Empat tahun lalu, dalam masa kampanye, calon presiden Barack Obama berbagi pandangan mengenai para pengungkap kasus (whistleblower). Dia mengatakan: “Seringkali informasi terbaik mengenai sampah, penggelapan dan penyalah gunaan kekuasaan di pemerintahan ada pada seorang pegawai pemerintah yang berkomitmen pada integritas publik, yang mau mengungkapkan hal tersebut. Tindakan semacam itu yang memerlukan keberanian dan patriotisme … harus didorong dan bukan dibungkam.”
Ketika dia menjadi presiden, kenyataannya sangat berbeda. Dalam pengawasannya, enam orang pelapor kasus telah terkena Undang-Undang Spionase karena menangani informasi rahasia secara sembrono. Ini merupakan dua kali lipat jumlah dari semua presiden dimasa lalu digabung menjadi satu.
Tuduhan yang dikenakan atas para whistleblower itu ada memiliki implikasi di banyak bidang termasuk pertahanan, intelijen dan keamanan nasional. Juga, media Amerika terkena imbasnya – karena sumber-sumber menjadi jauh berkurang, untuk menulis kisah-kisah dan rakyat Amerika semakin kurang pengetahuan tentang apa yang sedang dikerjakan pemerintahnya saat ini.
Diantara yang terkena tuduhan itu adalah Jesselyn Radack, pengacara yang bekerja sebagai seorang penasehat etika bagi Departemen Hukum AS. Tahun 2001, Radack mengungkapkan bahwa FBI menginterogasi John Walker Lindh – ‘Taliban Amerika’ – secara ilegal dan apa yang dianggap sebagai pengakuan mungkin tidak bisa diungkap di pengadilan. Radack mendapat kritikan tajam dan menjadi target pemerintahan federal sebagai seorang kriminal yang ‘membocorkan investigasi’. Setelah itu terjadi, dia mengundurkan diri.
Dalam bagian kedua, Radack berbicara tentang akibat dari pengungkapan kasus pada jurnalisme AS dan organisasi-organisasi berita mengenai hal ini. (aljazeera.com, 9/6/2012)