Sejumlah sumber mengatakan kepada “al-seyassah” tentang adanya rencana Iran untuk membagi Irak dan mendirikan negara Syiah di wilayah selatan Irak, yang merupakan perpanjangan dari Republik Islam Iran, setelah kegagalan sekutunya, Perdana Menteri Nuri al-Maliki untuk memperluas dominasinya secara penuh atas kekuasaan dan menundukkan kaum Sunni Arab dan Kurdi .
Sumber-sumber tersebut menegaskan bahwa telah terjadi eskalasi perbedaan antara al-Maliki di satu sisi, dan koalisi “Irak” yang dipimpin oleh Iyad Allawi, serta Pemerintah Regional Kurdistan di sisi lain, setelah kaum Sunni dan Kurdi mengetahui rencana Iran.
Pimpinan koalisi Allawi sekaligus anggota Komisi Keamanan dan Pertahanan di Parlemen Hamid al-Mutaliq menuduh Iran memperdalam jurang perselisihan di dalam negeri Irak, serta berusaha meningkatkan perbedaan antara Syiah dengan Sunni Arab dan Kurdi dalam kerangka rencana strategis.
Sumber-sumber itu mengungkapkan pada “al-seyassah” bahwa proyek Iran ditujukan untuk dua hal: Pertama, memecah persatuan Irak dan memicu konfrontasi sektarian di warganya. Kedua, membuka jalan untuk mendirikan negara Syiah sebagai perpanjangan Iran, dan terikat dengan politiknya di sembilan provinsi wilayah selatan Irak.
Dalam menggarisbawahi beberapa bocoran dan adanya koordinasi yang erat antara pihak-pihak di “Hizbud Dakwah” yang dipimpin oleh al-Maliki dengan “Garda Revolusi” yang mengadopsi proyek memecah belah, maka peneliti akademis Khadir Abdul Hussein menjelaskan pada “al-seyassah” tentang pandangan “Garda Revolusi” bahwa Irak tidak akan lari dari mendukung Iran dalam konflik dengan Dewan Kerjasama Teluk (GCC) selama masih bersatu, dan mengizinkan kaum Sunni dan Kurdi untuk menjadi bagian dari pembuatan keputusan politik dalam bentuk apapun.
Ia menambahkan bahwa ada dua pilihan di depan “Garda Revolusi“: Apakah membagi Irak dan mendirikan negara Syiah di wilayah selatan, yang murni loyalitas politiknya kepada Iran; atau memperkuat Maliki untuk menguasai penuh setiap posisi dan tempat strategis negara Irak, serta menundukkan kaum Sunni dan Kurdi untuk dominasi penuh kaum Syiah. Dikatakan bahwa opsi yang kedua ini tampaknya sulit karena kaum Sunni dan Kurdi telah mengetahui dengan cepat fakta rencana ini, sehingga hal itu yang menyebabkan terjadinya eskalasi perselisihan.
Sementara itu, Maryam al-Nuaimi peneliti urusan Iran menegaskan pada “al-seyassah” bahwa Teheran tidak akan berhenti hanya pada rencana pembentukan negara Syiah di wilayah selatan Irak saja, namun ia merencanakan juga tahap kedua untuk menciptakan kekacuan secara luas di Dewan Kerjasama Teluk (GCC), khususnya di Bahrain, Kuwait, wilayah timur Arab Saudi dan Oman, kemudian menjadikan seluruh kawasan Teluk itu untuk kepentingan pengaruh Iran dengan dukungan pemerintahan Syiah yang kuat dan dominan di Baghdad, atau sebuah negara Syiah di wilayah selatan Irak (al-seyassah.com, 12/4/2012).