Pusat Telaah dan Informasi Regional (Pattiro) menyatakan, pada 2010, sekitar 400 ribu ton beras murah untuk rakyat miskin yang telah dianggarkan pemerintah tidak sampai kepada masyarakat. “Trennya terus naik sejak 2004 hingga 2010,” kata Koordinator advokasi Pattiro, Iskandar Saharudin, Senin 5 Maret 2012.
Angka itu merupakan kesenjangan realisasi beras murah dengan pagu beras yang telah dicanangkan oleh pemerintah. Berdasarkan data yang ia peroleh, pada 2004 angka kesenjangan realisasi beras sekitar 4.000 ton tidak sampai ke masyarakat dan terus melonjak hingga 100 kali lipat hanya dalam waktu enam tahun.
Perbedaan antara pagu beras murah dan realisasi itu disebabkan oleh dua hal, yaitu lambannya penyaluran beras oleh Bulog dan bocornya beras di alur distribusi akibat pelaksanaan distribusi yang tidak transparan dan rawan penyimpangan.
Pattiro juga menemukan hampir seluruh aparat desa tidak mengetahui berapa jatah beras untuk daerahnya. Sedangkan satuan kerja yang bertugas mendistribusikan beras ke titik distribusi juga tidak menunjukkan daftar jumlah jatah beras kepada pelaksana distribusi.
Selain itu, Pattiro menemukan jarang ada pengumuman soal jumlah beras yang didistribusikan kepada keluarga miskin. Dari 10 provinsi yang diteliti, Provinsi Banten menjadi daerah dengan realisasi beras murah paling rendah, disusul Papua dan Aceh.
Di Kota Cilegon, Banten, realisasinya mencapai 93,9 persen atau 2,3 ribu ton. Namun di Kota Tangerang, realisasi berasnya hanya 24 persen dari pagu 4,85 ribu ton.
Pattiro juga menemukan praktek penggelembungan harga beras murah. Sebelumnya, pemerintah menjatahkan beras bagi masyarakat sebesar 15 kilogram per bulan dengan harga tebus Rp 1.600 per kilogram. Namun di lapangan, angka itu berubah menjadi 5-10 kilogram per bulan dengan harga tebus Rp 1.800-2.000 per kilogram.
Sementara itu, harga beras di pasar tradisional di Surakarta mulai berangsur turun setelah beberapa daerah penghasil beras mulai panen raya. Penurunan harga beras bukan hanya terjadi pada beras premium atau beras super, tapi juga beras medium.
Salah seorang pedagang beras di Pasar Legi, Ali Wiyono, mengatakan saat ini harga beras super turun dari Rp 9.000 menjadi Rp 8.800 per kilogram. Kemudian beras medium turun menjadi Rp 7.000 dari awalnya Rp 7.500 per kilogram. Penurunan harga beras sudah terjadi sejak tiga hari yang lalu.
Penurunan harga juga terjadi di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Harga beras kelas premium turun dari Rp. 8.700 menjadi RP.7.900 per kilogram. Harga beras kelas medium turun dari Rp.7.500 menjadi Rp.6.700 per kilogram.
Hal ini dipicu, salah satunya, oleh masa panen padi di DIY yang sudah dimulai pada akhir Februari lalu. Pelaksana tugas Kepala Seksi Pengadaan dan Penyaluran Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan Usaha Kecil-Menengah DIY, Sugiyono, menyatakan padi jenis Ciherang, Inpari 13, serta IR 1 dan IR 2 sudah dipanen. (tempo.co, 6/3/2012)