Kepemimpinan Militer di Mesir Mengkhianati Aspirasi Umat Islam

Revolusi yang bagi mayoritas rakyat Mesir dianggap sebagai mercusuar harapan bagi masa depan, ternyata kini telah berubah sepenuhnya menjadi mimpi buruk. Lembaga Militer yang sebelumnya telah dianggap sebagai pelindung revolusi rakyat, yang berhasil menggulingkan mantan Presiden Hosni Mubarak, sekarang dilihat dengan penuh kecurigaan dan penghinaan. Pembunuhan secara membabi buta atas kaum Koptik (Kristen) oleh Lembaga Militer hanyalah puncak gunung es dari keluhan terhadap Dewan Militer yang berkuasa.

Ada keluhan lain, termasuk keterlambatan dalam penyusunan Konstitusi “baru”; menjadikan parlemen tunduk pada Lembaga Militer; melegitimasi orang-orang dekat Mubarak untuk mencalonkan diri dalam pemilihan parlemen; menolak untuk mencabut hukum darurat Mesir; termasuk deklarasi Lembaga Militer yang berkuasa, yang akan menunda pemilihan presiden. Dalam hal ini, Mayor Jenderal Mahmoud Hijazi berkata: “Kami akan mempertahankan kekuasaan sampai kami memiliki seorang presiden.”

Sungguh, tindakan ini dengan telanjang menegaskan bahwa Lembaga Militer tidak melihat dirinya hanya sebagai pemain peran sementara dalam pemerintahan, sehingga ia berusaha untuk memperluas eksistensinya dalam kekuasaan.

Amerika Serikat mengkritik pemerintah Mesir secara terbuka pada hari-hari yang menyebabkan tersingkirnya Mubarak dari kekuasaan. Namun, sekarang Amerika tampaknya diam saja. Dalam sebuah wawancara dengan The Associated Press, Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton mengatakan bahwa Amerika Serikat akan terus memberikan tekanan pada para penguasa lama untuk meninggalkan kekuasaan di Suriah dan Yaman. Dan Amerika Serikat akan berusaha untuk menjamin tidak adanya kekacauan di Mesir, di mana para demonstran telah berhasil menumbangkan rezim tiran. Namun, ia memperingatkan terhadap optimisme berlebihan setiap negara yang dengan cepat memisahkan diri dari masa lalu. Oleh karena itu, keinginan Amerika adalah mencegah rakyat Mesir dan bangsa Arab lainnya untuk membebaskan diri dari para tiran, sehingga kondisi memungkinkan untuk menciptakan pemerintahan yang akan melindungi kepentingan Amerika.

Satu-satunya alasan penundaan terkait perubahan pada pemerintahan sipil, adalah ketakutan Amerika dan Lembaga Militer yang berkuasa terhadap Islam politik. Sebelum revolusi, sudah terlihat dukungan besar rakyat Mesir terhadap nilai-nilai Islam. Di mana hasil sebuah jajak pendapat menunjukkan bahwa 77% rakyat Mesir menyakini wajibnya memotong tangan pencuri, 82% menyakini wajibnya merajam pelaku perzinahan, dan 82% menyetujui pandangan bahwa kaum murtad harus dibunuh.

Setelah penggulingan Mubarak, mayoritas rakyat Mesir memandang negara Islam sangat diperlukan untuk penerapan Syariah. Pada Mei tahun ini, surat kabar “Al-Ahram” menyebutkan bahwa 60% rakyat Mesir menginginkan negara Islam, dan hanya 4% responden yang menunjukkan keinginan untuk menerapkan peraturan hidup sekuler di Mesir, sedangkan 3% dari mereka setuju bahwa pemerintahan Lembaga Militer cocok untuk masa depan negara mereka.

