Jerman dikejutkan dalam beberpa hari terakhir dengan keberadaan sel teror ultra-kanan yang seolah-olah muncul dari tengah kabut. Sejumlah pengamat di media menyatakan otoritas terlalu lama sibuk dengan ancaman kekerasan kelompok kiri dan terorisme Islam sebagai satu-satunya sumber bahaya. Kondisi itu membuat mereka rentan dipermainkan oleh serangan ultra kanan.
Kegagalan otoritas keamanan Jerman untuk mengusut sejumlah pembunuhan rasis yang dilakukan oleh grup neo-Nazi sejak 2000 memunculkan tuduhan bahwa mereka selama ini meremehkan ancaman ultra kanan karena menganggap ekstremisme Islam dan sayap kiri lebih berbahaya.
Kanselor Jerman, Angela Merkel, Senin (14/11) mengatakan kasus itu ‘sungguh memalukan Jerman’. Ia pun bukan satu-satunya yang memiliki pandangan itu. Beberapa pengamat, anggota parlemen dan pejabat pemerintah telah menuntut dan mendesak dilakukan investigasi segera bagaimana tiga neo-Nazi Uwe Böhnhardt, Uwe Mundlos dan Beate Zschäpe dari kawasan timur Jerman, yang kemungkinan dibantu dana luar, bisa tak terdeteksi dalam waktu lama.
Para komentator media di Jerman mengatakan kasus itu adalah biang utama pencoreng wajah dan pembuat malu kepolisian, badan intelijen Jerman dan kejaksaan. Serangan rasis terhadap imigran dan properti mereka di tempat-tempat yang dulu bekas kawasan komunis di bagian timur, sejak era Jerman bersatu, mencuat setelah kesenjangan ekonomi dan dislokasi sosial. Kejadian itu kerap diabaikan dan dianggap insiden dilakukan oleh sejumlah preman.
Salah satu insiden terkenal adalah pembunuhan berantai terhadap sembilan orang Turki pada 2000 hingga 2006. Kasus tersebut begitu fenomenal hingga disebut sebagai ‘Donner Killing’ (mengacu pada istilah Donner sebagai merek dagang makanan khas Turki)
Namun kini, bukti yang terungkap menunjukkan bahwa insiden itu dilakukan dengan rapi, terorganisir oleh jaringan pembunuh, pengebom dan perampok bank dengan persenjataan canggih, yang selama ini menjadi bahan olok-olok bila dikaitkan upaya meminimalkan kekerasan ultra-kanan. Salah satu bukti ditemukan adalah sejata yang digunakan untuk menembak beberapa korban serta sebuah pistol yang mereka gunakan untuk menembak mati seorang polwan Jerman.
Dua dari tiga trio, Böhnhardt dan Mundlos bunuh diri menembak kepala mereka saat dikepung polisi ketika berada dalam mobil. Mereka mencoba melarikan diri seusai merampok bank dan telah menjadi buron selama 14 tahun serta tidak terdeteksi di Jerman.
Berikut sejumlah komentar editorial media terkemuka di Jerman
Süddeutsche Zeitung berhalauan Kiri Tengah:
“Sungguh sangat dan luarbiasa mengganggu: selama bertahun-tahun, sebuah geng rasis teroris mampu melakukan kekejian di Jerman dan membunuh para imigran. Mereka dapat tenang merencanakan serangan, merakit dan melempar bom. Mereka mampu melakukan itu semua karena polisi, dan otoritas intelijen serta kejaksaan secara umum menafikkan motif rasis. Otoritas bilang kejahatan bukan karen aksi terorisme, mereka mengisolasi kasus dan tak mengaitkan satu sama lain serta membantah ada motif politik.
“Kejahatan Xenofobia (kebencian terhadap orang asing) sudah kerap dan terlalu lama diremehkan–mereka digambarkan sebagai kecelakaan murni dan perkelahian. Mungkin itu menjadi kesimpulan menyedihkan saat mencoba menjawab pertanyaan bagaimana mungkin terorisme Nazi bisa tak terdeteksi–dan mungkin tidak akan terdeteksi jika pelaku kejahatannya tidak membunuh dirinya sendiri.”
“Apakah ini adalah bentuk imajinasi era Faksi Tentara Merah (mengacu pada grup teror ekstremis kiri yang mengobarkan semangat pembunuhan, pengeboman dan penculikan pada 1970-an dan 1980-an). Pada hari-hari itu, terdapat banyak poster digantung di setiap kantor pos. Kira-kira mungkinkah perakit bom Muslim bisa tinggal di Jerman tak terdeteksi selama seperti terorisme neo-Nazi? Ada perbedaan kebijakan yang aneh. Ini bisa jadi mengungkap skandal melibatkan otoritas intelijen dalam negeri–tak ada profesionalisme dalam tingkat mengerikan terkait sikap ‘baiklah’ yang kerap berkata “Ekstremis ultra-kanan bukanlah teroris, benarkah?”
“Selama berdekade, ekstremis ultra-kiri di Jerman dilihat sebagai berbahaya sekaligus cerdas, ultra-kanan dilihat sebagai sekumpulan orang bodoh karena itu tak berbahaya. Neo-Nazi kerap hingga kini diabaikan dan dianggap idiot dan ketika mereka membakar rumah orang asing, menendang orang hingga tewas, mereka dipandang sebagai pelaku kejahatan individu. Namun kejahatan terorisme tetaplah kejahatan terorisme meski tak ada klaim siapa yang bertanggung jawab dikirim ke kantor polisi keesokan hari.
“Namun pemerintah pertama-tama harus berhenti menganggap ekstremis kiri dan terorisme Islam lebih berbahaya dari ekstremis ultra-kanan. Bila itu terus dilakukan, maka negara sungguh dalam status bodoh yang tidak bertanggung jawab.”
Conservative Frankfurter Allgemeine Zeitung menulis:
“Sejumlah pertanyaan penting harus disampaikan kepada badan intelijen dalam negeri, polisi dan kejaksaan yang bertugasi di Thuringia, Saxony dan manapun, di mana jaringan tersembunyi kelompok neo-Nazi dan Kameradschaften (grup ultra-kanan) tak lebih penting dari memecahkan kejahatan?
Apakah para negara bagian–dan ada satu negara di mana trio rasis tak meninggalkan jejak satu pun lebih dari 10 tahun–memiliki sistem efektif dalam pertukaran informasi? Apakah itu bukankah kesahalan fatal untuk menanggap kekerasan ekstremis ultra-kanan sebagai murni kejahatan lokal, yang ironisnya menjadi fenomena regional, propinsional, bentuk penangkisan idiot terhadap antisipasi berlebihan terhadap teror Islami?” (republika.co.id, 15/11/2011)
Inilah gambaran “wajah Barat” sesungguhnya! Fakta!