apa hukumnya gadai emas?
Jawab :
Gadai emas adalah produk bank syariah berupa fasilitas pembiayaan dengan cara memberikan utang (qardh) kepada nasabah dengan jaminan emas (perhiasan/lantakan) dalam sebuah akad gadai (rahn). Bank syariah selanjutnya mengambil upah (ujrah, fee) atas jasa penyimpanan/penitipan yang dilakukannya atas emas tersebut berdasarkan akad ijarah (jasa). Jadi, gadai emas merupakan akad rangkap (uqud murakkabah, multi-akad), yaitu gabungan akad rahn dan ijarah. (lihat Fatwa DSN MUI No 26/DSN-MUI/III/2002 tentang gadai emas).
Menurut kami gadai emas haram hukumnya, dengan 3 (tiga) alasan sebagai berikut :
Pertama, dalam gadai emas terjadi pengambilan manfaat atas pemberian utang. Walaupun disebut ujrah atas jasa penitipan, namun hakikatnya hanya rekayasa hukum (hilah) untuk menutupi riba, yaitu pengambilan manfaat dari pemberian utang, baik berupa tambahan (ziyadah), hadiah, atau manfaat lainnya. Padahal manfaat-manfaat ini jelas merupakan riba yang haram hukumnya. Dari Anas RA, bahwa Rasulullah SAW,”Jika seseorang memberi pinjaman (qardh), janganlah dia mengambil hadiah.” (HR Bukhari, dalam kitabnya At-Tarikh Al-Kabir). (Taqiyuddin An-Nabhani, Al-Syakhshiyah Al-Islamiyah, II/341).
Imam Ibnul Mundzir menyebutkan adanya ijma’ ulama bahwa setiap tambahan atau hadiah yang disyaratkan oleh pihak yang memberikan pinjaman, maka tambahan itu adalah riba. (Al-Ijma’, hlm. 39).
Kedua, dalam gadai emas, fee (ujrah) untuk jasa penitipan/penyimpanan dibebankan kepada penggadai (rahin), yaitu nasabah. Padahal seharusnya biaya itu dibebankan kepada penerima gadai (murtahin), yaitu bank syariah, bukan nasabah. Dalilnya sabda Rasulullah SAW,”Tunggangan (kendaraan) yang digadaikan boleh dinaiki dengan menanggung biayanya, dan binatang ternak yang digadaikan dapat diperah susunya dengan menanggung biayanya. Bagi yang menggunakan kendaraan dan memerah susu wajib menyediakan biaya perawatan dan pemeliharaan.” (HR Jama’ah, kecuali Muslim dan Nasa`i).
Menurut Imam Syaukani, hadits tersebut menunjukkan pihak yang menanggung biaya barang jaminan adalah murtahin (penerima gadai), bukan rahin (penggadai). Alasannya, bagaimana mungkin biayanya ditanggung rahin, karena justru rahin itulah yang memiliki barang jaminan. Jadi, menurut Imam Syaukani, hadits itu memberikan pengertian bahwa jika faidah-faidah terkait dengan kepentingan murtahin, seperti penitipan (wadi’ah) barang jaminan, maka yang harus menanggung biayanya adalah murtahin, bukan rahin. (Imam Syaukani, As-Sailul Jarar, hlm. 275-276).
Ketiga, dalam gadai emas terjadi akad rangkap, yaitu gabungan akad rahn dan ijarah. Bagi kami akad rangkap tidak boleh menurut syara’, mengingat terdapat hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud RA, beliau berkata,”Nabi SAW melarang dua kesepakatan dalam satu kesepakatan (shafqatain fi shafqatin)” (HR Ahmad, Al-Musnad, I/398). Imam Syaukani dalam Nailul Authar mengomentari hadits Ahmad tersebut,”Para periwayat hadits ini adalah orang-orang kepercayaan (rijaluhu tsiqat).” Menurut Imam Taqiyuddin an-Nabhani hadits ini melarang adanya dua akad dalam satu akad, misalnya menggabungkan dua akad jual beli menjadi satu akad, atau menggabungkan akad jual-beli dengan akad ijarah. (Al-Syakhshiyah Al-Islamiyah, II/308).
