Baru-baru ini, Iran mengecam keras perusahaan Google yang disebutnya telah melakukan kejahatan atas apa yang dilakukan Google dalam layanan petanya terkenal dengan “Google Maps”, karena Google dalam hal ini telah menghapus nama Teluk Persia dari peta perairan yang memisahkan dataran tinggi Iran dari Semenanjung Jazira Arab yang dikenal sebagai “Teluk Arab”.
Deputi Menteri Kebudayaan dan Bimbingan Islam, Bahman Dorri mengancam perusahaan pada hari Sabtu lalu dengan mengatakan bahwa langkah tersebut akan menghilangan kredibilitas mesin pencari dunia ini di Timur Tengah.
Bahman, dalam pernyataan yang dikutip oleh kantor berita AFP menuduh perusahaan Google sebagai “pembuat kebohongan”, dan hal ini tidak akan memberi keuntungan apapun selain hilangnya kepercayaan penggunanya atas data yang diberikannya.
Sungguh penghapusan nama Teluk Persia dari peta oleh Google, benar-benar memicu kemarahan di jalan-jalan Iran yang menuntut pemboikotan Google, dengan mengatakan bahwa langkah tersebut merupakan serangan terhadap “kedaulatan Iran”.
Sementara pada tingkat masyarakat Arab tidak ada yang bersuara terkait topik ini, baik pada tingkat resmi (pemerintah), maupun rakyat.
Akar Konflik
Konflik antara Iran dan beberapa negara Arab terkait penamaan perairan itu kembali pada dekade enam puluhan abad ke-20 bersamaan dengan munculnya ide Liga Arab dan nasionalisme Arab, maka sejak itu jadilah nama Teluk Arab yang umum digunakan di sebagian besar negara-negara Arab.
Sementara nama Teluk Persia digunakan di hampir semua peta dalam setiap perjanjian dan dokumen-dokumen internasional yang terbaru sebelum tahun 1960. Mungkin hal ini disebabkan oleh realitas geopolitik yang ada di era sebelumnya, yang ketika itu Persia (Iran sekarang) masih merupakan kerajaan yang tidak tertandingi.
Namun, munculnya nasionalisme Arab sepanjang dekade enam puluhan telah mendorong beberapa negara Arab-termasuk negara-negara yang berdekatan dengan perairan ini-untuk menggunakan nama “Teluk Arab” dalam skala yang lebih luas.
Hal ini bertepatan dengan lenyapnya pengaruh Iran terkait agenda politik dan perekonomian bagi negara-negara Barat yang berbahasa Inggris, yang berperan besar dalam penerimaan istilah “Teluk Arab” di berbagai bidang politik regional, dan sektor usaha yang terkait dengan minyak di posisi pertama.
Namun demikian masih memicu kontroversial, karena beberapa pihak menggunakan istilah alternatif lain, seperti cukup dengan menyebutkan “Teluk” tanpa menambahkan “Persia” atau “Arab” atas perairan ini. Sementara ada pihak lain yang mengadopsi nama “Teluk Arab Persia”.
Teluk Islam
Sedangkan pihak yang lain yang berasal dari berbagai kelompok Islam-setelah keberhasilan revolusi Islam di Iran pada tahun 1979-mengusulkan nama ” Teluk Islam”, namun ide segera menguap setelah Irak menginvasi negara tetangganya, Iran.
Iran menggunakan nama “Teluk Persia” dan sama sekali tidak mengakui istilah “Teluk Arab” atau “Teluk”. Bahkan Iran menyakini bahwa penggunaan istilah yang terakhir secara netral akan mengesampingkan nama dari sejarah perairan ini.
Sementara pandangan sebagian besar orang Arab sekarang bahwa nama “Teluk Arab” itu bersejarah dan tua. Dan hal itu dibenarkan karena dua pertiga pantai Teluk terletak di negara-negara Arab. Sedangkan yang sepertiga menghadap Iran. Bahkan pantai-pantai Iran itupun dihuni oleh suku-suku Arab, baik di utara (Daerah Ahwaz), atau di timur laut di banyak kota provinsi Bushehr.
Begitu juga bangsa Arab membentuk populasi yang paling penting di dua pulau berpenduduk besar di Teluk Arab , yaitu pulau Bahrain dan pulau Qeshm.
Dan sebagian dari bukti bahwa penamaan perairan tersebut telah menjadi sumber kebingungan bagi beberapa lembaga ilmiah bahwa National Geographic Society telah menggunakan nama “Teluk Persia”, namun pada tahun 2004 mengeluarkan Atlas edisi baru dengan istilah “Teluk Arab” sebagai alternatif.
Langkah ini benar-benar memicu protes keras di tengah-tengah rakyat Iran, sehingga mendorong pemerintah Iran di Teheran untuk mencegah pendistribusian selebaran yang dikeluarkan oleh National Geographic Society di dalam negeri Iran.
Pada tanggal 30 Desember 2004 National Geographic Society terpaksa mencabut keputusannya itu, dan kemudian mengeluarkan Atlas versi revisi, dengan menambahkan catatan yang mengatakan: “Perairan ini dikenal bersejarah, dan sebagian besar menamainya dengan Teluk Persia, sementara sebagian lagi menyebutnya dengan nama Teluk Arab”.
Apapun masalahnya, sejauh ini tidak akan selesai, setidaknya dalam jangka pendek, tidak ada tanda-tanda penyelesaian sengketa dengan kesepakatan bersama, terutama di tengah-tengah konflik geopolitik yang tengah terjadi di Timur Tengah saat ini.
Bahkan ada salah satu pengamat yang dengan sinis menyarankan nama “Teluk India” untuk perairan ini. Hal ini sebagai metafora tentang adanya sejumlah besar pekerja asing dari semenanjung benua India di wilayah ini (aljazeera.net, 9/5/2012).