Catatan Kritis Atas Pembangunan Berbasis Utang (Bagian I)

Menumpuk Utang, Salah Satu Prestasi Pemerintah Negeri Ini

Oleh : Yahya Abdurrahman – Lajnah Siyasiyah HTI

Salah satu prestasi pemerintahan demokrasi kapitalis adalah prestasi menumpuk utang.  Hal itu merupakan tabiat pemerintahan dalam sistem demokrasi kapitalis, tak terkecuali pemerintah negeri ini.  Pemerintah negeri ini terus berusaha menumpuk utang.  Hingga akhir Januari 2012 utang pemerintah telah mencapai Rp. 1837,39 triliun.  Fantastis!

Sebagaimana data yang dirilis oleh Ditjen Pengelolaan Utang Kemenkeu yang dikutip oleh detikFinance, Kamis (23/2/2012), total utang pemerintah Indonesia hingga Januari 2012 mencapai Rp 1.837,39 triliun.  Jumlah itu naik Rp 33,9 triliun dari akhir 2011 yang nilainya mencapai Rp 1.803,49 triliun.

Jika dihitung dengan denominasi dolar AS, jumlah utang pemerintah di Januari 2012 mencapai US$ 204,15 miliar. Jumlah ini naik dari posisi di akhir 2011 yang mencapai US$ 198,89 miliar. Jika menggunakan PDB Indonesia yang sebesar Rp 7.226 triliun, maka rasio utang Indonesia per Januari 2012 tercatat sebesar 25%.

Menurut data, utang pemerintah dari tahun ke tahun terus meningkat (tabel 1). Jumlah utang pada akhir Januari 2012 yang sebesar Rp 1837,39 triliun itu jika dibagi dengan jumlah penduduk 239 juta maka tiap orang penduduk temasuk bayi yang baru lahir sekalipun terbebani utang sebesar Rp 7,6878 juta.  Sebab utang itu tentu harus dibayar menggunakan uang rakyat (APBN).  Sumber pendapatan APBN paling besar adalah pajak yang tentu saja dipungut dari rakyat, itu artinya rakyatlah yang secara langsung menanggung pembayaran utang itu.

Meski jumlah utang sudah sedemikian besar namun pemerintah seolah belum merasa puas.  Hingga akhir tahun 2012 pemerintah akan terus menarik utang baru.  Pada akhir tahun ini rencananya utang pemerintah bakal bertambah menjadi Rp 1.937 triliun atau naik Rp 134 triliun.  Bahkan seperti diberitakan detikfinance.com (23/2), rencananya, pemerintah ingin menarik utang baru Rp 250 triliun pada tahun ini.

APBN Tersedot Untuk Bayar Utang

Besarnya jumlah utang tentu akan diikuti dengan makin besarnya jumlah yang harus dibayarkan dari APBN untuk membayar utang baik cicilan pokok maupun bunganya.  Untuk tahun 2012 diperkirakan dana APBN akan tersedot untuk bayar utang mencapai Rp. 261,128 triliun.  Jumlah itu terdir dari Rp 139 triliun cicilan pokok utang, sebanyak 35% merupakan pinjaman dan 65% merupakan surat utang. Sementara cicilan bunga utang yang akan dibayar pemerintah di tahun 2012 mencapai Rp 122,218 triliun, naik dari tahun 2011 Rp 106,584 triliun. Pembayaran bunga utang pemerintah di tahun 2012 tersebut terdiri dari bunga utang dalam negeri Rp 72,41 triliun dan bunga utang luar negeri Rp 27,59 triliun.

Cicilan utang (pokok dan bunga) tiap tahun cukup besar dan menyita sekitar 20 % APBN (tabel 2). Trendnya juga naik (grafik 1).

Dari data ini, selama 12 tahun (2000 – 2011) total akumulasi cicilan utang negara mencapai Rp 1.843,10 triliun, yang terdiri dari cicilan pokok utang sebesar Rp 872,43 triliun dan cicilan cicilan bunga utang sebesar Rp 970,67 triliun.  Total cicilan utang itu bahkan lebih besar dari anggaran belanja APBN 2012.  Jumlah itu juga melebihi total utang pemerintah per 31 Januari 2012 yang sebesar Rp 1.837,39 triliun.

Jumlah akumulasi pembayaran utang selama 12 tahun sampai 2011 itu adalah 8,98 kali pendapatan negara dan hibah tahun 2000 yang sebesar Rp 205,3 triliun. Jumlah itu 4,57 kali pendapatan negara dan hibah tahun 2004 yang sebesar Rp 403,4 triliun; sebesar 1,88 kali pendapatan negara dan hibah tahun 2008 sebesar Rp 981,6 triliun; dan sebesar 1,67 kali pendapatan negara dan hibah tahun 2011 yang besarnya Rp 1104,9 triliun.

