Khalifah Peduli Rakyat

Oleh: Hafidz Abdurrahman

Khalifah, sebagai kepala negara, adalah orang yang dibaiat oleh umat untuk mengurusi urusan mereka berdasarkan Kitab Allah dan Sunnah Rasulullah SAW, baik dalam urusan domestik maupun internasional. Baiat itu sendiri merupakan akad suka rela (‘aqdun muradhat), yang dilakukan antara umat dengan khalifah. Tidak ada paksaan, baik kepada umat maupun khalifah. Karena itu, siapa saja yang menjadi khalifah, dengan baiat yang diterimanya, menyadari betul tanggung jawab dan konsekuensi dari amanah tersebut.

Baiat ini adalah akad yang dilakukan terhadap diri khalifah, karena khalifah memenuhi kualifikasi yang ditetapkan oleh syariah, yaitu Muslim, laki-laki, baligh, berakal, adil, merdeka dan mampu menjalankan amanat dengan sebaik-baiknya. Karena ini merupakan akad terhadap dirinya, maka tanggung jawab khalifah ini tidak bisa dilimpahkan, atau diwakilkan kepada orang lain. Nabi SAW bersabda, al-imamu ra’in wahuwa mas’ulun ‘an ra’iyyatihi (Imam adalah laksana penggembala, dan hanya dialah yang bertanggung jawab terhadap gembalaannya. HR Muslim).

Sekalipun dia bisa dibantu oleh para pembantu (Mu’awinun)-nya, baik untuk mengurus pemerintahan (tafwidh) maupun administrasi (tanfidz), namun itu tidak menghilangkan tanggung jawab Khalifah. Karena amanat itu diberikan oleh umat kepadanya. Wajar, jika Nabi menyatakan, Ya Aba Dzar innaka dha’ifun, wa innaha amanah wa innaha yauma al-qiyamah hizyun wa nadamah illa man akhadzaha bi haqqiha (Wahai Abu Dzar, sesungguhnya kamu lemah, dan amanah itu pada Hari Kiamat bisa menjadi kehinaan dan penyesalan, kecuali orang yang berhasil menunaikannya dengan sebenar-benarnya) (HR Muslim). Pesan Nabi ini menegaskan, bahwa amanat ini hanya bisa dipikul oleh orang-orang kuat, itu pun belum tentu berhasil, kecuali jika dia menunaikannya dengan sebaik-baiknya.

Khalifah Mengurus Kebutuhan Rakyat

Islam menjamin setiap kebutuhan seluruh rakyat Negara Islam, sekaligus memastikan bahwa kebutuhan mereka, satu per satu benar-benar telah terpenuhi dengan sebaik-baiknya. Mulai dari kebutuhan primer, seperti sandang, papan dan pangan, hingga kebutuhan sekunder dan tersier mereka. Tidak hanya itu, Negara Islam juga menjamin kebutuhan rakyatnya akan pendidikan, kesehatan dan keamanan dengan sebaik-baiknya. Semuanya ini diurus dan disediakan oleh khalifah sebagai pemegang amanat.

Namun ini tidak berarti, semuanya harus disuplai oleh negara. Khalifah sebagai pemegang amanat akan memastikan, bahwa hukum Islam sebagai jaminan tunggal terpenuhinya seluruh kemasalahatan tersebut benar-benar dijalankan dengan sebaik-baiknya. Kewajiban mencari nafkah, baik untuk mencukupi kebutuhan diri maupun keluarganya, telah ditetapkan oleh Islam sebagai kewajiban pria dewasa yang mampu. Maka, khalifah akan memastikan bahwa mereka telah menjalankan kewajibannya dengan sebaik-baiknya. Jika mereka tidak melaksanakannya, maka khalifah akan memastikan, apakah ini terjadi karena tidak adanya lapangan kerja, atau karena mereka memang tidak melaksanakan kewajibannya.

Jika ternyata mereka tidak bekerja karena tidak adanya lapangan kerja, maka khalifah akan memastikan mereka mendapatkannya. Tidak harus menjadi pegawai negara, tetapi bisa menjadi apapun sesuai dengan keahlian mereka. Jika mereka bisa bertani, tetapi tidak mempunyai lahan, maka khalifah akan memberikan lahan pertanian berikut bibit pertanian kepada mereka dengan cuma-cuma. Jika mereka mempunyai lahan, tetapi tidak bisa mengelolanya karena tidak mempunyai skill, maka khalifah akan memberikan pelatihan kepada mereka. Jika mereka bisa berdagang, maka khalifah bisa memberikan modal kepada mereka. Demikian halnya, jika mereka mempunyai modal, tetapi tidak bisa mengelola modalnya, maka khalifah akan mengangkat seorang Washi untuk mendidik dan mengelola harta mereka.

