Meski telah sekian lama mengenal Islam, dan selama 700 tahun menjalin kontak dengan pedagang-pedagang Muslim, orang-orang Champa relatif terlambat mengadopsi Islam sebagai sistem kepercayaan komunitasnya. Terdapat spekulasi, konversi besar-besaran ke dalam Islam merupakan cara paling memungkinkan bagi etnis Champa untuk memelihara hubungannya dengan nenek moyangnya di Malaysia. Terutama setelah mereka kehilangan kontrol atas nasib mereka akibat kekalahan dalam perang Annam-Champa.
Teks-teks sejarah Cina menginformasikan Kerajaan Champa berdiri tahun 192 SM. Saat itu sejumlah elite lokal dalam masyarakat Champa mulai memobilisasi massa, dan mengambil alih tanah-tanah kekuasaan Cina. Sebagai negara baru, Champa juga memperluas wilayah kekuasannya dengan kekuatan senjata. Mereka menganeksasi sejumlah wilayah kerajaan-kerajaan kecil, mengintegrasi paksa masyarakat di dalamnya, dan menciptakan ruang yang cukup untuk berkembangnya masyarakat mereka.
Pada saat bersamaa mereka membentuk identitas komunitasnya dari dua unsur yang berbeda. Di level elite, mereka mengadopso sistem monarkhi absolut gaya Hindu. Tapi di level massa, tidak banyak etnis Champa yang tersentuh produk budaya Hindu, dan lebih banyak mempraktekkan tradisi leluhur mereka.
Teks-teks sejarah Cina pertengahan abad X menyebutkan terdapat sejumlah bukti Islam telah hadir di tengah komunitas masyarakat. Salah satunya, terdapat catatan Kerajaan Champa tahun 951 dan 960 mengirim Pu Ho San (transliterasi Cina untuk Abu al Hasan) sebagai dubes untuk Cina. Pu Lo E, atau Abu Ah yang disebut-sebut memimpin 100 orang asing keluar dari Champa pada saat terjadinya kerusuhan internal. Serta cerita tentang Hu Xuan, atau Hussain, yang memimpin ekspedisi beranggotakan 300 orang ke utara Champa.
Catatan Simkin, pelajar dan petualang, menyebutkan kontak Champa-dunia Islam terjadi lebih awal dari yang disebut dalam teks-teks Cina. Menurutnya, setelah menaklukkan Kekaisaran Bizantium dan Persia, Kerajaan Arab-Muslim meningkatkan aktivitas perdagangannya ke Asia. Kesaksian ini diperkuat I-Ching, petualang Cina, ketika bepergian ke Sumatera dengan kapal Persia. Pada tahun 727, menurut I-Ching, sejumlah besar kapal-kapal Muslim merapat di pelabuhan Kwangchou (Kanton).
Tahun-tahun berikutnya, Muslim Cina menjadi komunitas yang paling aktif berdagang di kawasan Asia Tengara. Simkin mengatakan hampir di seluruh rute perdagangan terdapat pemukiman komunitas-komunitas Muslim, kecil maupun besar. Champa, yang termasuk rute perdagangan Muslim Arab, secara langsung bersentuhan dengan pengaruh Islam. Sejumlah artefak yang ditemukan para arkelolog membenarkan catatan Simkin. Bahkan, terdapa inskripsi Arabik bertahun 1039 di makam Abu Kamil yang makin memperkuat dugaan ini.
Tanpa harus memperdebatkan siapa yang pertama kali memperkenalkan Islam di Champa, banyak sarjana mengatakan Islam tidak pernah membuat kemajuan berarti di sini. Tidak ada Islamisasi di Champa selama periode 700 tahun sejak etnis ini berkenalan dengan sistem kepercayaan yang diajarkan Nabi Muhammad saw. Serta tidak ada bukti misi-misi Islam ke tanah suci Mekah selama waktu itu.
Islamisasi baru terjadi sekian tahun setelah kekalahan memilukan Champa atas bangsa Annam pada tahun 1471. Padahal, di kawasan Asia Tenggara saat itu sedang terjadi Islamisasi besar-besaran. Mulai dari Semenanjung Malaysia sampai ke Mindanao. Kapal-kapal saudagar Muslim juga secara reguler mengunjungi pelabuhan-pelabuhan di perairan Cina dan Timur Tengah. (republika.co.id, 27/5/2012)