Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tak perlu melakukan audit forensik lanjutan terkait aliran dana Bank Century. Hasil audit lanjutan dinilai tak akan berbeda dengan hasil audit yang telah diserahkan ke pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat.
“Karena (BPK) diduga telah masuk angin dan tidak independen lagi,” kata Bambang Soesatyo, anggota Tim Pengawas Bank Century melalui pesan singkat, Selasa ( 27/12/2011 ).
Sebelumnya, pimpinan DPR sepakat untuk memberi rekomendasi ke Timwas agar dilakukan audit lanjutan. Pasalnya, hasil audit forensik Century yang dirampungkan BPK dinilai kurang memuaskan.
Bambang mengatakan, jika ingin melakukan audit forensik lanjutan, sebaiknya dilakukan oleh auditor profesional yang independen. Jika tidak bisa didapatkan di dalam negeri, lanjut dia, tidak ada salahnya memakai jasa auditor internasional yang kredibilitasnya sudah teruji seperti ketika penanganan kasus Cesi Bank Bali.
“Kalau masih ingin mempercayai BPK melakukan audit, harus dilakukan perubahan komposisi kepemimpinan di BPK lebih dulu. Bagaimana pun, pimpinan BPK harus bersih dari potensi masalah hukum agar independensinya terjaga. Tekanan kekuasaan menyebabkan pimpinan BPK memilih bermain aman,” kata politisi Partai Golkar itu.
Bambang menambahkan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus mulai merespon temuan baru BPK seperti transaksi tidak wajar HEW dan aliran dana ke PT MNP. Dari temuan itu, katanya, KPK dapat menemukan motif tertentu dibalik penyelamatan Century.
“Di lihat dari hubungan istimewa antara pemilik Bank Century dengan kerabat kekuasaan dan hubungan istimewa nasabah besar bank tersebut yakni Budi Sampoerna dengan PT MNP selaku penerbit koran yang kental dengan warna parpol tertentu,” kata Bambang.
Dari pendalaman itu, tambah Bambang, KPK dapat menyimpulkan apakah benar bailout Century untuk penyelamatan ekonomi nasional atau hanya untuk menyelamatkan dana nasabah besar yang dananya hampir mencapai Rp 2 triliun.
“Sebab, jika Bank Century ditutup, nasabah besar tersebut mendapat penjaminan sesuai UU hanya Rp 2 miliar. Kalau dikaitkan dengan surat SMI (Sri Mulyani) kepada Presiden akan klop bahwa bailout dipaksakan oleh Bank Indonesia dengan data-data yang tidak akurat,” ujarnya.(kompas.com, 27/12/2011)