Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh meminta 1.600-an ijazah palsu untuk guru, mahasiswa, dan dosen yang sudah beredar ditarik kembali. Dinas Pendidikan juga diminta mengatur ulang adanya ijazah palsu yang digunakan guru.
“Ijazah palsu itu enggak lazim, karenanya ijazah itu harus ditarik kembali. Kalau sudah telanjur, ya dinas (dinas pendidikan) harus mengatur ulang,” kata Nuh, di sela-sela pertemuan dengan ribuan guru dalam ’Apresiasi Guru 2012’ yang digelar Dinas Pendidikan Kota Surabaya di Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (23/6/2012).
Pernyataan Nuh itu menanggapi penyidikan Kepolisian Daerah Jawa Timur terhadap kasus 1.600-an ijazah palsu yang mengatasnamakan tiga perguruan tinggi swasta yakni Universitas dr Soetomo Surabaya, Universitas Merdeka Malang, dan Universitas Darul Ulum Jombang.
Dalam pengungkapan kasus ijazah palsu pada 13 Juni lalu, polisi menyita 428 lembar form S-3 Universitas Merdeka Malang, 439 lembar form S-3 Universitas Darul Ulum Jombang, dan 323 lembar form S-2 Universitas dr Soetomo Surabaya. Akan tetapi, sekitar 1.600-an ijazah palsu sudah terlanjur beredar di masyarakat.
Diantara ribuan ijazah palsu yang beredar itu, 62 persen merupakan ijazah akta IV (guru), 31 persen ijazah S-1, empat persen ijazah S-2, dan satu persen ijazah S-3. Polisi juga sudah menangkap pemalsunya yakni Drs Scpt MM (48) asal Sumenep yang mantan dosen dari salah satu universitas itu.
“Itu tidak boleh, karena itu dinas pendidikan yang harus menata ulang. Itu harus diatur lagi dan diselesaikan,” kata mantan Rektor ITS itu.
Informasi dari sumber lain menyebutkan, Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) Jawa Timur telah bekerja sama dengan dinas pendidikan kota/kabupaten, Polda Jatim, dan Kopertis Wilayah VII untuk meneliti keabsahan akta mengajar sebagaimana akta IV yang menjadi temuan polisi.
Di hadapan 5.000-an guru se-Surabaya dalam “Apresiasi Guru 2012” itu, Nuh meminta para guru untuk menata niat dengan baik untuk menjadi guru, karena guru sesungguhnya bukan hanya merupakan pekerjaan, tapi di dalamnya juga ada unsur pengabdian.
“Kalau kami mengadakan uji kompetensi awal bukan berarti kami tidak percaya, tapi karena guru merupakan profesi yang sangat menentukan masa depan bangsa ini. Kalau dokter salah, maka dia akan melakukan malapraktik, tapi dampaknya hanya fisik. Berbeda dengan guru, kalau terjadi malapraktik dalam pendidikan justru akan merusak jiwa dan masa depan,” katanya. (kompas.com, 25/6/2012)