Banjarmasin, HTI Press. Menyikapi kebijakan pemerintah yang akan menerapkan kenaikan harga BBM mulai per 1 April ini, DPD I HTI Kalimantan Selatan menggelar Aksi Simpatik “Tolak Kenaikan Harga BBM, Kebijakan Khianat dan Dzalim“, Ahad kemarin (25/03/2012).
Sejak pukul 9 pagi, sekitar 1000 massa HTI bersama warga melakukan longmarch sambil berorasi, membentangkan spanduk dan banner, serta membagikan leaflet pernyataan sikap penolakan terhadap kebijakan pemerintah yang akan menaikkan harga BBM. Longmarch ditempuh selama satu jam dengan menyusuri jalan-jalan utama di Kota Banjarmasin dan berakhir di halaman terbuka Mesjid Raya Sabilal Muhtadin.
Di sini mereka mengikuti orasi, yang disampaikan M. Hatta, SE, MSI (LKI DPD I HTI Kalsel), Hidayatullah Muttaqin, SE, MSI (Ketua LS DPD I HTI Kalsel), Hidayatullah Akbar, SE (Humas DPD I HTI Kalsel).
Dalam orasinya, M. Hatta menyampaikan alasan-alasan yang digunakan pemerintah untuk menaikkan harga BBM penuh kebohongan. Salah satunya pemerintah beralasan subsidi BBM akan menyebabkan APBN jebol. Padahal banyak pos-pos anggaran belanja yang membebani APBN, seperti pembayaran utang yang jumlahnya mencapai Rp 233,5 trilyun di mana Rp 122,2 trilyun di antaranya adalah cicilan bunga utang. “Jelaslah, pemerintah telah melakukan kebohongan terhadap publik”, tegas M. Hatta.
Sementara itu Hidayatullah Muttaqin menegaskan, penolakan kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM adalah wajar, karena kebijakan ini sangat zalim, yang sudah pasti semakin menambah kesengsaraan kehidupan masyarakat, khususnya menengah ke bawah. Kebijakan ini juga merupakan kebijakan yang mengkhianati rakyat, sebab sejatinya bukan pemerintah yang mensubsidi rakyat, justru rakyat yang mensubsidi pemerintah. Ia menegaskan, ladang-ladang migas adalah milik rakyat sebagai harta milik umum, namun oleh pemerintah ladang-ladang migas tersebut dikuasakan kepada swasta dan asing, sehingga kemudian pemerintah menyuruh rakyat Indonesia membeli minyaknya sendiri, dengan harga yang mengikuti mekanisme pasar. Jelas ini merupakan sebuah pengkhianatan terhadap rakyat.
Dalam orasinya Hidayatullah menekankan, kebijakan zalim dan khianat yang dilakukan pemerintah, disebabkan oleh pemerintah telah menceburkan Indonesia dalam pusaran liberalisme ekonomi dan liberalisasi sektor migas. Undang-Undang No. 22 tentang Migas tahun 2001 merupakan fondasi dasar diberlangsungkannya liberalisasi sektor migas, sehingga Indonesia harus membuka ladang-ladang migasnya kepada swasta dana asing, harus menaikkan harga BBM dalam negeri mengikuti harga internasional melalui mekanisme pasar, agar investor asing dapat berbisnis BBM di Indonesia, dan harus memprivatisasi (unbundling) Pertamina dengan cara memecah kesatuan sektor hulu dan hilir. Tujuannya tidak lain untuk memberikan keuntungan sebesar-besarnya bagi asing.
“Tidak ada kedaulatan energi di Indonesia akibat terbukanya Indonesia oleh intervensi asing. Semua ini akibat negara kita menerapkan Kapitalisme dan sistem demokrasi! Untuk itulah kebijakan pemerintah harus ditolak karena hukumnya haram!!!”, seru Hidayatullah Muttaqin kepada massa.
Dalam orasi berikutnya, HUMAS HTI Kalsel, Ustadz Hidayatul Akbar menyampaikan, haram hukumnya pemerintah menaikkan harga BBM, sebab kebijakan tersebut dilatarbelakangi oleh aturan-aturan kufur, liberalisasi ekonomi, dan privatisasi harta milik publik. “Rasulullah pernah memberikan sebuah ladang garam kepada seorang sahabat, lalu sahabat lainnya menyatakan keberatannya, bahwa apa yang telah diberikan kepadanya bagai air yang tak akan pernah berhenti mengalir, Beliau pun menarik kembali apa yang telah diberikan kepada sahabat, dan ini menunjukan privatisasi itu adalah haram.” tegas Ustadz Hidayatul Akbar. Beliau juga menjelaskan sabda Rasulullah SAW. bahwa manusia berserikat dan memiliki bersama 3 hal, yaitu air, padang rumput gembalaan, dan api, dan ketiganya haram diprivatisasi.
“Oleh karena itu, penolakan terhadap kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM harus diikuti penolakan terhadap demokrasi dan Kapitalisme, sebab sistem dan ideologi inilah yang menjadi penyebab semua problem di Indonesia. Sebagai solusinya kita harus menerapkan aturan-aturan syariah dengan cara menegakkan Khilafah Islamiyah”, kata HUMAS HTI Kalsel yang disambut takbir oleh seribu peserta aksi.
Sementara itu, salah satu peserta aksi penolakan kebijakan penaikkan harga BBM yang juga mantan wakil walikota Banjarmasin Alwi Sahlan, M.Si, diberi kesempatan tampil berbicara sebagai anggota masyarakat. Dalam orasinya, Alwi Sahlan menyampaikan, orang-orang miskin, para nelayan, para petani, para buruh, dan padagang tidak dapat hadir di tempat ini, tetapi suara hati nurani mereka yang menolak kebijakan pemerintah telah diwakili oleh Hizbut Tahrir.
Di akhir orasi, Ketua DPD I HTI kalsel, Ustadz Baihaqi Al-Munawar, S.Hut, menyampaikan pernyataan sikap Hizbut Tahrir Indonesia. Pertama, menolak rencana kenaikan harga BBM, karena ini adalah kebijakan yang dzalim dan sebuah pengkhianatan yang sangat nyata. Kedua, menaikkan harga BBM dan kebijakan apapun yang bermaksud untuk meliberalkan pengelolaan sumber daya alam khususnya migas merupakan kebijakan yang bertentangan syariat Islam. Ketiga, mengingatkan pemerintah bahwa menaikkan harga BBM di tengah kesulitan hidup seperti sekarang ini bisa mendorong timbulnya gejolak sosial akibat tekanan ekonomi yang tak tertahankan oleh puluhan juta rakyat miskin. Dan gejolak itu bukan tidak mungin akan berkembang menjadi semacam revolusi sosial sebagaimana telah terjadi di sejumlah negara Timur Tengah.
Terakhir aksi ini ditutup dengan do’a yang dibacakan oleh Ustadz Wahyudi Ibnu Yusuf (LKU DPD I HTI Kalsel). Setelah do’a peserta bubar dengan tertib pada pukul 11.00 wita. [Regi Rachmaddian]