(Anggota Lajnah Siyasiyah DPD HTI Jawa Timur)
Rakyat akhir-akhir ini disuguhi oleh kondisi negara yang carut marut. Berbagai opini dan politik pencitraan pemerintah pun dipertontonkan. Persitiwa korupsi yang kian bertubi-tubi. Teroris yang kian miris. Penegakan hukum kian mengiris hati. Kemiskinan, ketidakadilan, dan kesenjangan sosial jadi menu harian. Komplit sudah penderitaan negeri ini. Belum lagi wakil rakyat di gedung dewan yang sibuk mengurusi jabatan. Kalaupun mengeluarkan kebijakan bisa dipastikan tidak pro rakyat.
Keadaan seperti ini didukung dengan rakyat yang kian apatis. Tidak mau tahu urusan penguasa. Mereka beranggapan percuma mengurusi mereka. Mereka saja tidak mengurus kita. Ironis. Peristiwa yang menarik untuk dicermati beberapa waktu ini adalah rencana pemerintah menaikan harga BBM per 1 April. Rakyat dari berbagai elemen pun bersuara. Penolakan terjadi di mana-mana. Baik penyikapan aksi yang anarkis maupun yang santun. Baik kalangan buruh maupun intelektual. Ibu rumah tangga hingga anak-anak pun turun ke jalan. Tak ketinggalan pula partai politik (oposisi) pun ikut-ikutan. Para wakil rakyat pun bersuara atas nama rakyat. Walaupun mereka berada di dua kubu (pro dan kontra).
Pemerintah sebagai pemegang kekuasaan tak kehilangan cara untuk menangkal aksi massa turun ke jalan. Mereka beretorika dengan argumen-argumen pembenaran. Seolah-olah kebijakan yang diputuskan di jalan yang benar. Alasan demi alasan dibuat atas nama pembebanan APBN, subsidi tidak tepat sasaran, harga minyak dunia naik, pengalihan subsidi pada bidang kesehatan-pendidikan-infrastruktur, dan alasan lainnya. Harapan dibuat alasan tersebut agar pemerintah merasa diperhatikan dan sudah tidak berdaya mengurusi urusan rakyat. Data dan fakta yang dikeluarkan pemerintah memang benar. Pada akhirnya pakar ekonomi, pakar energi, intelektual perubahan, dan pengkaji kebijakan publik membantah alasan pemerintah. Mereka pun bersuara dan satu nada “pemerintah bohong”. Bahkan jika dikaji lebih dalam tidak hanya bohong, namun pemerintah “dzalim” dan “khianat”. Kajian tersebut merupakan analisis Hizbut Tahrir Indonesia.
Pemerintah yang saat itu menjadi tertuduh akhirnya berbalik arah. Demo besar-besaran dan penolakan yang dilakukan rakyat direspon dengan janji manis. BLSM, konversi gas, dam energi alternatif menjadi obat penenang sementara. Pemerintah membuat arus baru dengan legitimasi anggota DPR. Legitimasi dilakukan melalui transaksi politik di DPR. Akhirnya muncul UU APBN-P 2012 yang inkonstitusional. Muncul juga pasal siluman yang merugikan rakyat. Misalnya, pasal 7 ayat 6a.
Inkonstitusional Kebijakan
Pembahasan Revisi UU N0. 22 tahun 2011 tentang APBN-P yang sudah disepakati tanggal 30 Maret 2012 lalu dalam sidang paripurna DPR selain berpotensi melanggar konstitusi juga mengandung kontradiksi dalam pasal 7 ayat (6a) yang menyebutkan bahwa “Dalam hal harga rata-rata minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude oil Price/ICP) dalam kurun waktu berjalan mengalami kenaikan atau penurunan lebih dari 15 persen dalam waktu 6 bulan dari harga minyak internasional yang diasumsikan dalam APBN-P tahun 2012, pemerintah berwenang melakukan penyesuaian harga BBM bersubsidi dan kebijakan pendukung”
Pasal tersebut jelas memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk menaikan harga BBM sewaktu-waktu. Selain itu menciptakan ketidakpastian hukum dan ketidakadilan hukum. Jika demikian maka sesungguhnya pasal tersebut bertentangan dengan pasal 33 ayat (1), (3) dan (4) UUD 1945 dan APBN-P pasal 7 ayat 6.
