INILAH.COM, Jakarta – Setelah lebih dari 20 tahun tidak melakukan modernisasi atas alutsista (alat utama sistem persenjataan), mulai 2011 ini Indonesia melakukan aksi borong persenjataan. Pemerintah mengalokasikan dana alutsista dalam APBN 2012 sebanyak Rp90 trilliun.
Pengaloksian ini cukup istimewa. Sebab APBN 2012 berjumlah sekitar Rp1.400 triliun. Berarti anggaran untuk pertahanan dialokasikan lebih dari 15% dari total APBN. Pengalokasian seperti ini benar-benar sebuah terobosan.
Setelah sekian lama anggaran untuk pertahanan berada pada posisi non-skala prioritas, baru pertama kalinya Indonesia membuat anggaran pertahanan yang cukup besar bahkan melebihi pos anggaran untuk dunia pendidikan.
Dengan anggaran itu, para ahli persenjataan Indonesia mulai melakukan pengecekan pasar. Dua pasar utama di dunia Amerika Serikat dan Eropa langsung dijajaki. Aksi borong persenjataan ini tentu saja cukup mengagetkan sekaligus membanggakan.
Mengagetkan sebab pada saat dunia sedang berusaha menghindari peperangan, pada situasi yang sama Indonesia berusaha melengkapi dirinya seperti sedang bersiap-siap menghadapi sebuah peperangan. Membanggakan, sebab salah satu rumor yang beredar kuat di masyarakat adalah Presiden SBY dan jajaran pengambil keputusan di TNI sudah siap menghadapi perang dengan Malaysia.
Dalam sepuluh tahun terakhir ini, Malaysia terus menerus memperlihatkan ancamannya pada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Tapi Indonesia tidak berani merespon. Malaysia semaunya mencaplok sejumlah wilayah di perbatasan NKRI sementara TNI tidak berani mengusirnya. Alasannya kekuatan militer Malaysia melebihi kemampuan deteren TNI.
Jadi kali ini, sekalipun belum tentu SBY berani berkonflik dengan Malaysia, tetapi keputusan untuk membekali TNI dengan persenjataan baru, merupakan hal yang patut dibanggakan. Seorang anggota DPR-RI dari Komisi Pertahanan, menyebutkan dari 111 pesawat tempur yang dimiliki TNI saat ini, sedikitnya terdapat 50 buah pesawat yang tidak dapat dioperasikan. Dengan data ini rakyat semakin paham betapa tepatnya keputusan pemerintah yang memberikan alokasi anggaran yang cukup besar bagi bidang pertahanan.
Di tengah perbincangan soal modernisasi persenjataan ini sedang berlangsung, tiba-tiba muncul kabar yang cukup menggembirakan. Bahwa pemerintah Amerika Serikat siap menghibahkan sebanyak 24 buah pesawat tempur jenis F-16 kepada Indonesia. Wow, fantastic! What a lucky country.
Siapapun yang mendengar berita ini pasti menyambutnya dengan rasa gembira. Karena ternyata di hari gini masih ada negara asing yang berbaik hati memberikan secara cuma-cuma sejumlah pesawat tempurnya.
Berita itu disambut gembira, juga karena menyiratkan sebuah perkembangan baru bahwa embargo persenjataan yang dikenakan pemerintah AS kepada Indonesia sejak pertengahan 1990-an, dengan sendirinya sudah dicabut atau telah tercabut.
Namun yang cukup memprihatinkan, setelah kabar hibah itu beredar luas, kegembiraan sudah merata di hampir semua strata masyarakat, tiba-tiba muncul kabar tambahan tentang hibah itu. Bahwa yang dihibahkan hanyalah pesawat rongsokan. Hal ini baru terungkap setelah sejumlah rapat dengar pendapat antara Komisi I DPR-RI dengan Kementerian Pertahanan, digelar.
Yang terungkap adalah 24 pesawat tempur yang diberikan gratis oleh Washington itu, tidak layak operasi. Jadi bukan pesawat siap pakai yang tinggal diterbangkan ke Indonesia.
Tapi menurut petinggi TNI kalau diperbaiki, semuanya masih bisa digunakan untuk keperluan tempur. Nah untuk perbaikannya, yang harus menanggung biayanya adalah Indonesia. Total biaya perbaikannya mencapai sekitar Rp6 triliun. Jadi harus pakai uang, bukan pakai daun! Hitung-hitungan pun dilakukan. Kesimpulannya, ambil!
