Kembali bergolak Ambon Manise. Ratusan rumah terbakar, puluhan nyawa menjadi korban. Terselip keganjilan dalam bentrokan ini, karena bersamaan dengan peringatan tragedi 11/9, juga ditengah konstelasi politik nasional yang semakin tak menentu.
Masyarakat Ambon sebagian besar merupakan pemeluk agama Islam dan Kristen. Jumlah pemeluk agama Islam sedikit lebih banyak dibanding Kristen, umat Islam disana umumnya lebih lihai dalam bidang perdagangan dan ekonomi. Sedangkan orang Ambon yang beragama Kristen sebagian besar memilih pekerjaan sebagai pegawai negeri dan tentara. (lihat: Zulyani Hidayah, Ensiklopedi Suku Bangsa di Indonesia, Pustaka LP3S, 1999)
Ambon merupakan daerah yang dalam sejarahnya memiliki peranan sentral dalam masa kolonial belanda tempo dulu, daerah ini banyak digunakan sebagai agen tentara oleh kolonial. Sehingga ada sebagian dari masyarakat Ambon yang masih tidak ingin berintegrasi dalam Indonesia karena mereka sudah terlalu nyaman diayomi oleh bangsa Belanda. (lihat: konspirasi politik RMS, Yayasan Sala Waku Maluku).
Di daerah Maluku termasuk Ambon memang terkenal sebagai daerah konflik, terutama disebabkan adanya gerakan RMS. Peristiwa bentrokan pada hari Minggu 11/9 kemarin adalah mengulang kejadian hampir serupa pada tahun 1999. Kerusuhan yang terjadi pada tahun 2009 itu terindikasi melibatkan RMS. Pikiran Rakyat edisi Februari Tahun 2000 pernah mengutip adanya bukti dokumen otentik keterlibatan RMS dalam peristiwa itu.
Bukan hal yang absurd pula tentunya jika peristiwa ini ditunggangi oleh kepentingan asing, terutama dalam kaitanya dengan war on terrorist yang dikomandoi AS. Ada upaya untuk mensetting dari moment 11 September demikian menurut ketua presidium Mer C, Joserizal Jurnalis, SpOT, sebagaimana dikutip voa-islam.com (12/9).
Bahkan pengamat intelijen AC Manulang, seperti yang dikutp eramuslim.com (12/9) menyatakan bahwa kerusuhan Ambon ini akan membuktikan pernyataan AS bahwa wilayah tersebut menjadi sarang teroris. Saya melihat ada upaya AS yang memunculkan Ambon sebagai sarang teroris dengan memunculkan kerusuhan terlebih dulu. Skenario yang akan dilakukan, Ambon rusuh, dan kelompok-kelompok Islam membantu, dan muncullah stigma teroris di Ambon.
Selama ini belum ada penyelesaian tuntas dari pemerintah dalam masalah tersebut, bahkan terbilang cenderung menutup-nutupi. Sebagai contoh: Gus Dur, yang waktu itu menjabat sebagai Presiden RI terlalu hemat ketika menyebut korban dari kerusuhan tersebut yang menyatakan korban hanyalah lima orang. Padahal menurut laporan KONTRAS saja, jumlah korban sejak pecahnya pertikaian di Poka pada tanggal 15 Juli hingga 5 Agustus 1999, tercatat 1.349 orang korban meninggal, ratusan lainnya luka-luka, dan 4 orang hilang. Dalang-dalang utamanya pun sampai saat ini belum terungkap. Bagaimanapun, gerak lamban sang pemangku kebijakan hanyalah akan membuat polemik ini semakin membesar.
Realitas juga mengatakan, meski Indonesia adalah mayoritas Muslim, seringkali pemerintah terlalu peka jika itu pihak non muslim yang menjadi obyek, namun sebaliknya serasa memberlakukan tidak adil apabila umat Islam yang menjadi pesakitan.
Publik menunggu tindakan tegas dan berkeadilan dari pemerintah dalam hal ini. Sebab perdamaian tanpa adanya keadilan hanyalah pepesan kosong belaka. Kerusuhan ini merupakan efek domino dari kerusuhan-kerusuhan sebelumnya, sehingga harus diusut tuntas siapa yang bermain.
Mengherankan tentunya jika sampai inteligen negara tidak mengetahui situasi pra kejadian. Pertanyaanya, apakah sebelumnya bentrokan ini tidak bisa dicegah? Yang jelas, bantahan dari partai demokrat bahwa kerusuhan ini bukanlah sebagai pengalihan isu adalah bisa benar, namun juga bisa salah.
Pertikaian antaragama ini juga menunjukkan ketidakmampuan sistem sekular kapitalisme dalam menjaga persatuan dan kesatuan umat. Sistem khilafah sudah terbukti mampu menjaga heteroginitas sebuah masyarakat. Maka sudah saatnya kita beralih pada sistem khilafah.
Salah satu buktinya, ketika Rasulullah Saw dan para sahabat hijrah ke Madinah, daerah itu penduduknya bukan hanya memeluk agama Islam, tapi juga Kristen, Yahudi, bahkan juga masih tinggal orang-orang musyrik. Akan tetapi, Muhammad Saw sang kepala negara sukses mengatur dan menyejahterakan rakyatnya dengan menggunakan sistem Islam. Oleh karena itu, hanya sistem Islam yang dapat mengatur kemajemukan dengan baik. Dengan sistem tersebut niscaya Ambon manise pun niscaya bisa mendamai. Wallahu’alam.
Ali Mustofa
Direktur Rise Media Surakarta
Sumber: okezone.com (14/9/2011)