Sesungguhnya kebijakan sebelum APBN-P pasal 7 ayat 6a telah banyak UU dan keputusan yang tidak pro rakyat. Tahun 2001 muncul UU No.22 tentang Migas yang ternyata bau oleh kebijakan pro asing dan neo-liberal. UU No.22 tahun 2001 yang merupakan revisi dari Prp. No.44 Tahun 1960 tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi dan UU No.8/1971 tentang Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi yang tidak relevan. UU No.22 tahun 2001 telah melegalisasikan liberalisasi migas di sektor hulu dan hilir. Walaupun UU no.22 tahun 2001 telah dijudicial review dan dibatalkan MK, tetap saja pemerintah mencarai celah. Karena pemerintah begitu ikhlas melayani kepentingan tuannya (asing). Tidak mengherankan pengakuan berbagai lembaga dunia IMF, USAID, dan bank Dunia terkait kelahiran UU tersebut.
“(pada sector migas, Pemerintah berkomitmen : mengganti UU yang ada dengan kerangka yang lebih modern, melakukan restrukturisasi dan reformasi di tubuh Pertamina, menjamin bahwa kebijakan fiscal dan berbagai regulasi untuk eksplorasi dan produksi tetap kompetitif secara internasional, membiarkan harga domestic mencerminkan harga internasional). Memorandum of Economic and Financial Policies (LoI IMF, Jan. 2000)
“(Utang-utang untuk reformasi kebijakan memangm merekomendasikan sejumlah langkah seperti privatisasi dan pengurangan subsidi yang diharapkan dapat meningkatkan efisiensi belanja public, belanja subsidi khususnya pada BBM cenderung regresif dan merugikan orang miskin ketika subsidi tersebut jatuh ketangan orang kaya).” Indonesia Country Assistance Strategy (World Bank, 2001)
USAID telah membantu pembuatan draft UU MIgas yang diajukan ke DPR pada Oktober 2000. UU tersebut akan meningkatkan kompetisi dan efisiensi dengan mengurangi peran BUMN dalam melakukan eksplorasi dan produksi); Energy Sector Governance Strengthened (USAID, 2000).
Seharusnya DPR dan pemerintah setelah menganalisis UU tersebut menyadari bahwa ada borok dalam pemerintahannya. Borok ini ternyata tidak diobati, namun dibiarkan hingga menjadi parasit yang siap menghancurkan kebijakan berikutnya. Begitulah buah demokrasi yang ditanggung oleh rakyat. Rakyatlah yang dikorbankan dan dijadikan percobaan dalam kebijakan yang salah.
Jika selama ini pemerintah dan DPR hanya berputar-putar pada kebijakan menaikan harga BBM atau tidak. Maka apa yang dilakukan pemerintah tidak merujuk pada persoalan utama, yaitu ketersediaan energi bagi rakyat. Faktanya energi Migas saat ini telah terliberalisasi di sektor hulu hingga hilir. Sektor hulu (eksplorasi dan eksploitasi) banyak pemain asing yang bermain (lihat gambar 1). Adapun sektor hilir terkait penguasaan pasar dalam negeri dalam distribusi dan niaga. Saat ini sudah banyak SPBU Asing di berbagai kota. Jelas sekali pemerintah dan DPR saat ini tidak benar-benar mengurusi rakyat. Malahan yang terjadi rakyat jadi tumbal. Lalu, apa makna demokrasi yang mereka agungkan? Bukankah dosa besar dengan terus menindas rakyat dan menjadikan tumbal kebobrokan sistem ini?