Akumulasi pembayaran cicilan utang baik bunga maupun pokok selama 12 tahun antara tahun 2000-2011 mencapai Rp 1843,10 triliun. Meski total yang dibayarkan untuk mencicil pokok dan bunga itu nyatanya jumlah utang negara bukannya berkurang tapi sebaiknya justru makin besar.  Dari jumlah utang Rp 1.234,28 triliun pada tahun 2000 naik drastis menjadi Rp 1.837,39 triliun.  Jumlah utang bukannya menurun sebaiknya justru bertambah Rp 603,11 triliun selama 12 tahun itu. Itu artinya pertambahan jumlah utang karena bunga dan utang baru lebih besar dari cicilan utang baik pokok dan bunganya yang dibayar oleh pemerintah.  Jika demikian keadaannya mungkin pemerintah tidak lagi gali lubang tutup lubang, tetapi lebih banyak menggali dari pada menutupnya.

Implikasi dari jumlah utang yang makin besar, cicilan utang (pokok dan bunga) juga makin besar.  Akibatnya uang APBN tersedot untuk membayar cicilan utang itu.  Sejak tahun 2000 sampai 2011, uang APBN yang tersedot untuk membayar cicilan utang itu berkisar pada angka 20-an persen. Jumlah itu setara dengan jumlah yang dialokasikan oleh undang-undang untuk anggaran pendidikan.

Bahkan jika menggunakan angka yang ada di Buku Saku Perkembangan Utang Negara edisi Februari 2012 yang dikeluarkan oleh Ditjen Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan di halaman 46 disebutkan, pagu APBN-P 2012 untuk pembayaran cicilan utang (pokok dan bunganya) mencapai Rp 322,709 triliun.  Jumlah itu terdiri dari cicilan pokok utang sebesar Rp 200,491 triliun dan cicilan bunga sebesar Rp 122,218 triliun.  Cicilan pokok utang itu terbagi dalam cicilan pokok pinjaman Rp 47,400 triliun (pinjaman DN Rp 140 miliar dan pijnaman LN Rp 47,260 triliun) dan cicilan Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 153,091 triliun (SBN Rupiah Rp 152,091 triliun dan SBN Valas Rp 1 triliun).  Sementara cicilan bunga sebesar Rp 122,218 triliun, terdiri dari cicilan bunga pinjaman sebesar Rp 17,887 triliun ( bunga pinjaman DN Rp 225 miliar dan bungan pinjaman LN Rp 17,662 triliun) dan bunga  SBN sebesar Rp 104,331 triliun (bunga SBN Rupiah Rp 88,278 triliun dan SBN Valas Rp 16,052 triliun).  Jumlah belanja di APBN-P yang sudah disetujui di anggar DPR (inilah.com, 26/3/12) mencapai Rp 1.548,3 triliun.  Maka jika pagu APBN-P untuk pembayaran utang pokok dan bunganya mencapai Rp 322.709 triliun itu artinya mencapai 20,84% dari APBN-P 2012 habis untuk membayar cicilan pokok dan bunga utang.  Jumlah itu masih setara dengan anggaran untuk fungsi pendidikan sebagaimana amanat UU Pendidikan.  Padahal belanja untuk fungsi pendidikan itu didistribusikan ke belasan kementerian dan instansi yang menyelenggarakan fungsi pendidikan.  Tidak semuanya digunakan untuk biaya penyelenggaraan sekolah.  Gaji guru dan pegawai dalam lingkkup pendidikan pun dimasukkan dalam alokasi anggaran fungsi pendidikan.  Begitu juga semua kegiatan yang disbeut kegiatan fungsi pendidikan termasuk pelatihan di berbagai kementerian dan instansi pembiayaannya juga dambil dar anggaran fungsi pendidikan itu.  Maka dari alokasi 20 % APBN untuk fungsi pendidikan itu sebenarnya yang benar-benar untuk membiayai proses belajar mengajar dan pendidikan di sekolah dari tingkat TK – PAUD sampai PT jauh di bawah 20 % APBN.  Karena itu, pengeluaran terbesar di dalam APBN sebenarnya adalah untuk membayar cicilan utang pokok dan bunganya.

Akhirnya APBN pun tersandera oleh utang.  APBN tidak lagi fleksibel untuk bisa mengantisipasi perkembangan yang ada.  Karena APBN tersandera oleh pembayaran utang, jumlah dan prosentase dari APBN yang bisa dialokasikan untuk pembangunan pun menjadi kecil.  Setiap tahun jumlah pembayaran cicilan utang pokok dan bunganya selalu lebih besar dari anggaran untuk subsidi.  Padahal untuk pembayaran cicilan utang itu, uang dari APBN (kas negara) benar-benar keluar dari kas negara.  Sementara untuk subsidi BBM, yang terjadi bukan uang APBN benar-benar keluar dari kas negara, tetapi hanya berkurangnya potensi pemasukan dibandingkan jika BBM itu dijual sesuai dengan harga internasional.

Jumlah pembayaran cicilan utang itu juga selalu lebih besar dari anggaran belanja modal.  Artinya pembayaran cicilan utang pokok dan bunganya itu selalu lebih besar dari anggaran untuk pembangunan.  Jika kondisinya selalu seperti maka penarikan utang akan terus menjadi tidak efektif untuk peningkatan pembangunan, pertumbuhan, penciptaan lapangan kerja dan kemakmuran rakyat serta perbaikan taraf hidup rakyat.  Itulah petaka pengelolaan anggaran yang terjadi di negeri ini.[]