Meski di usia senja, kakek itu tetap harus memikul berat berat di pundaknya bahkan lebih berat lagi pasca penaikan harga bahan bakar minyak (BBM) per 1 April mendatang. Meski dijanjikan mendapatkan bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM), namun tidak sebanding dengan efek berganda dari penaikan harga BBM.
Nafas sang kakek terengah dan tersengal saat berjalan, lantaran beban berat yang dipikulnya tidak imbang. Di ujung pikulannya yang satu tergantung kotak kecil bertuliskan BLSM Rp 150 ribu (Sementara). Sedangkan di ujung lainnya sekarung masalah baru yang bermunculan sebagai efek dari kenaikan harga BBM.
Karung tersebut bertuliskan: BBM Naik; Angkutan Naik; Beras Naik; Minyak Naik; Telur Naik; Daging Naik; Ikan Naik; Sayuran Naik; Bumbu Dapur Naik; Gula Naik; Semua Barang Naik; Kesehatan Mahal; Pendidikan Mahal; dan lain-lain. (Selamanya).
Begitulah pesan dari teatrikal yang diperankan seorang aktivis Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang sudah uzur itu saat aksi bersama ratusan aktivis HTI lainnya yang membentangkan berbagai spanduk penentangan atas kebijakan pemerintah menaikan harga BBM , Selasa (27/3) siang di Bundaran HI, Jakarta.
Dalam pers rilis yang disebarkan saat aksi, HTI menegaskan menolak kenaikan harga BBM. Menurut HTI, dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2012 penerimaan negara dari sektor migas itu sekitar Rp 231,09 trilyun. Jika harga minyak naik maka dipastikan pemasukan migas juga naik. Dalam Rancanagn APBN Perubahan 2012 disebutkan pemasukan itu berkisar Rp 270 trilyun. Artinya ada kenaikan pemasukan sekitar Rp 40 trilyun.
“Dengan dana sebesar itu sesungguhnya cukup menambal kebutuhan subsidi Rp 46 trilyun, bila harga BBM tidak dinaikan, kurangnya yang Rp 6 trilyun bisa dengan mudah ditutup. Misalnya dari anggaran kunjungan di APBN 2012 yang nilainya sekitar Rp 21 trilyun,” ungkap rilis yang tertanda Juru Bicara HTI Ismail Yusanto itu. (eramuslim.com, 27/3/2012)