Meskipun kaya akan gas dan batubara, namun kondisi kelistrikan di Kalimantan tidak selancar di Jawa yang minim sumber gas dan batubara. Pemerintah harus beri keadilan ke wilayah penghasil energi.
Pengamat Energi dari Universitas Indonesia Iwa Garniwa mengatakan, Kalimantan dan Sumatera yang menghasilkan energi seperti gas atau batubara harusnya diberi tarif listrik yang lebih murah ketimbang di Jawa.
Bahkan, meski tarif listriknya sama, namun listrik di Sumatera dan Kalimantan tak jarang ‘mati-hidup’. Sungguh ironis memang.
“Harusnya harga listrik tidak boleh sama, diatur harganya berdasarkan per daerah, tidak boleh seragam dari Sabang-Marauke, tidak adil itu,” ujar Iwa dalam diskusi ‘Polemik’ soal BBM dan energi di kawasan Cikini, Jakarta, Sabtu (21/4/2012).
Dikatakan Iwa, selama ini Kalimantan rajin ‘mengekspor’ batubara, gas, dan minyak ke Jawa sebagai bahan bakar pembangkit listrik. Namun di Kalimantan justru listriknya tidak lancar.
Kondisi ini menyebabkan ekonomi tidak tumbuh merata, karena banyak pengusaha memilih berbisnis di Jawa karena pasokan listriknya dinilai lebih aman.
“Seharusnya listrik di Jawa itu mahal, dan di Kalimantan atau Sumatera lebih murah karena daerah tersebut yang punya bahan baku. kalau listrik di Jawa mahal di Kalimantan jauh lebih murah, pengusaha akan mencari di mana biaya produksi yang murah, mereka bisa pilih di Kalimantan atau Sumatera. Sehingga pembangunan merata, tidak terpusat di Jakarta,” papar Iwa.
Menurut Iwa, dan seharusnya pemerintah melakukan regionalisasi harga listrik sejak 2009. “Karena di dalam UU No.30 Tahun 2009 tentang ketenagalistrikan sudah diatur tentang regionalisasi harga, tapi belum juga dilakukan pemerintah,” tandas Iwa. (detikFinance, 21/4/2012)
Dalam Negara Khilafah yg menerapkan syariah, listrik bs didapat dgn hrg murah atau bahkan gratis, bagi semua warga negara. Tidak di Jawa, tidak di Kalimantan Sumatra Papua Malaysia Libya Palestina Syria dan sebagainya.