Memang sebagian ulama telah membolehkan akad rangkap. Namun perlu kami sampaikan, ulama yang membolehkan pun, telah mengharamkan penggabungan akad tabarru’ yang bersifat non komersial (seperti qardh atau rahn) dengan akad yang komersial (seperti ijarah). (Ibnu Taimiyah, Majmu’ al-Fatawa, 29/62; Fahad Hasun, Al-Ijarah al-Muntahiyah bi At-Tamlik, hlm. 24).
Berdasarkan tiga alasan tersebut, gadai emas haram hukumnya. Kami tegaskan pula, fatwa DSN MUI mengenai gadai emas menurut kami keliru dan tidak halal diamalkan oleh kaum muslimin. Wallahu a’lam. (Ustadz Siddiq al Jawie)
astaghfirulloh. ternyata kita harus lebih berhati-hati dalam bermuamalah. jangan sampai kita bersikukuh bahwa selama ini kita beraktifitas halal padahal ada ulama yang berijtihad dan mengindikasikan unsur keharaman. semoga allah swt memberi kita petunjuk seterang-terangnya dan membalas amal sholeh ustad shidiq. amin.
assalaamu’alaikum ustadz shidiq. ana dengar antum sedang sakit. semoga alloh swt segera memberi kesembuhan dan selalu diberi kebaikan. amin. tadz mohon dibahas bagaimana cara mengelola tanah kas desa yang terbengkalai agar bisa dikelola secara hala. disewa untuk lahan pertanian tidak boleh. bagaimana usaha kerja sama biar syar’i? syukran.
Jika melihat fakta di lapangan…bukan itu saja…produk Gadai Emas di kebanyakan Bank Syariah menjebak kita pada transaksi “jual beli emas secara kredit”….karena kebanyakan nasabah awalnya “belum punya emas”.
Ass..saya mau tanya, kalo kepemilikan logam mulia(KLM) yang dijual bank2 syariah dengan sistem kredit itu halal tidak ustad??syukron atas telaahannya
ya Allah Astagfirrlh…..trnyata slama ini salah,,,,,ampuni hamba ya Allah
herannya knp MUI ato lmbaga islam kbanyakan *adem ayem* saja menyikapi hal ini??? shg sdh byk trjadi prakteknya di bank yg berlabel syariah..*miris liat umat islam yg merasa tdk brdosa mlakukan rekayasa hukum,, haram jd halal- halal jd haram*
assalamu’alaikum…
mendengar enjelasan diatas ada yang saya mau tanyakan…
terkait dua kesepakatan dalam satu kesepakatan (shafqatain fi shafqatin…
lalu bagaimana dengan tukang kredit yang menjual barang dagangannya dgn cara kredit / mengangsur… dengan membayar perhari…
apabila gadai emas itu memang haram… apakah dari ust. pernah ke MUI untuk mendiskusikannya.. dan apa hasilnya… mohon disharing…
Ustadz, saya jadi kefikiran tentang dana talangan haji bank syariah nih.
saya pakai contoh BSM. kan prinsipnya sama, BSM memberikan kita hutang (dana talangan) sejumlah 22.5jt, lalu kita membayar ujroh selama 3 tahun.
nah bagaimana nih Ust. apakah termasuk haram juga kah?
assllamualaikum wr wb,,
lPada asalnya barang, biaya pemeliharaan dan manfaat barang yang digadaikan adalah milik orang yangmenggadaikan (Rahin). Adapun Murtahin, ia tidak boleh mengambil manfaat barang gadaian tersebut,kecuali bila barang tersebut berupa kendaraan atau hewan yang diambil air susunya, maka bolehmenggunakan dan mengambil air susunya apabila ia memberikan nafkah (dalam arti pemeliharaanbarang tersebut).