Semua ini menunjukkan dengan jelas bahwa Amerika tidak ingin terciptanya pemerintahan sipil hingga ancaman Islam politik menghilang, atau benar-benar melemah, dan sepenuhnya menjadi sekuler. Amerika menyadari betul bahwa pilihan pertama adalah tidak berguna (tidak akan berhasil). Namun, Amerika yakin bahwa ada orang-orang dan kelompok yang mereka itu siap untuk menjual agama mereka dengan kekuasaan. Mereka adalah orang-orang yang siap untuk memenuhi seruan Amerika guna menjadi bonekanya. Dengan ini, mereka benar-benar telah membeli kesesatan dengan petunjuk. Allah SWT berfirman: “Mereka itulah orang-orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk dan siksa dengan ampunan. Maka alangkah beraninya mereka menentang api neraka!” (TQS. Al-Baqarah [2] : 175).

Menjinakkan orang-orang seperti itu untuk mengambil alih kekuasaan membutuhkan waktu. Oleh karena itu, Amerika Serikat menugaskan Dewan Tinggi Angkatan Bersenjata untuk menunda pemilu sampai benar-benar siap adanya para boneka dengan baju Islam yang berada di bawah kendali Amerika Serikat, sehingga dari sini ia bisa mengakses kekuasaan. Dan dalam hal ini, kepemimpinan militer bukannya menentang intervensi Amerika, justru ia menerina tugas itu dengan senang hati. Bahkan telah mempersiapkan dirinya untuk menumpahkan darah, serta melancarkan penculikan dan pembantaian terhadap siapa saja yang menentangnya.

Jadi, satu-satunya penghalang kaum Muslim di Mesir, dan penghalang kembalinya Islam adalah kepemimpinan militer. Sungguh, kepemimpinan militer ini telah melupakan Allah dan Rasul-Nya, sehingga mereka pun dilupakan. Dan sebaliknya, mereka lebih memilih untuk mempertahankan hegemoni Amerika dan keamanan negara Zionis. Mereka ini tidak melihat masa depan kecuali hanya segenggam keuntungan. Mereka melihat Amerika sebagai teman dan kekasih, sementara di saat yang sama mereka berusaha untuk menghinakan umat Islam. Sungguh, mereka sedang merangkul musuh-musuh Islam, padahal dengan ini mereka secara terbuka menentang firman Allah SWT: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin; sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (TQS. Al-Maidah [5] : 51).

Mereka menutup diri dari berpikir dan berdialog, serta menutup mata tetang hakikat sebenarnya Tuan mereka, Amerika. Padahal, mereka melihat bagaimana Amerika Serikat dengan begitu mudah menendang bonekanya, Mubarak, yang telah melayaninya selama bertahun-tahun. Namun, sekalipun demikian mereka tetap siap untuk menempatkan kepercayaan mereka pada Amerika, sebelum kepercayaan mereka pada Allah SWT. Sehingga mereka tidak melihat sesuatu yang salah dan aib, ketika mereka mengkhianati rasa haus kaum Muslim terhadap Islam. Padahal, Allah SWT berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul dan janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.” (TQS. Al-Anfâl [8] : 27).

Lebih dari itu, mereka menyakini bahwa diri mereka pintar dengan memperlihatkan bahwa mereka sedang mengurusi setiap kepentingan kaum Muslim dan kepentingan agamanya. Namun, kenyataannya mereka sedang mengurusi setiap kepentingan thâghût (berhala manusia). Allah SWT berfirman: “Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka  dengan penyesatan yang sejauh-jauhnya.” (TQS. An-Nisâ’ [4] : 60).

Kaum Muslim di Mesir wajib berpegang teguh dengan agama Allah dalam segala situasi. Mereka wajib bekerja dengan saudara-saudara mereka di militer untuk menggulingkan kepemimpinan militer, dan kemudian mendirikan Khilafah. Sungguh, hanya dengan ini saja, aspirasi umat Islam untuk perdamaian, keadilan dan penerapan Islam dapat diwujudkan. Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Allah SWT berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu, ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan.” (TQS. Al-Anfâl [8] : 24).

Sumber: hizb-ut-tahrir.info, 21/10/2011.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*