Namun, jika ternyata mereka tidak bekerja karena lalai, tidak menjalankan kewajibannya, maka negara akan menjatuhkan sanksi kepada mereka, berupa ta’zir. Begitulah cara khalifah mengurus urusan rakyatnya agar bisa menjamin seluruh kebutuhan dasarnya, yaitu sandang, papan dan pangan, melalui mekanisme ekonomi yang dijalankan oleh masing-masing individu rakyatnya. Ini bagi yang mampu.

Pada saat yang sama, jika ternyata mereka tidak mampu, baik karena cacat maupun uzur yang lain, maka khalifah akan menjamin seluruh kebutuhan mereka dengan mekanisme non-ekonomi. Baik langsung dari Baitul Mal, melalui pos zakat, maupun yang lainnya, atau melalui kerabat dan ahli warisnya. Nabi SAW bersabda: Sebaik-baik sedekah adalah sekedah yang diberikan dari kelebihan, dan mulailah kepada orang yang menjadi tanggunganmu (HR Bukhari).

Semuanya ini menyangkut kebutuhan dasar hingga kebutuhan sekunder dan tersier masing-masing individu, orang per orang. Adapun kebutuhan kolektif, seperti pendidikan, kesehatan dan keamanan, termasuk sarana dan prasarana yang menunjang pendidikan, kesehatan dan keamanan tersebut, maka beban ini dipikul oleh khalifah dengan mengandalkan pada Baitul Mal. Jika di Baitul Mal tidak ada dana, maka beban tersebut bisa dipikul bersama-sama dengan kaum Muslim.

Dengan cara yang sama, khalifah wajib menjamin pendidikan setiap warga negara, baik Muslim maupun non-Muslim secara cuma-cuma, mulai dari pendidikan dasar hingga menengah atas. Demikian halnya dengan kesehatan, khalifah menjamin biaya pengobatan rakyatnya, baik kaya maupun miskin, Muslim maupun non-Muslim dengan cara yang sama. Hal yang sama juga dilakukan oleh khalifah guna menjamin keamanan setiap warganya, mulai dari fasilitas jalan raya, transportasi darat, laut dan udara, hingga penerangan di jalan-jalan dan tempat-tempat umum lainnya, semuanya disediakan dengan fasilitas nomor satu oleh khalifah.

Masjid, pasar, pusat-pusat bisnis, olahraga dan rekreasi semuanya disediakan oleh khalifah sebagai bagian dari fasilitas umum guna menunjang berbagai kebutuhan rakyatnya. Semuanya disediakan dengan layanan nomor satu, dengan berbagai kemudahan yang disediakan.

Jika Negara Lalai

Kewajiban rakyat untuk melakukan kontrol (muhasabah), serta menyampaikan pengaduan (syakwa) kepada khalifah. Muhasabah ini dilakukan, jika kewajiban yang seharusnya dijalankan oleh khalifah di atas tidak dilaksanakan. Sedangkan syakwa dilakukan jika sesuatu yang menimpa rakyat, akibat dari kezaliman yang mereka derita.

Jika negara lalai sehingga menyebabkan terjadinya kecelakaan, seperti kualitas aspal jalan raya yang tidak bagus, sehingga mengakibatkan mobil atau pengendara motor bertabrakan, atau jalan raya bergelombang, atau lobang di mana-mana sehingga mengakibatkan kendaraan roda dua jatuh, atau velg mobil pecah, maka korban bisa menuntut ganti rugi kepada negara. Karena negara dianggap lalai dalam menjalankan kewajibannya.

Dalam hal ini, korban atau rakyat tidak hanya diperbolehkan untuk melakukan koreksi atau pengaduan atas kelalaian negara, tetapi juga diperbolehkan menuntut ganti rugi atas kerugian fisik maupun harta yang dideritanya. Negara juga tidak bisa melarikan diri dari tanggung jawab ini. Jika negara bersikeras merasa tidak bersalah, maka korban bisa mengajukan kepada Mahkamah Madzalim atas tuduhan negara lalai dalam menjalankan kewajibannya. Jika terbukti, maka Mahkamah Madzalim bisa mengambil keputusan, termasuk ganti rugi yang harus dibayar oleh khalifah kepada korban, atau keluarganya.

Begitulah, Islam memastikan negara dengan khalifahnya benar-benar peduli dan mengurusi setiap detail urusan rakyatnya. Dengan cara seperti itu, seluruh kebutuhan rakyat negara khilafah benar-benar akan terpenuhi dengan sebaik-baiknya. Wallahu a’lam.[]

2 comments

  1. Bukankah Mahkamah Madzalim kedudukannya di bawah Khalifah ? Bagaimana kalau Khalifah (yang secara syariah berkedudukan di atas Mahkamah Madzalim) bersikeras tidak ingin melaksanakan keputusan Mahkamah ?

  2. Indahnya Hidup bersama Syariah dalam Naungan DAulah & Khilafah Islam

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*