Gemerlap pertumbuhan ekonomi dinilai tidak memiliki korelasi dengan pengentasan kemiskinan. Bahkan beraneka ragam kebijakan yang didesain pemerintah tidak bisa mengurangi kemiskinan secara signifikan.
Hal tersebut disampaikan pengamat ekonomi Universitas Brawijaya Ahmad Erani Yustika dalam The 1st Indonesian Poverty Outlook Seminar di Jakarta, Selasa (27/12). “Tidak ada korelasi gemerlap ekonomi dengan kemiskinan. Bahkan beraneka ragam kebijakan yang didesain tidak sama sekali mengurangi kemiskinan,” katanya.
Menurut Erani, masalah kemiskinan tersebut tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga terjadi di negara makmur seperti AS. Ia melihat kemiskinan tidak bisa diukur dari aspek pendapatan tetapi harus juga diukur dari cara masyarakat mengakses kesempatan ekonomi.
Orang yang bisa mengakses kesempatan ekonomi harus memiliki pendidikan, keterampilan, dan kesehatan. Maka Erani melihat indeks pengembangan manusia (IPM) menjadi penting dalam pengentasan kemiskinan.
Selama ini akses masyarakat terhadap kesempatan ekonomi tidak terlihat. Erani menyebutkan sebanyak 40 orang di Indonesia bisa menguasai aset Rp710 triliun atau 12,95% dari produk domestik bruto (PDB) atau hampir 50% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2012.
“Hanya 40 orang yang menguasai. Amerika yang kapitalis saja gak seperti itu. Kita itu beyond capitalism, ekonomi kita bukan ekonomi terbuka lagi tapi telanjang,” cetusnya.
Erani melanjutkan bahwa komponen garis kemiskinan yang ditetapkan Badan Pusat Statistik ataupun Bank Dunia tidak bisa menjadi tolak ukur pengentasan kemiskinan. Ada hal-hal yang harus dipahami bahwa kemiskinan adalah penyakit sosial. (mediaindonesia.com, 28/12/2011)