadi  seperti terancam.

Serangan 11 September 2001 adalah merupakan serangan yang mengerikan dalam arti yang kasar. Dan hal yang paling menyedihkan adalah bahwa sejak itu para korban dari serangan bunuh diri itu telah disalahgunakan dengan berkedok kesalehan acara peringatan. Negara ini telah menjadi tergantung pada para korban 9 / 11 – yang tidak memiliki cara untuk membela diri mereka terhadap bagaimana mereka telah disalah gunakan – sebagai penjelasan atas semua maksud bagi kebaikan kita sendiri dan kengerian yang kita berikan kepada orang-orang lain, bagi begitu banyak korban yang mati di Irak, Afghanistan, dan tempat-tempat lain yang darahnya ada di tangan kita.

Bukankah ini adalah waktunya untuk berhenti sama sekali? Untuk merelakan orang-orang yang telah mati? Mengapa terus mengulangi mantra 9 / 11 seolah-olah itu adalah semacam agama, ketika kita telah membuktikan bahwa kita, sebagai bangsa, tidak dapat mengatasinya – dan lebih buruk lagi, bahwa kita tidak layak menerimanya?

Kita akan lebih jika membuang ingatan dari 9 / 11 untuk bisa melupakan semua itu kalau saja kita bisa. Tapi tentu saja kita tidak bisa. Tapi kita bisa menghentikan peringatan ulang tahun. Kita bisa menghentikan permohonan kita atas 9 / 11 dengan cara yang bisa dibayangkan selama bertahun-tahun kemudian. Kita bisa berhenti menggunakan peristiwa itu agar membuat diri kita merasa seperti sebuah negara yang jauh lebih baik daripada yang kita rasakan sekarang. Singkatnya, kita bisa membiarkan para arwah yang sudah meninggal dalam damai dan melihat, kepada diri kita sendiri, orang-orang yang masih hidup,  dengan pandangan yang baik dan tajam, di depan cermin.
Upacara-upacara Kesombongan

Dalam waktu 24 jam sejak serangan 11 September 2001, koran-koran yang terbit pertama kali sudah memberi label lokasi di New York sebagai “Ground Zero”. Jika ada yang membutuhkan tanda bahwa kita lari dari jalur, karena ada kesalahan penilaian atas apa yang sebenarnya terjadi maka itu seharusnya sudah cukup. Sebelumnya, ungkapan “ground zero” hanya berarti satu: Itu adalah tempat di mana telah terjadi ledakan nuklir.

Fakta-fakta 9 / 11 adalah, dalam pengertian ini, cukup sederhana. Itu bukanlah serangan nuklir. Itu bukanlah serangan di hari kiamat. Awan asap di mana menara berdiri bukanlah awan jamur. Itu tidaklah berarti berakhirnya sebuah peradaban. Itu tidaklah membahayakan keberadaan negara kita – atau bahkan Kota New York . Memang itu tampak sebagai serangan spektakuler dan mengejutkan dari angka-angka korban tersebut, tapi operasi itu tak lebih dari serangan berteknologi lebih maju dari serangan yang gagal pada sebuah menara tunggal dari World Trade Center pada tahun 1993 oleh seorang muslim dengan menggunakan truk Ryder yang disewa dan dikemas dengan bahan peledak.

Suatu ilusi yang kedua yang sejalan dengan yang pertama. Hampir segera setelah peristiwa itu, para tokok kunci partai Republik seperti Senator John McCain, diikuti dengan George W Bush, dan tokoh-tokoh terkemuka di pemerintahannya, dan segera setelah itu, dalam genderang perjanjian, dan media pada umumnya menyatakan bahwa kita “sedang berperang“. Inilah yang dikatakan oleh Bush hanya tiga hari setelah serangan itu, “perang pertama di abad kedua puluh satu”.

Hanya masalahnya: tidaklah demikian. Meskipun berita-berita utama surat berteriak, Ground Zero bukanlah Pearl Harbor. Al-Qaeda bukanlah Jepang, juga bukan Nazi Jerman. Bukan juga Uni Soviet. Mereka tidak punya tentara, atau sumber keuangan, dan tidak memiliki negara (meskipun mendapat perlindungan minimal dari pemerintahan di Afghanistan, salah satu, negara yang paling terbelakang dan miskin di planet ini).

