HTI Press. Kemendagri mencabut 9 Perda yang mengatur pelarangan minuman keras, salah satunya adalah Perda Kota Tangerang No.7/2005 tentang Pelarangan, Pengedaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol (Liputan6.com, 10/01/2012). Tindakan pemerintah melalui Kemendagri menunjukkan bahwa penguasa mengabaikan tanggung jawab terhadap moral masyarakat, dengan mengutamakan para kapitalis, sekuleris dan liberalis.
Walaupun diberitakan bahwa Kemendagri membantah pencabutan perda minuman beralkohol, dengan alasan pencabutan perda-perda tersebut bukan kewenangannya, dan mengungkapkan bahwa yang dilakukan adalah evaluasi dan klarifikasi, terhadap 9 perda untuk sementara waktu dihentikan pelaksanaannya, pemda setempat diminta segera mengusulkan perubahan ke DPRD, dan hasilnya dilaporkan ke Mendagri selambat-lambatnya dalam waktu 15 hari (okezone.com, 10/1). Ungkapan tersebut menunjukkan seolah-olah bahwa rakyat bodoh, di mana dikatakan tidak membatalkan, tetapi juga dihentikan dan diminta merevisinya.
Terkait dengan kebijakan Kemendagri tersebut sekitar 1000 orang aktivis Hizbut Tahrir Indonesia Daerah Tangerang Raya bersama umat Islam mengadakan aksi simpatik pada hari Ahad, 15 Januari 2012 yang dilakukan dengan melakukan long march, start dari masjid Raya al-A’dham menyusuri jalan-jalan utama Kota Tangerang, diikuti dengan orasi sepanjang jalan, memutar kembali ke masjid Raya al-A’dham. HTI menolak legalisasi dan peredaran minuman keras (khamer) karena khamer diharamkan oleh Allah SWT, sebagaimana firman-Nya:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. (QS. al-Maidah [5]: 90)
Bahkan Allah SWT melaknat khamer, yang mengkonsumsinya sampai yang mengambil keuntungan darinya, sebagaimana yang dinyatakan oleh Rasulullah SAW:
« لَعَنَ اللَّهُ الْخَمْرَ وَلَعَنَ شَارِبَهَا وَسَاقِيَهَا وَعَاصِرَهَا وَمُعْتَصِرَهَا وَبَائِعَهَا وَمُبْتَاعَهَا وَحَامِلَهَا وَالْمَحْمُولَةَ إِلَيْهِ وَآكِلَ ثَمَنِهَ »
Allah melaknat khamr dan melaknat orang yang meminumnya, yang menuangkannya, yang memerasnya, yang minta diperaskan, yang membelinya, yang menjualnya, yang membawakannya, yang minta dibawakan, yang makan harganya (HR. Ahmad).
Logika yang digunakan oleh Kemendagri adalah bahwa pencabutan itu harus dilakukan karena perda-perda tersebut dinilai telah melanggar aturan yang lebih tinggi. Yakni, Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengawasan dan Pengendalian Minuman Beralkohol. Menurut Keppres tersebut, peredaran alkohol hanya dibatasi dan tak boleh dilarang secara total di wilayah kabupaten/kota tertentu. Jika logika ini yang digunakan seharusnya Keppres tersebut yang dicabut karena melanggar hokum yang lebih tinggi dan utama yakni aturan Allah SWT yang mengharamkan khamer.
Khamer telah diharamkan Allah SWT, mengkonsumsinya termsk perbuatan syaitan (QS.5:90), ia adalah kunci semua keburukan (HR. al-Hakim dan al-Baihaqi), Ibnu Taimiyah menyebutnya sbg a’dzomu min mafaasid (sbesar2nya krusakan), Ummul khobaaits (induk dari segala kotoran/kejahatan) (Majmu’ Fatawa 4/365).
Menurut Polda Sulawesi Utara sekitar 70 % tindak kriminalitas umum di Sulawesi Utara terjadi akibat mabuk setelah mengkonsumsi miras (kompas.com, 21/01/2011). Sementara menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2011 mencatat sebanyak 2,5 juta penduduk dunia meninggal akibat alkohoml dan sekitar 9 persen dari kematian itu terjadi pada orang muda berusia 15-29 tahun. (detikHealth.com, 14/01/2012).
Menurut orasi yang disampaikan oleh para orator disampaikan bahwa Perda pada faktanya tidak cukup untuk menghentikan peredaran minuman keras, walaupun perda yang tidak cukup ampuhpun telah membuat kesal para Kapitalis pebisnis haram, karena itu diperlukan aturan yang lebih tegas dan itu hanya aturan yang dating dari Allah SWT yakni Syariat Islam yang hanya akan mampu diterapkan oleh institusi Khilafah. (HTI Tangerang Raya)