Vonis Hakim Lebih Enteng

Syarifudin Umar

Syarifudin Umar

KRITIK paling keras yang dialamatkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi selama ini ialah tuntutan jaksanya terkesan basa-basi. Jaksa menuntut ringan dan hakim pun memvonis koruptor sangat ringan sehingga tidak pernah ada efek jera. Akibatnya korupsi terus-menerus diproduksi.

Publik memberi apresiasi yang tinggi, sangat tinggi, kepada jaksa KPK yang berani menuntut pidana maksimal kepada koruptor. Adalah hakim nonaktif Syarifuddin yang dituntut 20 tahun penjara pada 2 Februari karena ia menerima pemberian Rp250 juta dari kurator Puguh Wirawan terkait dengan kepengurusan harta pailit PT Skycamping Indonesia.

Tidak hanya itu. Jaksa KPK juga menuntut pembuktian terbalik terhadap Syarifuddin. Pembuktian terbalik itu berkaitan dengan temuan sejumlah mata uang asing yang disita penyidik KPK saat penggerebekan di rumah terdakwa. Jaksa menilai Syarifuddin memiliki uang asing itu tidak wajar dan patut diduga diperoleh dari tindak pidana korupsi.

Tuntutan 20 tahun penjara terhadap Syarifuddin itu merupakan tuntutan tertinggi sepanjang sejarah KPK. Juga pertama kali digunakan tuntutan pembuktian terbalik. Rekor tuntutan tertinggi sebelumnya dipegang jaksa Urip Tri Gunawan yang tertangkap tangan KPK menerima suap. Ia dituntut hukuman penjara 15 tahun.

Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebenarnya juga diatur vonis seumur hidup atau hukuman mati bagi koruptor. Namun, selama ini belum ada satu pun koruptor yang dituntut penjara seumur hidup, apalagi hukuman mati.

Padahal, tuntutan jaksa yang maksimal hanyalah setetes air penghapus dahaga rasa keadilan. Terminal rasa keadilan sesungguhnya ada di tangan hakim saat mengetuk palu vonis. Rakyat berharap putusan hakim dapat menjadi stimulus mengubah perilaku koruptif yang sudah membudaya.

Harapan rakyat itu masih jauh panggang daripada api. Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, kemarin, memvonis hakim Syarifuddin cuma empat tahun penjara alias diskon 16 tahun dari tuntutan jaksa. Bandingkan vonis jaksa Urip 20 tahun bui, meski dituntut cuma 15 tahun.

Majelis hakim juga tidak sependapat dengan jaksa yang meminta Syarifuddin membuktikan asal usul mata uang asing miliknya melalui pembuktian terbalik. Malah dalam amar putusannya, hakim memerintahkan agar mata uang asing yang nilainya lebih dari Rp2 miliar itu dikembalikan kepada Syarifuddin.

Tentu sulit menghindarkan tudingan bahwa hakim tidak objektif mengadili rekan mereka sesama hakim. Satu korps pasti ada keinginan saling melindungi, sekalipun putusan hakim itu diucapkan demi keadilan atas nama Tuhan Yang Maha Esa.

Akan tetapi, apa pun putusan majelis hakim mesti dihormati sekalipun putusan itu terasa menyakitkan karena menggerus rasa keadilan publik.

Masih ada mekanisme hukum untuk mencari keadilan, yaitu naik banding hingga kasasi. Kita percaya, hakim peradilan lebih tinggi jauh lebih bestari memahami rasa keadilan publik yang tecermin dalam putusan.(mediaindonesia.com, 29/2/2012)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*