Dan belum ada tanda-tanda lain ke arah mana kita sedang menuju – siapa pun yang mengatakan bahwa ini bukanlah perang, bahwa ini adalah bukanlah tindak pidana dan beberapa macam tindakan polisi internasional, hanya tertawa (atau merasa diejek atau terhina) keluar dari kamar orang Amerika. Dan demikianlah imperium siap melakukan serangan balik (sama seperti yang diharapkan Osama bin Laden) dalam suatu “perang”, apokaliptik berskala planet- untuk melakukan dominasi dan disamarkan sebagai perang untuk bertahan hidup.

Sementara itu, rakyat sudah berkumpul untuk mengulang upacara nasional 9 / 11 dengan menekankan bahwa kita orang Amerika adalah korban terbesar, korban terbesar, dan dominator terbesar di planet Bumi. Itulah yang menyebabkan bahwa para korban 9 / 11 diubah menjadi agen potensial yang direkrut untuk melakukan revitalisasi perang gaya Amerika.

Dari semua ini, dari terlaksananya misi yang singkat pada bulan-bulan bulan setelah Kabul dan kemudian Baghdad jatuh, keangkuhan Amerika tampaknya tidak mengenal batas – dan itu saat itulah, bukan 9 / 11 itu sendiri, di mana inspirasi bagi “Freedom Tower” raksasa dan kemudian menjadi proyek bernilai miliaran dolar untuk peringatan di lokasi serangan New York itu akan terwujud. Adalah merupakan rasa kesombongan bahwa proyek-proyek raksasa yang dimaksudkan itu dimaksudkan untuk mengenang.

Pada ulang tahun kesepuluh 9 / 11, bagi kekuasaan imperium yang sekarang jelas compang-camping, jelas tampak merosot,  dengan tertatih-tatih berdiri di tepi bencana keuangan, dan babak belur oleh perang yang tidak pernah berakhir, kelumpuhan politik, saat-saat  masalah ekonomi yang mengerikan, infrastruktur yang hancur, dan cuaca yang aneh, semua ini harusnya menjadi sederhana dan jelas. Bahwa semua itu tidak memberitahu kita tentang berapa banyak shock therapy yang kita masih butuhkan.

Mengubur hasrat terburuk kehidupan Amerika
Adalah merupakan hal biasa, bahkan pada hari ini, untuk berbicara tentang Ground Zero sebagai “hallowed ground (tanah suci)”. Betapa salahnya hal itu. Sepuluh tahun kemudian, tempat itu dikatakan sebagai tanah yang terkotori dan kitalah yang menajiskannya. Bisa saja itu menjadi berbeda. Serangan 9 / 11 bisa saja seperti serangan Blitz di London pada Perang Dunia II. Sesuatu yang diingat dengan kebanggaan yang muram, dengan perasaan terbuka.

Dan jika itu hanyalah reaksi orang-orang di New York City yang harus kita ingat, baik yang telah mati maupun yang masih hidup, penanggap pertama dan penanggap terakhir, orang-orang yang menciptakan tugu peringatan dadakan bagi para korban dan pusat-pusat bagi orang-orang yang hilang di Manhattan, maka kita mungkin ingat 9 / 11 dengan kebanggaan yang sama. Secara umum, orang-orang New York adalah orang-orang yang terhormat, tulus, bijaksana, dan tidak pendendam. Mereka tidak memiliki rencana sebelumnya yang, pada tanggal 12 September 2001, mereka siapkan untuk menggalang dukungan bagi para korban yang berjumlah hampir 3.000 orang. Mereka tidak siap pada saat bencana terjadi –  hingga Menteri Pertahanan Donald Rumsfeld mengatakan dengan perkataan yang begitu klasik – “Seranglah secara besar-besaran. Sapulah semuanya. Semua yang terlibat ataupun tidak …”

Sayangnya, mereka bukanlah ukuran saat itu. Akibatnya, penggunaan 9 / 11 pada dekade sejak itu telah menambahkan kita ke dalam profil pengecut, tidakk berani, dan jika kita membiarkan itu digunakan dengan cara pada dekade berikutnya, kita akan merosot dalam sejarah dan diingat sebagai bangsa pengecut.

