Ikhwanul Muslimin gagal mengirim calon kuatnya, Khairat Al-Shater, mengikuti pemilihan capres 23-24 Mei mendatang.
Shater yang didiskualifikasi dari pencalonannya mengatakan, gugurnya ia dari kandidat presiden karena militer tidak serius menyerahkan kekuasaan kepada sipil. “Rezim Mubarak masih berkuasa meskipun namanya telah berubah,” tegasnya.
Karenanya, Ikhwan akan berkumpul dan menyerukan aksi protes pada Jumat (20/4) besok di Tahrir Square. “Kita akan menuju Tahrir pada hari Jumat nanti karena revolusi sedang dibajak. Kita harus bangkit karena ada upaya untuk membajak revolusi,” kata Shater dalam konferensi pers, Rabu (18/4).
Dikutip dari akun resmi Ikhwan, Shater menyatakan pemilihan presiden merupakan bukti bahwa rezim Mubarak masih berkuasa. Pihaknya akan terus berjuang secara damai untuk menyelesaikan revolusi yang belum selesai.
Shater juga meminta untuk melindungi revolusi Mesir dan memperingatkan segala kecurangan baik penipuan dan pembelian suara pada pemilu mendatang.
Sementara capres Salafi yang juga terpental, Hazim Shalah Abu Ismail, meminta para pendukungnya untuk terus melakukan aksi duduk di kantor pusat Komisi Pemilihan Umum Presiden. Dia mengatakan, jika komisi tidak memungkinkan dia maju dalam pemilu, “Mesir akan menyaksikan revolusi Islam.”
Para pendukung Abu Ismail kemudian bentrok pada Selasa malam kemarin (17/4), dengan pasukan keamanan yang bertugas mengamankan kantor pusat Komisi Pemilihan Presiden di Heliopolis. Para pendukung mengangkat sepatu mereka ke arah pasukan setelah komisi mengeluarkan keputusan untuk mendiskualifikasi sepuluh calon.
Di sisi lain, calon yang lolos, Amr Moussa, mulai meningkatkan kampanyenya. Moussa yang merupakan mantan Menteri Luar Negeri Mesir meluncurkan manifesto kampanyenya pada hari Rabu di sebuah daerah kumuh di pinggiran Ozbat Al-Hagana, dekat Kairo. Lokasi tersebut tidak dipilih secara acak. Kampanyenya berjudul “Kemiskinan adalah musuh pertama Mesir.” (republika.co.id, 19/4/2012)