Yang menarik dari isu hibah pesawat tempur ini adalah cara petinggi TNI ataupun pemerintah dalam mengkomunikasikannya kepada masyarakat. Ada ketidak jujuran yang disengaja atau tidak disengaja. Sehingga tidak mudah mengatakan bahwa telah terjadi pembohongan dalam isu hibah pesawat tempur ini.
Hanya saja yang pasti mereka yang mengurus hibah tersebut, mengkondisikan sedemikian rupa bahwa sebuah negosiasi dengan pemerintah AS yang menyangkut sebuah isu sangat sensitif berhasil mereka lakukan.
Seolah-olah negosiator Indonesia memiliki kemampuan yang luar biasa sehingga mampu menaklukkan Washington. Begitu piawainya mereka, sehingga untuk satu paket pesawat tempur yang terdiri atas 24 buah unit, bisa dihibahkan begitu saja.
Sementara embel-embel biaya perbaikan yang tidak kecil jumlahnya, hampir sama besar dengan biaya talangan pemerintah bagi Bank Century, sengaja ‘disembunyikan’ dulu. Biaya ekstra itu baru diungkapkan setelah situasinya kondusif. Informasi sengaja dibuka sedikit demi sedikit. Mirip cara salesman menjual barang.
Dan cara itu cukup berhasil. Karena Presiden SBY dan Presiden Obama ketika bertemu di KTT Bali pertengahan Nopember baru-baru ini langsung mengumumkan kesepakatan tersebut. Artinya Indonesia bersedia membeli 24 buah pesawat tempur yang rusak!
Ketika kabar penghibahan pesawat itu sedang dikondisikan, tidak pernah dikesankan bahwa penyerahannya masih memerlukan waktu. Baru setelah segala kendala teratasi, kemudian diumumkan bahwa penyerahan 24 pesawat itu akan dilakukan pada Juli 2014 !
Luar biasa pintarnya mengemas sebuah pembelian sejumlah pesawat yang rusak. Seorang anggota parlemen di Komisi Pertahanan DPR-RI yang berasal dari Partai Hanura, pekan lalu bereaksi. Ia minta keputusan pemerintah untuk membeli pesawat rusak itu, dibatalkan. Karena yang dikuatirkannya, pesawat-pesawat itu lebih berisiko.
Dengan menyebut sejumlah kecelakaan pesawat di tanah air yang semuanya diakibatkan oleh kondisi pesawat yang sudah tua, ia meminta agar persetujuan yang sudah diberikan oleh DPR bagi pembelian pesawat rusak tersebut, ditinjau lagi.
Suara anggota DPR ini terkesan janggal. Sebab dia sendiri sebetulnya ikut serta dalam pembahasan soal hibah 24 buah pesawat rusak tersebut. Artinya dia ikut memberikan persetujuan. Namun nampaknya belakangan ia baru sadar. Ternyata yang namanya gratis (hibah) versi 2011 dari negeri Paman Sam tersebut, tidak sama dengan pengertian hibah yang dia pahami selama ini. Hibah versih 2011 masih ada plus plusnya. Atau hibah dengan catatan.
Jadi nampaknya politisi dari Partai Hanura tersebut baru menyadari informasi yang diberikan kepada parlemen tidak disampaikan secara utuh. Dicicil menurut kebutuhan, dipreteli sesuai keinginan.
Dengan kata lain ada dusta dalam pembahasan tentang pesawat-pesawat bekas tersebut. Pertanyaannya sekarang, siapa yang berani menyalahkan Komisi I DPR-RI yang nota bene mewakili semua rakyat Indonesia? Atau adakah yang bisa menggugat dua presiden, SBY dan Obama?
Tentu tidak. Hanya saja dengan kejadian ini, adanya keberanian membohongi masyarakat secara intelektual, patut disesalkan. Sungguh memprihatinkan masa depan bangsa jika kondisi seperti ini yang mau dijadikan sebagai acuan untuk membangun Indonesia menuju ke status sebuah negara besar. Sangat memprihatinkan jika elit yang diserahi mengurus negara semakin berani berbuat semaunya.(inilah.com; Rabu, 30 November 2011)
Inilah sistem demokrasi-sekulerisme (yg lahir dari ide idiot bernama demokrasi). Hasilnya manusia2 idiot, pengambil2 kebijakan idiot, peradaban idiot!