Hanya ada sedikit di planet ini dimana hidup lebih penting, atau lebih manusiawi, daripada penguburan dan mengingat kematian. Bahkan manusia purba Neandertal mengubur para leluhur mereka, mungkin dengan bunga, dan puluhan ribu tahun yang lalu, manusia awal, Cro-Magnon, sudah menguburkan mereka yang mati dengan rumit, dalam satu kasus dalam menguburnya dengan pakaian dengan lebih dari 3.000 manik gading yang dijahit, mungkin sebagai obyek penghormatan dan bahkan pengingat. Banyak dari apa yang kita ketahui tentang manusia prasejarah dan era awal sejarah kita berasal dari pekuburan umum (grave) dan pekuburan khusus (tomb) di mana itu disediakan untuk orang-orang yang sudah meninggal.

Dan tentu tugas kita di dunia ini yang kehilangan akan mengingat orang-orang yang telah mati, orang-orang yang dekat dengan kita dan berperan penting dalam kehidupan nasional kita atau bahkan kehidaupan planet ini. Banyak dari mereka yang mencintai dan dekat dengan para korban 9 / 11 sudah pasti akan lekat dengan upacara untuk mengelilingi para istri almarhum, suami, kekasih, anak, ibu, ayah, kakak, atau adik. Untuk mimpi buruk 9 / 11, mereka layak mendapatkan peringatan itu. Tapi kita tidak.

Jika September 11 memang merupakan mimpi buruk, 9 / 11 sebagai peringatan dan Ground Zero sebagai tempat yang “dikuduskan” telah berubah menjadi cek kosong bagi negara Amerika yang suka perang, dengan memberikan dana perjalanan tak berakhir untuk pergi ke neraka. Mereka telah membantu membawa kita ke ladang pembantaian hingga membuat para korban 9 / 11 menjadi malu.

Setiap orang mati, tentu saja, cepat atau lambat akan dilupakan, tidak peduli seberapa erat kita menggenggam kenangan mereka atau seberapa besar tugu peringatan yang kita bangun. Dalam pikiran saya, saya memiliki suatu peringatan pribadi atas orang tua saya sendiri yang sudah mati. Setiap kali saya membalik-balik album foto ibuku ketika masa kanak-kanak dan hampir tidak mengenal seorangpun di album itu kecuali dia di antara semua wajah yang ada, namun, saya juga sadar bahwa tidak ada satu yang tersisa di planet ini untuk bertanya tentang mereka. Dan ketika saya mati, ingatan masa kecilku atas mereka akan ikut pergi bersama saya.

Ini akan menjadi nasib, cepat atau lambat, dari setiap orang yang pada tanggal 11 September 2001, yang terbunuh di gedung-gedung di New York, di lapangan di Pennsylvania, dan di Pentagon, serta mereka yang mengorbankan nyawa mereka dalam upaya penyelamatan , atau sekarang mungkin akibatnya menjadi sekarat. Dalam keadaan seperti itu, siapa yang tidak ingin mengingat mereka semua dengan cara yang khusus?

Adalah hal yang mengerikan untuk meminta mereka yang masih kehilangan pada peristiwa 9 / 11 untuk melupakan tontonan publik yang menyertai memori mereka, tapi lebih buruk adalah apa yang kita miliki: pengulanan upacara khidmat agar perang negara Amerika tetap berkelanjutan dan mimpi merupakan mimpi paling liar dari Osama bin Laden.

Ingatan biasanya begitu penting, tetapi dalam kasus ini kita akan lebih baik untuk melupakannya. Sudah waktunya untuk benar-benar menguburkan, bukan orang-orang yang telah mati, tapi hasrat terburuk dalam kehidupan Amerika sejak 9 / 11 dan upacara yang, selama satu dekade, telah dilakukan bersamanya. Lebih baik mengubur semuanya ke laut bersama dengan bin Laden dan kemudian meratapi orang mati, masing-masing dengan cara kita sendiri, dalam keheningan dan, di atas semuanya, dalam damai. (rz)

Tom Engelhardt, pendiri the American Empire Project dan penulis The American Way of War: How Bush’s war Became Obama’s dan The End of Victory Culture, menjalankan juga TomDispatch.com Nation Institute. Bukunya yang terbaru, Amerika Serikat State of Fear , akan diterbitkan pada bulan November.

Sumber: www.english.aljazeera.net

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*