Meski sejak beberapa bulan lalu Angelina Sondakh dan Miranda Goeltom ditetapkan sebagai tersangka, Komisi Pemberantasan Korupsi belum juga melakukan pemeriksaan terhadap keduanya. Jangankan memeriksa keduanya sebagai tersangka, KPK belum juga memeriksa saksi-saksi terkait perkara Angelina dan Miranda ini.
KPK mengumumkan penetapan Angelina sebagai tersangka kasus korupsi wisma atlet SEA Games pada 3 Februari 2012. Adapun Miranda ditetapkan sebagai tersangka kasus suap cek perjalanan terkait pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (DGS BI) pada 26 Januari 2012. Peningkatan status kedua wanita itu diumumkan Ketua KPK Abraham Samad dalam sebuah jumpa pers. Saat itu, Abraham tidak didampingi unsur pimpinan KPK yang lain.
Langkah pimpinan KPK Jilid III yang tergolong cepat ini memang patut diapresiasi. Belum enam bulan memerintah, Abraham dan kawan-kawan menetapkan dua tersangka baru kasus korupsi. Namun, apresiasi di awal itu menjadi antiklimaks ketika proses hukum terhadap Angelina dan Miranda menjadi berlarut-larut.
Anggota Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch (ICW), Emerson Yuntho, mengatakan, mandeknya pemeriksaan terhadap Angelina dan Miranda ini dapat menimbulkan kecurigaan publik. Dikhawatirkan berkembang asumsi di masyarakat kalau KPK diskriminatif dalam memperlakukan seorang tersangka.
“Ini jadi keprihatinan kita. Proses itu harus dilakukan segera, kalau tidak dilakukan, akan menimbulkan kecurigaan publik. Poinnya, setiap jadi tersangka, jangan menunda-nunda proses, ini jadi kredit poin negatif bagi KPK,” kata Emerson saat dihubungi Kompas.com, Minggu (15/4/2012).
Kekhawatiran Emerson ini tampaknya menjadi benar. Kuasa hukum tersangka Murdoko, Yanuar Prawira Wasesa, misalnya, menuding KPK diskriminatif terhadap kliennya. “Angie (Angelina Sondakh) misalnya, apa yang mereka lakukan, perlakuan terhadap mereka sangat istimewa. Sementara itu kader-kader PDI-P diperlakukan seperti ini,” kata Yanuar, Jumat (13/4/2012).
Proses hukum terhadap Murdoko tergolong cepat. Pada 26 Maret Murdoko ditetapkan sebagai tersangka, kemudian pada 3 April KPK memanggil Murdoko untuk diperiksa. Lantaran yang bersangkutan tidak dapat hadir, pemeriksaan Murdoko dijadwalkan ulang pada 13 April. Seusai diperiksa 13 April, Murdoko yang menjadi tersangka kasus penyalahgunaan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, 2003-2004 itu langsung ditahan.
KPK kurang alat bukti
Informasi yang beredar menyebutkan, pemeriksaan terhadap Angelina dan Miranda belum juga dilakukan lantaran penetapan tersangka keduanya tidak melalui proses hukum yang baku. Abraham diduga bermain sendirian dalam hal ini. Padahal, pimpinan KPK bersifat kolektif kolegial. Artinya, setiap keputusan termasuk penetapan seseorang sebagai tersangka diharuskan melalui persetujuan lima pemimpin KPK.
Namun, isu itu dibantah Abraham. Menurut dia, penetapan tersangka Angelina dan Miranda sudah melalui prosedur yang benar. “Apa yang ditetapkan pimpinan sifatnya kolektif kolegial,” kata Abraham dalam temu media di Jakarta, Kamis (15/3/2012), didampingi jajaran pimpinan KPK lainnya.
Hal berbeda diungkapkan Wakil Ketua KPK Zulkarnain. Kamis (12/4/2012), Zulkarnain mengakui kalau pemeriksaan perkara Angelina dan Miranda belum juga dimulai lantaran KPK terkendala administrasi, termasuk soal alat bukti yang belum cukup. “Termasuk itu (barang bukti),” katanya, saat dihubungi wartawan, Kamis (12/4/2012).
Zulkarnain ditanya apakah kurangnya alat bukti menjadi salah satu kendala bagi KPK. Namun, dia enggan menjelaskan lebih jauh soal pernyataannya itu. Mantan koordinator staf khusus Jaksa Agung itu juga mengatakan, kisruh terkait penetapan tersangka Angelina dan Miranda ini akan menjadi pelajaran KPK ke depannya agar administrasi sejalan dengan pernyataan.
Menurut Emerson, KPK semestinya segera mengumpulkan barang bukti jika memang pemeriksaan Angelina dan Miranda terkendala bukti yang belum cukup. “Apalagi KPK tidak bisa SP3 (menghentikan penyidikan perkara),” ujarnya. Jika tidak, kepercayaan publik terhadap KPK dapat berkurang.
Emerson pun mengingatkan KPK agar ke depannya menjadikan hal ini sebagai pelajaran. KPK sedianya, kata Emerson, tidak terburu-buru dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka. “Ke depannya, kolektif kolegial itu harus dijaga betul,” ujar Emerson.
Koordinasi antar-pimpinan KPK harus kuat betul untuk melakukan kerja-kerja di kemudian hari. Emerson mengatakan, tidak bisa keputusan KPK menjadi keputusan individual. Masing-masing unsur pimpinan KPK, katanya, harus berharmonisasi. “Koordinasi antar-pimpinan harus diselaraskan. Koordinasi, harmonisasi internal pimpinan harus ada titik temu, jangan sampai keputusan KPK nantinya jadi keputusan individu,” kata Emerson.
Terkait penahanan Angelina dan Miranda yang belum juga dilakukan, Emerson menilai alangkah lebih baik jika penahanan itu disegerakan. “Seperti pimpinan jilid 1, sudah jelas, kalau tersangka otomatis ditahan,” ujarnya. Lantas, kapan Angelina dan Miranda akan diperiksa? Kita tunggu saja. (kompas.com, 16/4/2012)