Selama tujuh tahun kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), ternyata permainan kotor dalam penyusunan dan pengelolaan anggaran masih saja terjadi. Berdasarkan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dalam kurun waktu tersebut ditemukan penyimpangan anggaran sebesar Rp 103,19 triliun.
“Dari temuan yang direkomendasi BPK ini, baru Rp 37,87 triliun yang ditindaklanjuti,” papar Sekjen Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Yuna Farhan, dalam jumpa pers ‘Evaluasi 5-2 Tahun Pemerintahan SBY’ di Cikini, Jakarta, Minggu (23/10/2011).
Lebih lanjut Yuna memaparkan, terdapat Rp 17,93 triliun penyelesaian kerugian negara yang harus diselesaikan. Sayang, lagi-lagi negara baru mampu mengangsur Rp 1,8 triliun.
“Dan dari 305 kasus senilai Rp 33,6 triliun yang diserahkan ke penegak hukum, sebanyak 139 kasus yang masih ditindaklanjuti,” tambahnya.
Yuna menambahkan, penyimpangan anggaran yang dia disebut sebagai perampokan uang negara itu menjadi bukti bahwa SBY selama tujuh tahun ini tidak mampu memimpin. Dia pun mengkritik langkah pemerintah yang terkesan sepele menanggapi temuan BPK.
“Sekarang ini, temuan audit BPK seolah menjadi ritual prosedur tahunan saja dan tidak memberikan efek jera pada perampok anggaran tersebut. Padahal, audit BPK itu bisa menjadi bahan atau dasar untuk menindaklanjuti perampokan uang negara yang selama ini terjadi,” jelasnya.
Siapa para aktor utama di balik permainan anggaran yang terjadi, FITRA menduga sebagian besar adalah elite politik baik di parlemen maupun di kementerian.
“Karena mereka yang duduk di parlemen dan yang di kementerian namun berasal dari parpol tertentu memang dituntut untuk menghidupi partai politiknya dengan merampok uang rakyat dari APBN,” tambahnya.
Dengan kondisi anggaran yang carut marut tersebut, FITRA mendesak pemerintah memperbaiki mekanisme pembahasan anggaran baik di lingkungan birokrasi maupun di DPR. Tujuannya untuk menutup peluang berkeliarannya para perampok uang negara tersebut.
“Karena carut marutnya proses penganggaran itu hanya akan menguntungkan para elit politik secara leluasa memburu rente anggaran secara sistematis maupun masif pada setiap tahapan penganggaran dan struktur anggaran,” tandasnya. (detik.com, 23/10/2011)