Nelayan tradisional Pangkalpinang, Provinsi Bangka Belitung (Babel), mengeluhkan rencana pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM). Karena, rencana tersebut dipastikan akan makin menambah biaya operasional melaut.
“Kenaikan harga BBM ini akan mempersulit nelayan untuk meningkatkan kesejahteraan. Karena, hasil tangkapan ikan tidak lagi seimbang dengan biaya melaut yang tinggi,” ujar Sholeh, salah seorang nelayan Pangkal Arang, di Pangkalpinang, Ahad.
Sholeh menjelaskan biaya melaut selama satu pekan saat ini mencapai Rp 1,5 juta. Sedangkan apabila harga BBM naik, semua kebutuhan melaut ikut naik termasuk biaya melaut. Sholeh memperkirakan biaya melaut naik menjadi Rp 4 juta lebih selama sepekan.
Kenaikan harga BBM akan berdampak langsung terhadap naiknya kebutuhan ransum selama melaut seperti beras, minyak goreng, mie instan, rokok dan lainnya. Apalagi kalau nilainya diperhitungkan dengan biaya penyusutan mesin kapal selama melaut.
Nelayan selama ini juga kesulitan mendapatkan BBM jenis solar di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Minyak Nelayan (SPBN) di Pusat Pendaratan Ikan (PPI) Kelurahan Ketapang. Karena, persediaan BBM cepat habis.
Jatah BBM jenis solar bersubsidi untuk nelayan tradisional di SPBN Ketapang sebanyak 80 liter per sekali melaut. Namun, nelayan hanya mendapatkan jatah 30 hingga 40 liter karena ketersediaan BBM kurang.
”Karena itu, kami berharap pemerintah untuk mengkaji ulang rencana kenaikan harga BBM. Kenaikan BBM akan menyulitkan nelayan untuk meningkatan pendapatan dari hasil penjualan ikan,” katanya. “Kami terkadang harus berhutang terlebih dahulu kepada tauke ikan untuk membeli BBM dan kebutuhan ransum selama melaut.” (republika.co.id, 11/3/2012)