Penolakan Kedutaan Tunisia Memberikan Visa Untuk Menghadiri Konferensi Tunis Menegaskan Bahwa Rezim Baru Tidak Berbeda Dari Sebelumnya
Hizbut Tahrir wilayah Sudan mengajukan permohonan izin masuk (visa) ke Tunisia untuk dua aktivis Muslimah Hizbut Tahrir, juga untuk seorang aktivis pers Muslimah Profesor Fatima Ghazali. Rencananya visa digunakan untuk menghadiri dan berpartisipasi dalam Konferensi Perempuan Internasional yang diselenggarakan oleh aktivis Muslimah Hizbut Tahrir di ibukota Tunisia pada hari Sabtu, 17 Rabi’uts Tsani 1433 H / 10 Maret 2012 M, dengan tema: “Khilafah: Model Cemerlang bagi Hak-Hak dan Peran Politik Perempuan“. Meskipun permohonan kami sudah dilampiri dengan undangan untuk berpartisipasi dalam konferensi itu, dan telah diterima oleh Kedutaan Besar Tunisia di Khartoum jauh sebelum waktu pelaksaan konferensi, namun kedutaan terus mengulur-ulur, yang artinya kedutaan menolak untuk memberikan visa. Sehingga hal ini menegaskan bahwa rezim yang sekarang ada di Tunisia tengah menjalankan negara dengan mentalitas yang sama dengan rezim Ben Ali, yang dihantui oleh rasa takut terhadap pemikiran dan kata “perubahan” senjata Hizbut Tahrir.
Sungguh, kami di Hizbut Tahrir wilayah Sudan menilai keji tindakan Kedutaan Besar Tunisia ini, dan kami menegaskan:
Pertama, tindakan Kedutaan Besar Tunisia di Khartoum yang menghalangi keberangkatan beberapa peserta dalam konferensi tersebut tidak akan mempengaruhi pelaksanaan dan keberhasilan konferensi, Insya Allah.
Kedua, tindakan seperti ini tidak akan pernah mampu mengubah arah kekuatan Hizbut Tahrir, di mana para aktivis Muslim (Syabab) dan Muslimah (Syababat)-nya telah menyerahkan seluruh hidupnya untuk melanjutkan kehidupan Islam dengan mendirikan Khilafah Rasyidah yang tegak di atas metode kenabian. Bahkan, mereka akan semakin kuat dan bertekad untuk terus menempuh jalan perubahan yang hakiki.
Ketiga, mencegah masyarakat dari bepergian untuk menghadiri konferensi tersebut tidak lain kecuali untuk menghalagi tegaknya syariah Islam yang kokoh. Sehingga hal ini tidak memberi ruang keraguan sedikit pun bahwa rezim di Tunisia sejauh ini belum berubah. Sementara yang telah berubah hanyalah permukaannya saja. Sebab, rezim di Tunisia sekarang masih dekat dengan kaum kafir Barat yang terus berusaha membuat berbagai barikade dan hambatan untuk mencegah kembalinya Islam ke tempat aplikasi dan implementasi.
Keempat, masyarakat di negeri-negeri Islam, terutama di Tunisia, sungguh mereka telah melakukan revolusi melawan ketidakadilan, penindasan, pengekangan (represi), dan pencegahan masyarakat dari mengatakan kebenaran. Dan, Insya Allah, revolusi mereka yang akan datang adalah untuk melakukan perubahan yang mendasar dan hakiki, yang tidak akan terwujudkan kecuali dengan menegakkan sistem yang hak dan berkeadilan, yaitu sistem Islam yang agung di bawah naungan negaranya, yakni Negara Khilafah Rasyidah yang tegak di atas metode kenabian.
Kelima, Negara Khilafah, Insya Allah, akan tegak kembali dalam waktu dekat, dan akan menghilangkan semua pembatas dan hambatan yang dibuat oleh kaum kafir imperialis, sehingga pada saat itu nanti kaum Muslim di Sudan tidak perlu lagi izin masuk (visa) untuk mengunjungi saudara-saudaranya di Tunisia, atau tempat mana pun di negeri-negeri kaum Muslim. Dan ketika itulah, terwujud firman Allah SWT:
﴿ إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ ﴾
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu tidak lain adalah bersaudara.“(TQS. Al-Hujurat [49] : 10).
Ibrahim Utsman (Abu Khalil)
Juru bicara Resmi Hizbut Tahrir wilayah Sudan
Sumber: Sumber: hizb-ut-tahrir.info, 9/3/2012.