Perdebatan soal keberadaan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dalam koalisi pendukung pemerintah saat ini telah menciptakan kegaduhan politik yang tidak produktif bagi masyarakat. Itu hanya memperlihatkan tarik-menarik kepentingan elite politik saja.
“Kegaduhan soal koalisi itu tidak langsung bisa menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapi rakyat, seperti naiknya harga kebutuhan pokok atau kemiskinan,” kata pengamat politik dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada (UGM) Ari Dwipayana, Sabtu (7/4/2012) di Jakarta.
Ari berharap, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yang juga pimpinan koalisi, segera mengakhiri kegaduhan soal koalisi itu. Presiden bisa segera mengambil keputusan dengan beberapa opsi dengan beberapa risikonya.
Salah satu opsi, PKS dikeluarkan dari koalisi dan diganti tiga menterinya, yaitu Menteri Komunikasi dan Informasi, Menteri Pertanian, dan Menteri Sosial. Risikonya, kemungkinan bakal muncul perlawanan partai tersebut di DPR.
Opsi lain, jatah tiga menteri dari PKS dikurangi, tetapi partai itu tetap berada dalam koalisi. Keberadaan PKS akan menjadi penyeimbang terhadap kemungkinan “kenakalan” Partai Golkar dalam koalisi.
Bisa juga, semua menteri untuk PKS tidak dikurangi, tetapi suara partai itu tidak dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan tertentu di Sekretariat Gabungan (Setgab).
“Saya menduga, Presiden Yudhoyono akan mengambil jalan moderat, seperti mengurangi jatah menteri untuk PKS. Atau jatah menteri tetap, tetapi tak melibatkan partai itu dalam pengambilan keputusan tertentu,” kata Ari. (kompas.com, 7/4/2012)