Pemanfaatan barang gadai tesebut, tentunya sesuai dengan besarnya nafkah yang dikeluarkan danmemperhatikan keadilan. Hal ini di dasarkan sabda Rasululloh Shallallahu alaihi wa sallam Hewan yangdikendarai dinaiki apabila digadaikan dan susu (dari hewan) diminum apabila hewannya digadaikan.Wajib bagi yang mengendarainya dan yang minum, (untuk) memberi nafkahnya. [Hadits Shahih riwayatAt-Tirmidzi
Menurut Syaikh Al Basaam, ulama sepakat bahwa biaya pemeliharaan barang gadai dibebankan kepadapemiliknya. Demikian juga pertumbuhan dan keuntungan barang tersebut juga menjadi miliknya, kecualipada dua hal, yaitu kendaraan dan hewan yang memiliki air susu yang diperas oleh yang menerimagadai. [Lihat pembahsannya dalam Taudhih Al Ahkam 4/462-477].
Penulis kitab Al-Fiqhul Muyassarah mengatakan, manfaat dan pertumbuhan barang gadai menjadi hakpihak penggadai, karena barang itu merupakan miliknya. Orang lain tidak boleh mengambilnya tanpaseizinnya. Bila ia mengizinkan Murtahin (pemberi hutang) untuk mengambil manfaat barang gadainyatanpa imbalan, dan hutang gadainya dihasilkan dari peminjaman maka tidak boleh, karena itu berartipeminjaman hutang yang menghasilkan manfaat. Akan tetapi, bila barang gadainya berupa kendaraanatau hewan yang memiliki susu perah, maka Murtahin mengendarainya dan memeras susunya, sesuaibesarnya nafkah tanpa izin dari penggadai karena sabda Rasulullah Ar-Rahn (Gadai) ditunggangi dengansebab nafkahnya, apabila digadaikan dan susu hewan menyusui diminum dengan sebab nafkah, apabiladigadaikan. Dan wajib bagi menungganginya dan meminumnya (untuk) memberi nafkah [HR Al Bukhorino. 2512]
Demikian madzhab Hanabilah. Adapun mayotitas ulama fiqih dari Hanafiyah, Malikiyah dan Syafiiyahmereka memandang Murtahin tidak boleh mengambil manfaat barang gadai. Pemanfaatan hanyalahhak penggadai dengan dalil sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam Ia yang berhakmemanfaatkannya dan wajib baginya biaya pemeliharaannya [HR Al daraquthni dan Al Hakim
Ibnul Qayyim rahimahullah memberikan komentar terhadap hadits pemanfaatan kendaraan gadai,bahwa hadits ini dan kaidah dan ushul syariat menunjukkan, hewan gadai dihormati karena hak Allah.Pemiliknya memiliki hak kepemilikan, dan Murtahin (yang memberikan hutang) memiliki atasnyasebagai hak jaminan. Bila barang gadai tersebut ditangannya, lalu tidak dinaiki dan tidak diperassusunya, tentu kemanfaatannya akan hilang secara sia-sia. Sehingga tuntutan keadilan, analogi (qiyas)dan kemaslahatan penggadai, pemegang barang gadai (Murtahin) dan hewan tersebut, ialah Murtahinmengambil manfaat mengendarai dan memeras susunya, dan menggantikannya dengan menafkahi(hewan tersebut). Bila Murtahin menyempurnakan pemanfaatannya dan menggantinya dengan nafkah,maka dalam hal ini terdapat kompromi dua kemaslahatan dan dua hak. [Dinukil dari Taudhih Al Ahkaam4/462].
PAK USTAD DEMIKIAN KETERANGAN YANG SAYA PEROLEH ,,,MOHON PENJELASANYA ,,
SEPERTINYA TERLETAK PERBEDAAN PENDAPAT MENGENAI BIAYA PEMELIHARAAN BARANG JAMINAN ( MARHUN BIH )APAKAH MENJADI TANGGUNGAN ROHIN ATAU MURTAHIN . Mohon penjelasanya .,.,
wasslamu alaikum , wr wb
Sy sepakat dgn penjelasan antum stadz, gadai emas di bank syariah penuh dengan riba terselubung.
ulama yang menghalalkan riba itu punya kepentingan apa dia ..jangan2 dia punya lembaga riba juga riba tisak bisa ditawar lg..jelas2 di alquran Allah Swt berfirman
” Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kalian kepada Allah dan tinggalkanlah riba yang masih ada pada diri kalian, jika kalian benar-benar beriman. Jika kalian tidak mau melakukannya, maka terimalah pengumuuman perang dari Allah dan Rasul-Nya. ” (QS Al-Baqarah [2] :278-279).