Gambar 1 Sumber Ditjen Migas 2009
Paradoks Sistem Politik
Kebijkan UU APBN-P pasal 7 ayat 6a merupakan produk dari sistem politik. Pilihan sistem politik negeri ini jatuh pada demokrasi. Meski mengalami pengertian yang luas dan definisi multi tafsir yang jelas Demokrasi memiliki karakter utama. Karakter tersebut jelas dalam rumusan produk legislasi dalam bentuk aturan atau undang-undang yang menjadi kewenangan manusia. Manusialah-partai politik, politikus, dan wakil rakyat-yang berhak sekaligus berwenang untuk menciptakan aturannya sendiri. Demokrasi akhirnya menjadi paradoks.
Pada sidang paripurna revisi APBN-P 30 Maret 2012 tampak kompromistis berbagai parpol. Baik yang pro dan kontra terhadap usulan pasal 7ayat 6a. Realitasnya, yang banyak terjadi adalah hegemoni kekuasaan suara mayoritas terhadap suara minoritas di tubuh parlemen, atas nama rakyat, dan dengan menggunakan senjata utama mekanisme pengambilan keputusan voting (suara terbanyak). Pada akhirnya voting dipahami sebagai legitimasi kekuasaan bagi Pemerintah atas nama rakyat untuk melahirkan dan menerapkan kebijakan yang tidak pro rakyat. Demokrasi telah banyak melahirkan aktor politik maupun aktor penyelenggara negara yang tidak jujur dan tidak berpihak pada rakyat. Sebaliknya penyelenggaraan negara penuh permainan kamuflase dan ambivalensi politik yang mencederai nurani rakyat. Kapan menjadi lawan dan kapan menjadi kawan dalam rivalitas politik terjadi lebih karena pertimbangan pragmatisme kepentingan.
Sistem politik demokrasi juga menyandera rakyat yang kritis. Sebagaimana kebijakan Mendagri agar menegur bahkan mencopot jabatan kepala daerah yang ikut berdemonstrasi. Hal ini sebagaimana terjadi di jawa Timur. Gubernur Jawa Timur, Soekarwo diminta memberikan sanksi teguran kepada Kepala Daerah di wilayahnya yang turut serta dalam demonstrasi kenaikan Bahan bakar Minyak (BBM) bebrapa waktu yang lalu sesuai dengan SK Mendagri Nomor 131/1091/A/SJ tertanggal 29 maret 2012 (beritajatim.com, 10/4/2012).
Selain itu Demokrasi merupakan produk sistem politik buatan manusia. Demokrasi sebagai perpanjangan tangan Penjajah (Barat) untuk menciptakan ketergantungan politik di negara-negara jajahannya agar bisa didikte dan diarahkan sesuai dengan kepentingan Para Penjajah (asing).
Hal ini menunjukan bahwa Indonesia bukan negara berdaulat. Kenyataannya sistem politik masih mengekor pada negara asing pengusung demokrasi. Lihatlah AS yang saat ini digugat oleh rakyatnya sendiri. Kawasan eropa pun diguncang krisis politik dan ekonomi. Belum lagi politik demokrasi di negeri-negeri Islam menjadi cerminan buruk sistem politik yang ada. Lebih ironis lagi Indonesia sebagai negara muslim terbesar menjadi kue jajahan asing melalui antek-antek dalam pemerintahan (kepala negara, menteri, DPR, dll), lembaga keuangan asing (IMF, Bank Dunia, USAID), dan MNC (Multi National Corporation) seperti Chevron, Exxon Mobile, Petro China, dan lainnya.
Parpol Oposan
Partai yang ada di DPR benar-benar kehilangan arah dalam berpolitik. Mereka banyak yang menerapkan politik abu-abu dan bunglon. Patut diduga ada kompromi politik antara Demokrat dan Golkar dibalik kesepakatan kerjasama dalam sidang paripurna DPR 30 maret 2012. Di satu sisi Demokrat memanfaatkan opsi jalan tengah yang ditawarkan Golkar karena memberikan kewenangan pemerintah menaikkan harga BBM, namun juga Golkar merasa beruntung sebab terkait masalah Lapindo diserahkan ke pemerintah.
