Paling tidak dalam satu bulan ditemukan satu bayi telantar di Depok, Jawa Barat. Fakta ini tergambar pada kasus awal tahun ini, baik bayi yang ditemukan warga maupun yang diperdagangkan.
Angka bayi yang ditelantarkan dalam tiga tahun belakangan juga cenderung meningkat. Hal ini menguatkan dugaan adanya potensi perdagangan bayi di wilayah selatan Ibu Kota itu.
”Kecenderungannya angka penelantaran bayi memang meningkat, bayi yang diterlantarkan dan kami temukan. Dari semua bayi yang kami temukan di Depok, sebagian besar dari wilayah lain. Ini disebabkan letak Depok yang mudah diakses, baik melalui jalan raya maupun dari jalur kereta,” tutur Kepala Seksi Bina Sosial Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Depok Sudarya, Selasa (6/3/2012), di Depok.
Data Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Depok tahun 2010, di Depok terdapat lima anak telantar. Tahun 2011 terdapat 11 bayi yang ditemukan telantar.
Sementara tahun 2012 sudah ada empat bayi yang ditemukan telantar di Depok, termasuk yang diperdagangkan. Semua bayi itu kini dititipkan di Panti Asuhan Bina Remaja Mandiri di Jalan Juanda, Depok.
”Dari temuan itu, hanya sedikit yang kami ketahui orangtuanya. Sebagian besar tidak dapat terlacak. Namun, dari yang dapat kami ketahui orangtuanya, mereka mengaku penelantaran bayi itu karena persoalan ekonomi,” kata Sudarya.
Persoalan ini tidak dapat dianggap sepele karena penelantaran anak bisa menjadi gambaran tingginya kasus perdagangan manusia.
Satu dari tiga kasus terakhir pada awal tahun ini adalah penemuan bayi perempuan di RT 2 RW 9 Kelurahan Tanah Baru, Beji, Kamis (16/2/2012) malam.
Kasus berikutnya adalah penggagalan penjualan dua bayi lelaki oleh seorang perempuan berinisial MS di mal ITC Depok, Jumat (17/2) sore.
Jatuh ke tangan sindikat
Ferlian Anggraini, Pemimpin Panti Asuhan Bina Remaja Mandiri, mengatakan, sebagian anak telantar tersebut telah diadopsi. Pengadopsian berlangsung dengan mediasi Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Depok.
”Saat ini, kami mengasuh 25 anak telantar yang usianya kurang dari 18 tahun. Saya yakin, masih banyak bayi telantar yang tidak terpantau, barangkali jatuh ke tangan sindikat perdagangan bayi,” kata Ferlian.
Lembaga tersebut mempekerjakan lima pengasuh dengan dana operasional dari pemerintah. Setiap anak mendapat bantuan pemerintah Rp 3.000 per hari.
”Dana ini untuk biaya hidup mereka. Kekurangannya dari usaha sosial panti,” ujarnya.
Potensi tinggi
Dugaan tingginya potensi penjualan bayi ditandai dengan banyaknya permintaan adopsi warga. Hal ini disampaikan bidan Tuti Alawiyah yang berpraktik di Kelurahan Bojong Pondok Terong, Kecamatan Cipayung.
Sosiolog Universitas Indonesia, Ricardi Adnan, menduga perdagangan manusia sudah berlangsung lama di Depok. Selain karena letak geografisnya, pertumbuhan penduduk juga pesat.
”Buktinya, tingkat kriminalitas semakin tinggi dan beragam, termasuk perdagangan anak,” tutur Ricardi. (kompas.com, 7/3/2012)
Komentar:
Cermin rapuhnya sistem sosial dan keluarga dalam masyarakat demokrasi yang berpadu dengan kemiskinan struktural. Inilah salah satu bukti jahatnya ideologi kapitalisme (LS-HTI)