Disela-sela Konferensi Tokoh Umat 1433 H, kemarin (17/5) pagi di Gedung Sultan Suriansyah, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) DPD Kalsel menggelar jumpa pers. Kepada wartawan, Agung Wisnuwardhana dari DPP HTI Pusat, Jakarta, mengungkap banyak hal mengenai ruwetnya negeri ini.
“Ya, rakyat hanya menjadi tukang sorak. Mereka dibutuhkan pemerintah menjelang pemilu, setelah itu, wassalam,” tukas Agung. Ia lalu turut sumbang pendapat ditengah gonjang-ganjingnya soal BBM.
Agung merujuk pada UU Minyak dan Gas No 21 Tahun 2002 yang dinilainya tidak pro rakyat. “Sedari awal sudah bermasalah. Minyak dan gas kita diprivatisasi, Pertamina hanya menjadi salah satu instrumen. Komoditi vital seperti ini kok diserahkan begitu saja pada mekanisme pasar,” cecarnya.
Tapi jika membaca UU Migas saja sudah geram, itu belum apa-apa. Masih ada UU Minerba dan UU Kelistrikan yang dinilainya setali tiga uang. Kedepan, kita sedang menunggu pengesahan RUU Perguruan Tinggi. “Saya sudah baca semuanya. RUU PT tidak ada bedanya dengan UU BHP kemarin,” kata Agung.
Dasar argumennya, Agung menyebutkan, pertama, beban pendanaan perguruan tinggi yang mulanya pada pemerintah dialihkan ke pasar. Kedua, investasi boleh keluar masuk. Investor asing tentu punya agenda pada kurikulum nasional kita. “Ini persoalan paradigma berpikir. Kalau sudah disetel ke asing, gawat,” tukasnya.
Ketiga, masuknya pengusaha non akademisi ke dalam pemegang saham kampus. “Dulu di UU BHP ada istilah Majelis Wali Amanat. Nah, pada RUU PT ini ada lagi. Hanya beda pelafalannya, esensinya tetap sama,” ucapnya.
Lebih jauh, Agung menyoal ramainya isu separatisme, terakhir kali Papua. “Pembagian hasil pusat kepada daerah itu kecil, mencuatlah isu ketidakadilan. Itu benar, tapi jangan sampai ketidapuasan itu berbuah keinginan melepaskan diri dari Indonesia. Terpecah-pecah. Yang untung dan senang itu pihak asing, bukan kita,” tegasnya.
Sebagai gerakan politik, HT terkenal nyaring dalam bicara isu-isu internasional dan nasional. Kala disinggung apa perhatian HT pada isu lokal, mikrofon berpindah kepada Baihaqi Munawwar, Ketua DPD HTI Kalsel.
“Dalam banyak forum, kami selalu memberi perhatian kepada Kalsel. Pertambangan di Kalsel mesti dikelola oleh negara dengan jalan Syariah, yakni ekonomi Islam. Jangan malah diserahkan kepada swasta. Baik itu swasta asing ataupun domestik,” tandas Baihaqi. (Radar Banjarmasin)