Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Din Syamsuddin mengatakan, pemerintah cukup keras kepala jika tetap menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersudsidi pada 1 April 2012 mendatang. Din menyebut, pemerintah tidak memperhatikan keinginan rakyatnya.
“Pemerintah keras kepala, sehingga akan berhadapan dengan rakyat, saya tidak bermaksud memprovokasi tetapi inilah sikap kita,” kata Din kepada wartawan usai menghadiri pembukaan konferensi internasional inovasi berkelanjutan di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Senin (19/3) yang dibukan Wakil Presiden Boediono dan diikuti perwakilan dari sembilan negara di dunia. Konferensi sendiri akan berlangsung hingga Selasa (20/3).
Menurut Din, kenaikan harga BBM merupakan kebijakan yang tidak bijak, sebab kebijakan tersebut justru akan menyusahkan rakyat. Pasalnya, kenaikan harga BBM sering dibarengi, bahkan didahului dengan kenaikan barang-barang lainnya terutama kebutuhan pokok yang justru akan membawa dampak pada kesusahan hidup rakyat
“Itu bisa dihindari dan bukan opsi jika pemerintah benar dalam pengelolaan perminyakan,” imbuh dia.
Dikatakannya, yang terjadi saat ini justru kebocoran dan korupsi dalam pengelolaan migas. Padahal, Indonesia bisa memproduksi minyak sendiri karena ada deposit untuk itu. Din menyayangkan, sikap pemerintah yang tetap bertahan pada produksi 900 ribu barel/hari, sementara kebutuhan minyak masyarakat 1.250 barel/hari. Jadi, pemerintah memilih kebijakan membeli kekurangan 350 ribu barel/hari.
Pembelian inilah, kata Din, yang justru mendorong transaksi yang tidak transparan. “Saya dengar anak perusahaan Pertamina Petral yang melakukan pembelian minyak mentah di Singapura rentan melakukan kecurangan itu,” terang dia.
Sementara BP Migas sebagai lembaga yang mengelola tidak memiliki lembaga pengontrol. “Bisa dibayangkan pihak asing yang sudah lama bercokol di Indonesia yang sudah habis waktunya dan tidak diakhiri bahkan diperpanjang. Bahkan, menurut data Kanada, kita adalah negara dengan investasi Migas terburuk di dunia,” jelasnya.
Karena itulah kemudian pemerintah berdalih mengurangi subsidi dengan menaikkan harga BBM. “Ini sebuah kamuflase, apalagi dialihkan ke BLT ini kamuflase untuk meraih simpati rakyat. Ini praktek politik yang tidak benar sehingga saya pribadi dan Muhammadiyah tidak setuju dengan kenaikan harga BBM,” tegasnya. (republika.co.id, 19/3/2012)