Penyakit Ideologis dan Elitis Partai

Syekh Taqiyuddin an Nabhani dalam kitabnya al Takattul al Hizbiy menyebut ada dua bahaya yang mengancam partai politik : bahaya ideologis dan bahaya kelas . Dua penyakit itulah yang justru diidap oleh partai-partai kita saat ini. Tidak mengherankan kalau keberadaan partai-partai sekarang, tidak banyak memberikan kebaikan kepada rakyat. Bahkan justru lebih banyak memberikan keburukan kepada rakyat.

Secara ideologis, nyaris semua partai saat ini mengadopsi ideolog Kapitalisme yang batil dan berbahaya. Mereka menjadikan nilai-nilai dasar kapitalisme seperti sekulerisme, demokrasi, liberalism, dan pluralisme menjadi standar berpolitik yang kemudian menjadi sumber bencana. Partai-partai ini berlomba-lomba menggolkan undang-undang liberal seperti UU Migas, Kelistrikan, Penanaman Modal. Undang-undang ini kemudian menjadi dasar dalam kebijakan ekonomi Indonesia yang lebih berpihak kepada pemilik modal, memberikan jalan bagi negara imperialis untuk mengeksploitasi kekayaan alam kita atas nama pasar bebas dan investasi.

Dengan pradigma kapitalisme ini pula, para elit partai yang ada di parlemen, malah memuluskan kebijakan pemerintah yang meyengsarakan rakyat. Pencabutan subsidi BBM, privatisasi pendidikan dan kesehatan yang semuanya mensengsarakan rakyat di dukung , bukan ditolak. Tidak aneh, ketika pemerintah hendak mencabut subsidi BBM, nyaris tidak ada partai yang menolak. Mereka malah memuji pemerintah yang konsisten dengan UU.

Dengan pradigma kapitalisme ini, partai-partai lebih berpikir untuk saling rebut kekuasaan dibanding mengurus rakyat. Kejahatan bukan untuk diselesaikan. Tapi menjadi alat tawar menawar politik untuk mempertahankan kepentingan kekuasaan. Sikap kompromi menjadi menonjol, yang penting semuanya aman dan untung.

Bisa dimengerti kenapa berbagai persoalan yang terkait elit partai seperti skandal BLBI ,Bank Century, Lapindo, berlarut-larut penyelesaiannya. Maraknya korupsi yang melanda elit partai menunjukkan bagai partai ini yang penting adalah mempertahankan kekuasaan. Politik menjadi alat untuk memperbesar pundi-pundi uang elit partai .

Partai pun lebih sibuk untuk menunjukkan seolah-olah peduli rakyat dengan aktifitas sosial. Memberi bantuan sosial kepada masyarakat, melakukan khitanan masal, atau gerak jalan. Padahal kegiatan itu bukanlah tugas pokok partai. Yang seharusnya dilakukan oleh partai adalah bagaimana membuat kebijakan negara atau pemerintah yang mensejahterakan rakyat. Menggolkan UU yang menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok rakyat, menjamin pendidikan dan kesehatan rakyat.

Apa artinya, bakti sosial, uang dibagi-bagi, tapi partai membiarkan negara dengan kebijakannya memiskinkan rakyat secara sistematis ? Apa artinya gerak jalan dan khitanan masal, sementara partai membiarkan penguasa yang membiarkan jalan-jalan hancur , kelas-kelas sekolah hampir rubuh, kejahatan jalanan yang merejalela ? Apa artinya semua itu, ketika partai diam saat transportasi menjadi alat pembunuh masal akibat kelalaian penguasa ?

Penyakit partai yang kedua adalah bahaya kelas. Partai merasa menjadi kelompok elit yang menjauhkan diri dari rakyat. Merasa lebih tinggi dan lebih penting dari rakyat. Di saat rakyat menderita, puluhan juta rakyat miskin, elit partai malah menghambur-hampurkan uang rakyat dan mempertontonkan kekayaan mereka di depan rakyat yang menderita.

DPR nyaris tanpa rasa, menghamburkan uang rakyat dengan berbagai proyek fantastis : renovasi ruang rapat Banggar Rp. 20,3 miliar, renovasi toilet Rp 2 miliar, proyek perawatan gedung DPR sebesar Rp 500 miliar, finger print Rp 4 miliar, renovasi ruang wartawan Rp 700 juta, dan proyek lainnya. Beberapa proyek memang dibatalkan atau dikurangi anggarannya, itupun setelah media mempersoalkannya.

Yang dibutuhkan rakyat sekarang adalah partai yang berideologi Islam. Partai yang memperjuangkan tegaknya syariah Islam dan khilafah Islam. Hanya dengan syariah Islamlah persoalan-persoalan rakyat bisa diselesaikan. Negara Khilafah akan menjamin kebutuhan pokok tiap individu rakyat (sandang, pangan, dan papan). Berdasarkan syariah Islam, negara wajib menjamin pendidikan dan kesehatan gratis untuk rakyat. Kekayaan alam yang merupakan milik rakyat (al milkiyah al ‘amah), seperti tambang emas, minyak, dan batu bara, dikelola negara dengan baik. Hasilnya diserahkan ke baitul mal untuk kepentingan rakyat.

Rakyat membutuhkan Partai Islam yang berpihak dan bersatu dengan rakyat. Dengan ketaqwaannya kepada Allah SWT, partai ini berpegang teguh pada syariah Islam. Melakukan tugas utamanya untuk menyerukan Islam, melakukan amar ma’ruf nahi munkar untuk menyelamatkan rakyat. Aktifis partai yang merasakan penderitaan rakyat dan kemudian sungguh-sungguh menyelesaikannya untuk kepentingan rakyat. Partai yang kritis terhadap setiap kebijakan negara yang membahayakan dan mensengsarakan rakyat. (Farid Wadjdi)

One comment

  1. sebaiknya para politikus membacca artikell ini,,karena mereka yang selalu mengaku sebagi wakil rakyat ternyata jauh panggang daripada api…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*