HTI Press. Halqah Islam dan Peradaban (HIP) dengan tema “Kampanye Islam Moderat dan Deradikalisasi untuk Kepentingan Siapa?” telah diselenggarakan di Masjid al-Bayan Kampus Institut Teknologi Indonesia (ITI) Serpong Tangerang pada hari Ahad (29/01). Acara yang diikuti penuh antusias oleh sekitar 400 peserta ini merupakan agenda yang diselenggarakan dalam rangka memberikan penjelasan yang utuh terkait kampanye deradikalisasi dan berbagai isu lain yang menyertai seperti dekonstruksi istilah-istilah yang mengaburkan istilah Islam seperti jihad, Islam yang rahmatan lil ‘alamin, juga kampanye berbagai istilah yang menjadi icon dari gerakan dekonstruksi Islam seperti pluralisme, liberalism Islam dan Islam moderat. Materi diawali dengan opening speech oleh Ust Muhammad Al-Fakkar dan pembicara HIP yakni Ust Harits Abu Ulya (DPP HTI) yang menyampaikan materi Deradikalisasi Mudharat atau Maslahat untuk Umat? Dan ulama Tangerang KH Muhammad Tamim yang membahas tentang Peran Ulama untuk Melakukan Pencerahan Umat.
Kampanye deradikalisasi sangat gencar dilakukan oleh AS dengan mengambil momentum peristiwa WTC 11 September 2001. Kampanye ini adalah bagian dari genderang perang GWOT (Global War on Terrorism) yang ditabuh oleh AS dalam rangka mengokohkan hegemoninya di dunia Islam. Genderang perang terhadap terrorisme ini diikuti oleh pendukung AS termasuk penguasa di Indonesia. Mengambil momentum peristiwa Bom Bali I tahun 2002 penguasa di Indonesia mengambil kebijakan perang terhadap terorisme yang dilakukan secara massif dan sistematis dengan membuat berbagai peraturan perundang-undangan (seperti UU No.15/2003 tentang terorisme), membuat lembaga khusus antiterorisme seperti Densus 88 dan BNPT. Bantuan AS atas proyek ini dan kerja sama yang dilakukan menunjukan bahwa proyek antiterorisme menjadi bagian dari proyak AS dengan GWOT-nya.
Kampanye Islam Moderat tidak lepas dari peristiwa WTC 11 September 2001, di mana kelompok muslim dituduh bertanggung jawab atas peristiwa tsb. Melakukan perang tehadap Islam dan kaum muslim adalah sesuatu yang tidak mungkin dilakukan oleh Barat, karena itulah Barat memetakan kelompok Islam, di antaranya dengan memilah kelompok Islam dalam dua kategori yakni Islam radikal dan Islam moderat. Pemunculan istilah Islam moderat dengan definisi yang mereka tetapkan adalah untuk meminggirkan kelompok Islam yang tidak masuk dalam definisi mereka, sekaligus memformat bahwa Islam yang diakui adalah Islam dalam definisi tersebut.
Adalah Rand Corporation – sebuah lembaga riset yang banyak menjadi rujukan pemerintah AS – dalam “Building Moderate Muslim Networks” bahwa karakter Islam moderat, yakni mendukung demokrasi, pengakuan terhadap HAM (termasuk kesetaraan jender dan kebebasan beragama), menghormati sumber hukum yang non sekterian, dan menentang terorisme. Secara lebih detail, Robert Spencer – analis Islam terkemuka di AS – menyebut kriteria seseorang yang dianggap sebagai muslim moderat antara lain: menolak pemberlakuan hukum Islam kepada non muslim; meninggalkan keinginan untuk menggantikan konstitusi dengan hukum Islam; menolak supremasi Islam atas agama lain; menolak aturan bahwa seorang muslim yang beralih pada agama lain (murtad) harus dibunuh; mendorong kaum muslim untuk menghilangkan larangan nikah beda agama dan lain-lain. Angel Rabasa salah satu personel Rand Corporation dalam berbagai kesempatan (misalnya pada Japan Institute of International Affair (JIIA) menggelar symposium di Tokyo, tahun 2008) dengan tema “Islam and Asia: Revisiting the Socio-Political Dimension of Islam”, menyampaikan bahwa Muslim moderat adalah yang mau menerima pluralisme, feminisme dan kesetaraan gender, demokratisasi, humanisme dan civil society. Dalam beberapa situs disebutkan definisi Islam moderat, misalnya situs “muslimsagainstshariah” ditulis di antaranya Islam Moderat: tidak anti bangsa semit, menentang kekhalifahan, kritis terhadap Islam, menganggap Nabi bukan contoh yang perlu ditiru, menentang jihad, pro Israel atau netral, tidak bereaksi ketika Islam dan Nabi Muhammad dikritik, menentang pakaian Islam, syariah, dan terrorisme. Andrew McCarthy dalam National Review Online, 24 Agustus 2010 malah tegas-tegas menyatakan siapapun yang membela syariah tidak dapat dikatakan moderat.
Walhasil Islam Moderat merupakan istilah yang tidak memiliki akar historis maupun syar’iy dalam sistem Islam, tetapi merupakan bagian kampanye ideologi AS dan para pendukungnya dalam kampanye deradikalisasi maupun anti terorisme. Jadi jelaslah bahwa upaya mengusung (kampanye) Islam Moderat tidak berdiri sendiri, tetapi bagian dari skenario besar dominasi Barat atas dunia muslim dengan perancangan yang detail dan sistematis, melibatkan berbagai komponen pendukung dan memetakan berbagai komponen kendala. Istilah Islam radikal dimunculkan sebagai pijakan legal untuk memunculkan istilah Islam Moderat. Kampanye Islam Moderat bernuansa ideologis untuk menjegal perjuangan penegakan Syariah dan Khilafah, menjauhkan umat dari pejuang Islam, membuat polarisasi umat Islam dan merupakan metode pecah-belah atas umat Islam.
Umat Islam harus tetap harus waspada terhadap berbagai makar musuh-musuh Islam dan tetap yakin terhadap janji Allah. Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu, menafkahkan harta mereka untuk menghalangi (orang) dari jalan Allah. Mereka akan menafkahkan harta itu, kemudian menjadi sesalan bagi mereka, dan mereka akan dikalahkan. Dan ke dalam neraka Jahannamlah orang-orang yang kafir itu dikumpulkan“ (TQS al-Anfal [8]: 36). “Dan ingatlah, ketika orang-orang kafir memikirkan muslihat terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu.Mereka memikirkan makar dan Allah menggagalkan makar itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya/makar” (TQS al-Anfal [8]: 30)
Sumber: DPD HTI Tangerang Raya
Terkait dengan ini, mhn dijelaskan tentang Islam yang rahmatan lil `alamin, seperti apa dalam kontek keindonesiaan yang binneka tunggal ika.itu aja terima kasih.