ICW: 2012, Tahun Awas Anggaran!

Indonesia Corruption Watch menyatakan, tahun 2012 merupakan tahun awas APBN, aset negara, serta konsesi sumber daya alam Indonesia. Partai politik disinyalir terus melakukan upaya pencarian sumber dana jelang Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden 2014. Korupsi politik ditengarai masih terus terjadi hingga 2014.

Koordinator ICW Danang Widoyoko mengatakan, sejumlah kasus dugaan korupsi terjadi menjelang dilaksanakannya pemilu. Contohnya mulai dari skandal Bank Bali pada 1999 hingga Bank Century pada 2008. Danang juga mengatakan, ada tren peningkatan pemberian konsesi lahan sawit di sejumlah daerah menjelang pemilu kepala daerah.

“Akar masalahnya adalah partai politik belum mampu secara independen menggalang sumber dana. Partai politik masih bergantung pada cukong-cukong kaya,” kata Danang kepada para wartawan pada jumpa pers di Kantor ICW, Jakarta, Minggu (29/1/2012).

Survei terbaru ICW pada 2012 menunjukkan bahwa tren korupsi yang melibatkan investasi pemerintah, keuangan daerah, dan dana sosial kemasyarakatan menempati urutan teratas. Nilai kerugian negara terkait investasi pemerintah, keuangan daerah, dan dana sosial kemasyarakatan masing-masing mencapai Rp 439 miliar, Rp 417,4 miliar, dan Rp 299 miliar.

Sementara itu, berdasarkan modusnya, penggelapan, laporan kegiatan proyek dan perjalanan pemerintah, serta penyalahgunaan/penyelewengan anggaran menempati urutan teratas. Nilai kerugian negara yang diakibatkannya masing-masing Rp 1,233 triliun, Rp 446,5 miliar, dan Rp 181,1 miliar. Atas data ini, ICW mengatakan, musuh utama Komisi Pemberantasan Korupsi adalah politisi yang menduduki jabatan pemerintahan.

Secara terpisah, pengamat politik Burhanuddin Muhtadi mengatakan, pemerintah perlu membatasi pembiayaan kampanye parpol. Hal ini, kata Burhan, menjadi salah satu kunci mengurangi korupsi anggaran. “Kita perlu memikirkan bagaimana memurahkan ongkos politik, mulai dari pemilu legislatif hingga pemilu presiden. Spending kampanye perlu dibatasi. Dengan demikian, sepandai-pandainya parpol mengumpulkan dana, mereka tak dapat menggunakan seluruhnya. Akhirnya, yang terjadi adalah pertarungan gagasan yang lebih programatik,” kata Burhan.

Menurut Burhan, pembatasan biaya kampanye diterapkan di Amerika Serikat. Awalnya, kebijakan ini menuai kritik dari parpol. Kebijakan ini kemudian digugat ke pengadilan. Namun, pada akhirnya, Mahkamah Agung AS mematahkan gugatan tersebut. MA berpendapat, jika pembiayaan kampanye tidak dibatasi, maka demokrasi akan dirugikan.

Burhan juga berpendapat, wacana parpol dapat menjalankan usaha perlu dipertimbangkan. “Kalau mau jujur, parpol butuh uang besar untuk menjalankan roda partai dari atas hingga bawah. Di Indonesia, banyak larangan terkait penganggaran parpol. Parpol, misalnya, tidak boleh menerima dana dari asing dan mempunyai badan usaha. Akhirnya para politisi mencari ruang remang-remang untuk memeroleh dana,” katanya Burhan.

Burhan menambahkan, di banyak negara, parpol memiliki bank, maupun pusat perbelanjaan untuk membiayai roda partai. Kepemilikan badan usaha juga diyakini dapat mendekatkan parpol kepada para konstituennya. Burhan juga menekankan pentingnya negara memberikan subsidi kepada parpol untuk menjalankan roda organisasi. (kompas.com, 29/1/2012)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*