Mesir kembali menyatakan tetap menolak untuk menandatangani Perjanjian Pemanfaatan Air Sungai Nil dipelopori Ethiopia dan negara-negara Lembah Nil.
“Sikap Mesir jelas, yakni menolak menandatangani perjanjian tersebut hingga memastikan keamanan sumber airnya terjamin,” kata Menteri Sumber Air dan Irigasi Mesir, Hisham Kindil, Sabtu (31/3) waktu setempat.
Mesir juga tetap memprotes Ethiopia yang bersikeras untuk membangun bendungan yang dipastikan akan berdampak negatif pada berkurangnya perolehan Mesir atas air sungai Nil.
Para pengamat menduga, proyek bendungan Ethiopia itu didanai oleh Israel, yang bakal menjadi posisi tawar politik dan ekonomi Tel Aviv untuk menekan Mesir.
Meskipun Addis Ababa telah berulang kali menyatakan bahwa bendungan itu tidak akan berpengaruh pada perolehan Mesir terhadap air Nil.
Negara-negara Lembah Nil mencakup Mesir, Sudan, Sudan Selatan, Ethiopia, Uganda, Tanzania, Rwanda, Republik Demokratik Kongo, Kenya dan Burundi.
Selain Mesir, Sudan juga menyatakan menolak perjanjian pemanfaatan air Nil tersebut.
Perjanjian tersebut intinya memberi keleluasaan kepada anggota untuk memanfaatkan sumber air Nil secara layak.
Namun, Mesir dan Sudan yang berada di ujung utara Sungai Nil menganggap perjanjian tersebut merugikan mereka dalam perolehan air di sungai terpanjang di benua Afrika tersebut.
Menteri Kindil mengatakan, Nil merupakan satu-satu sumber air bagi negeri Piramida itu.
“Sebanyak 95% air Mesir bersumber dari Sungai Nil, dan lima persen lainnya dari air tanah,” katanya. (mediaindonesia.com, 1/4/2012)
bagaimanapun,air bukan komoditas kapitalistik yang boleh diprivatisasi_
http://ipb-engineerofislamiccivilization.blogspot.com/2012/03/rekontekstualisasi-pengelolaan-air.html