“Memang benar ada kompromi begitu. Pada menit-menit terakhir (Demokrat) mendadak ikut opsi Golkar. Sebenarnya ada kompromi-kompromi pasal lain. Demokrat diuntungkan, Golkar juga diuntungkan, tentang dana APBN untuk pembebasan lahan di kawasan lumpur Lapindo,” ujar Yusril di gedung DPR RI, Rabu (4/4). (Pelita online, 5/4/2012)
Tak mengherankan semua parpol berakting menampakan wajah yang peduli dan sungguh-sungguh. Padahal ini hanya politik pencitraan. Abdullah Dahlan dari ICW menilai bahwa apa yang dilakukan parpol di DPR sekadar membangun citra politik. Para politisi menjadikan kebijakan BBM sebagai komoditas untuk pencitraan. Sementara itu keputusan politik yang disepakati DPR soal BBM sepenuhnya belum menggambarkan keberpihakan pada rakyat.
PDIP yang terlihat paling ngotot menolak kenaikan harga BBM sebenarnya partai pendukung lahirnya UU no.22 Tahun 2001 tentang migas. Presiden Megawati-lah yang menandatangani UU itu. Artinya hal itu sebagai awal liberalisasi migas di Indonesia. Megawati pula yang menjual gas tangguh di Papua Barat ke Cina dengan harga sangat murah sehingga merugikan negara 350 trilyun rupiah. Fantastis! Lalu ke mana saja PDI-P sejak dulu? Apa dahulu mereka tidak sadar? Jika sekarang mereka getol menolak kenaikan harga BBM, jelas ada kepentingan. Apalagi kalau bukan untuk pemilu 2014 dan pencitraan.
Hal yang sama terjadi pada PKS. Ketika ada hak angket soal Blok Cepu PKS justru menolak hak angket tersebut. Maka gagallah hak angket tersebut sehingga Exxon Mobile bisa menguasai blok yang kaya minyak itu. Saat ini pun terkait kenaikan harga BBM, PKS lebih dahulu diam. Melihat posisi dan lahan yang menguntungkan kepentingannya. Karena PKS berada dalam Setgap yang mendukung pemerintahan. Anehnya ketika akan pengesahan UU APBN-P 2012 PKS bermauver menolak kenaikan harga BBM. Spanduk pun dipasang di jalan-jalan. Seperti “PKS bersama Rakyat Konsisten Menolak Kenaikan BBM”. Sebagaimana di Jawa Timur. DPW PKS Jatim melalui ketuanya, Hamy, tetap mendukung kebijakan Gubernur Soekarwo meski saat ini terjadi polemikdi tingkat pusat antara PKS dengan partai koalisi. Hamy memandang Pemprov Jatim sudah memberikan kebijakan pro-rakyat terkait rencana Pemprov mengeluarkan program dan stimulus semisal pemberian subsidi biaya transportasi pengangkutan bahan pokok dan potongan pajak kendaraan umum antara 25-50% jika BBM naik (antarajatim.com, 4/4/2012). Lalu, ketika terjadi aksi masa besar-besaran menolak kenaikan harga BBM. Partai dakwah ini kemana? Padahal jelas jika sebagai parpol Islam melihat masalah ini sangat berbahaya bagi rakyat. Seharusnya PKS bisa memberikan keadilan dan kesejahteraan bagi rakyat.
Intinya Parpol saat ini menjadi oposan, pragmatis, dan pencitraan belaka. Kepentingan rakyat digadaikan atas nama demokrasi. Semangat Parpol Islam yang berjuang dalam demokrasi akhirnya terjebak dalam kepentingan. Idealisme digadaikan untuk mencari posisi aman. Belum lagi sesungguhnya mereka telah dikebiri dengan demokrasi yang jelas menolak Islam mengatur kehidupan. Apa mereka masih layak dipercaya mengatur rakyat?
Tawaran Solutif
Sistem politik yang diterapkan saat ini pun nampak jelas berbuah pahit. Malahan Indonesia atau negeri muslim lainnya menjadikan model politik yang tidak pro rakyat. Demokrasi yang diagungkan nyatanya tidak mebawa kemaslahatan. Jika memang Indonesia sebagai negera berdaulat tentu mengambil ideologi yang shahih dan diridhoi Allah.
Ideologi dan sistem yang mengatur kehidupan di Indonesia bukanlah ideologi yang shahih. Ideologi dan sistem yang ada menjadikan manusia jauh dari Allah dan agamanya. Hak-hak bergama dan semangat untuk kembali kepada syariat islam dikebiri. Maka seharusnya bangsa Indonesia mengambil ideologi yang sahih, yaitu Islam.
Islam memberikan pengaturan kehidupan yang layak. Politik dalam islam bermakna ri’ayatul syu’unil ummah (mengurusi urusan umat). Tidak seperti demokrasi yang menjadikan rakyat sebagai sumber pendapatan paksa melalui pajak. Rakyat tidak pernah dididik dengan politik yang benar. Karena penguasa hanya ingin menerapkan status quo. Penghidupan yang tidak layak pun harus diterima ikhlas rakyat. Kemiskinan menjadi pemandangan harian. Kelaparan yang tidak pernah berhenti. Tidak tersedianya tempat tinggal layak bagi rakyat. Ditambah lagi dengan kebijakan dan UU yang tidak pro rakyat.
Islam memandang pengurusan mendasar rakyat menjadi tanggung jawab negara. sandang, pangan, dan papan. Pendidikan dan kesehatan menjadi kebutuhan asasi yang juga menjadi tanggung jawab pemerintah. Pemerintah memberikannya secara murah bahkan gratis. Karena pemerintahan dalam Islam seperti gembala.
Seorang imam (amir) pemimpin dan bertanggung jawab atas rakyatnya.(HR. Bukhari Muslim)
UU APBN-P 2012 merupakan hasil dari demokrasi. Jelas merupakan kebijakan yang dzalim dan menyengsarakan. Maka UU dalam bentuk apapun ketika manusia yang membuat maka jelas menimbulkan ketimpangan dan bertentangan dengan syariat Islam. Sudah saatnya partai politik yang ada di tengah-tengah umat mengambil aqidah Islam sebagai landasannya. Ideologi Islam sebagai perjuangannya. Fiqroh dan toriqohnya jelas mengikuti metode rasulullah. Partai politik juga aktif melakukan amar ma’ruf nahi munkar. Serta umat dididik dengan politik Islam yang benar. Mereka itu hizbullah (partai Allah) dan beramar ma’ruf nahi munkar. Sebagaimana ayat berikut :
`ä3tFø9uröNä3YÏiB×p¨Bé&tbqããôtn<Î)Îösø:$#tbrããBù’turÅ$rã÷èpRùQ$$Î/tböqyg÷ZturÇ`tãÌs3YßJø9$#4y7Í´¯»s9’ré&urãNèdcqßsÎ=øÿßJø9$#ÇÊÉÍÈ
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar[217]; merekalah orang-orang yang beruntung.(Alimron:104)
`tBur¤AuqtGt©!$#¼ã&s!qßuurtûïÏ%©!$#ur(#qãZtB#uä¨bÎ*sùz>÷Ïm«!$#ÞOèdtbqç7Î=»tóø9$#ÇÎÏÈ
Dan Barangsiapa mengambil Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya, Maka Sesungguhnya pengikut/partai (agama) Allah Itulah yang pasti menang.(Al Maidah:56)
Saatnya umat sadar dan menuntut perubahan ke arah Islam. Saatnya Islam menggantikan peradaban usang kapitalisme-demokrasi dan teman-temannya. Saatnyalah kesejahteraan dan pengaturan hidup ini diatur oleh Islam. Pengaturan Islam secara menyeluruh (politik, ekonomi, pendidikan, dll) hanya bisa diterapkan dalam naungan Khilafah ‘ala minhajjin nubuwwah. Khilafah akan mengusir dominasi asing di negeri-negeri kaum muslimin. Khilafahlah yang akan menghukum antek-antek penjajah. Khilafahlah yang akan memberikan rahmat bagi semua (muslim dan non muslim). Khilafahlah yang mengganti hukum buatan manusia hanya berhukum pada Allah dan Rasul-Nya. Semoga Allah segera menumbangkan rezim bobrok ini dan menggantikannya dengan fajar islam. Insya Allah. Wallahu a’lam bisshawwab.